Bara

Break the Shell 14



Break the Shell 14

0"Masya Allah," pekik Mbok Inah begitu masuk ke dalam apartemen Bara dan