Bara

Break the Shell 8



Break the Shell 8

0Pagi-pagi Bara sudah bertemu dengan Bang Jali di parkiran. Bara menjelaskan peran Bang Jali untuk misi membalas Axel. Bara menugaskan Bang Jali untuk memeriksa ruangan Pak Angga dengan dalih membersihkan ruangan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memastikan apakah Pak Angga menyimpan salinan laporan milik Raya di dalam kantornya atau tidak.     

"Gampang itu, sih," ujar Bang Jali ketika Bara selesai memberi penjelasan tentang tugasnya.     

"Buat mendukung tugas Abang, Abang pake ini." Bara mengeluarkan sebuah kacamata dari saku jasnya dan memakaikannya pada Bang Jali. "Ditengah kacamata ini ada kamera, Abang tinggal tekan tombol kecil di sini buat ambil gambar." Bara menunjukkan tombol berbentuk mur kecil yang ada pada gagang kacamata tersebut. "Buat nyalain mode kameranya, Abang tekan dua kali."     

"Boleh gue coba dulu?" tanya Bang Jali.     

"Coba aja, Bang."     

Bang Jali kemudian mengikuti instruksi Bara. Ia menekan dua kali pada mur kecil yang ada pada gagang sebelah kanan kacamata tersebut. Setelah itu, ia mencoba untuk mengambil gambar dengan menekan satu kali lagi pada mur kecil tersebut.     

"Hasil fotonya kemana, Bar?" tanya Bang Jali sedikit kebingungan kemana ia harus melihat hasil foto yang sudah ia ambil.     

Bara tersenyum sambil mengeluarkan ponselnya. "Fotonya kekirim ke sini." Bara menunjukkan hasil foto yang sudah diambil Bang Jali.     

"Waah." Bang Jali berdecak tidak percaya. "Gue jadi kaya agen rahasia di film-film."     

Bara tertawa menangggapi ucapan Bang Jali. "Sebelum gambar ini sampai ke handphone gue, gambarnya udah lebih dulu sampai ke komputernya Ben."     

"Ooh, begitu." Bang Jali manggut-manggut.     

"Abang juga bisa nyalain mode video. Nanti kacamata ini ngerekam apa yang Abang lihat," terang Bara.     

"Gimana caranya kalau mode video?"     

Bara mengetuk gagang sebelah kiri kacamata tersebut. "Semuanya langsung live di komputer Ben."     

Bang Jali melepas kacamata yang ia gunakan. Ia kemudian menatap Bara. "Lu dapet barang keren begini darimana, Bar?"     

"Bukan gue yang nyari barang itu. Semuanya Ben sama Reno yang ngatur," sahut Bara.     

Bang Jali mengangguk mengerti. "Lu tinggal bagian bayar aja, ya?"     

Bara tertawa sambil mengangguk pada Bang Jali. "Kurang lebih begitu."     

Bang Jali kembali mengenakan kacamatanya.     

"Jangan lupa dimatiin, Bang, kalo lagi ngga dipake. Nanti baterainya cepat habis," ujar Bara.     

"Eh, iya. Gimana cara matiinnya?"     

Bara nyengir pada Bang Jali. "Mati sendiri, kalo ngga diketuk-ketuk."     

"Yeee, gue pikir ada tombol buat matiinnya." Bang Jali melirik setengah kesal pada Bara.     

Bara kembali nyengir pada Bang Jali. "Hati-hati ya, Bang." Bara menepuk lengan Bang Jali.     

"Tenang aja. Ngga bakal ada yang curiga sama OB."     

"Tetep aja kita ngga boleh lengah, Bang."     

"Iya gue tahu. Ya udah, gue naik duluan. Pasti banyak yang harus gue foto," ujar Bang Jali.     

Bara dan Bang Jali saling menganggukkan kepala. Bang Jali kemudian berjalan terlebih dahulu ke arah lift untuk segera menuju ke kantor MG Group. Setelah lift yang dinaiki Bang Jali menutup, Bara lalu berjalan meninggalkan mobilnya dan menuju lift.     

----     

Bara tidak langsung menuju kantor MG Group. Ia turun ketika lift yang ia naiki sampai di lobi gedung. Ia kemudian keluar dari lift yang ia naiki dan berjalan menuju kedai kopi yang ada di sekitar lobi gedung.     

Raya sudah duduk di pojok kedai kopi tersebut dengan segelas kopi dan sebuah roti lapis. Bara segera berjalan menghampirinya.     

"Kayanya lu ngga bisa tidur semalem?" ujar Bara sembari tertawa pelan melihat wajah Raya yang masih mengantuk.     

Raya melirik pada Bara. "Sepupu sama pacar lu, dua-duanya bener-bener bikin gue geleng-geleng kepala." Raya kembali menyeruput kopinya. "Gue sampe nambah shot biar bisa melek."     

Bara kembali tertawa. "Emangnya kalian ngapain aja semaleman?"     

"Maya belum cerita?"     

Bara menggeleng.     

Raya mendengus. "Pasti belum cerita. Pas gue berangkat aja dia masih tidur." Ia kemudian melirik Bara sambil tersenyum sambil mengangkat salah satu ujung bibirnya. "Gue masih ngga nyangka kalau berita tentang salah satu Bos perusahaan start up itu ulah mereka berdua. Mereka sampe niat nyewa gigolo. Gila."     

"Yep, mereka berdua memang partner in crime sejati," sahut Bara.     

"Semalaman denger cerita mereka berdua, gue jadi dapat sedikit pelajaran."     

Bara menatap Raya penasaran.     

"Mereka ngajarin gue supaya selalu menatap mata orang yang berusaha mengintimidasi gue. Gue sadar, kalau dibandingkan Kimmy dan Maya, gue ini ngga punya apa-apa. Yang bisa gue andelin cuma diri gue sendiri, mereka ngajarin gimana caranya gue berhadapan sama orang yang memiliki jabatan dan kekuasan di atas gue."     

Bara antusias mendengarkan cerita Raya. Sepertinya keputusannya untuk membuat Raya menginap di tempat Kimmy adalah keputusan tepat. Raya Sudah tidak terlihat takut seperti kemarin.     

"Karena itu, hari ini gue putusin buat masuk kantor. Dan berusaha sebisa mungkin untuk mencari tahu apa Axel masih menyimpan salinan itu sendiri. Sekaligus memberitahu Axel kalau gue bukan wanita yang gampang ditakut-takuti." Ucapan Raya penuh dengan keyakinan.     

Bara merasa tersentuh dengan keyakinan baru Raya. "Gue suka semangat lu."     

Raya tersenyum pada Bara. "Thanks udah ngenalin gue ke mereka berdua. Jujur aja, bisa kenal mereka berdua, itu bener-bener di luar khayalan gue."     

"Jangan terlalu sering berpikir kita ini ada di dunia yang berbeda. Kita di sini menghirup udara di bawah langit yang sama," ujar Bara.     

"Thanks, buat semangat paginya Bapak Bara Aditya Pradana," sahut Raya sembari mengangkat gelas kopinya.     

----     

Axel sedikit keheranan begitu melihat Raya yang masuk ke dalam ruang kerjanya sambil tersenyum ceria. Raya bahkan menyapa setiap orang yang ia temui. Padahal kemarin jelas sekali Axel melihat ekspresi Raya yang setengah ketakutan ketika ia keluar dari ruang tempat mereka makan bersama Pak Angga.     

"Hi," Raya melambai-lambaikan tangannya pada Axel dari meja kerjanya.     

"Kepentok apa itu orang," batin Axel. Ia balas melambaikan tangannya pada Raya dengan senyum yang sedikit dipaksakan.     

Raya tersenyum pada Axel. "Rasain pembalasan gue sebentar lagi," ucap Raya di dalam hatinya.     

Axel mengangguk dan kembali menatap layar monitor kerjanya. "Ada yang aneh," gumamnya pelan.     

Axel diam-diam mengintip Raya dari balik layar monitor kerjanya. "Pasti dia udah ngerencanain sesuatu."     

Raya menatap dua buah diska lepas yang ada di dalam tasnya. Yang satu miliknya sedangkan yang satu lagi adalah diska lepas pemberian Bara. Kedua diska lepas itu memiliki bentuk yang sama persis. Tugas Raya adalah ia harus memancing Axel agar kembali flashdisk miliknya.     

Raya menutup matanya sembari menghela napasnya. "You can do it, Ray," batinnya. Ia kemudian kembali membuka matanya dan mengetikkan pesan untuk Axel melalui aplikasi obrolan yang ada di komputernya. "Mau makan siang bareng? Kita harus bicarain soal kemarin."     

Mata Axel membelalak begitu ia membaca pesan yang masuk ke dalam aplikasi obrolannya. Ia langsung terduduk tegak karena pesan itu dari Raya. "Apa yang mau dibahas?"     

"Makan siang kita sama Pak Angga kemarin. Gue agak takut sama ancaman Pak Angga."     

Axel mengernyitkan dahinya membaca pesan dari Raya. "Takut darimana, buktinya dia masuk kantor sambil senyam-senyum."     

Seolah mengerti apa yang dipikirkan Axel, Raya mengirimkan sebuah pesan untuk Axel. "Meskipun keliatan biasa aja, sebenernya semalem gue ngga bisa tidur karena kepikiran kalau tiba-tiba ada orang yang nusuk gue di jalan."     

Axel kemudian menghela napasnya. "Terus lu mau apa?"     

"Gue mau minta perlindungan sama Pak Angga. Lu bisa bantu, kan?" balas Raya.     

"Will see."     

"Thank you, kita lanjutin nanti pas makan siang," balas Raya yang disertai dengan ikon wajah yang sedang tersenyum.     

Axel membalas pesan Raya dengan gambar ikon jempol sebanyak dua buah.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.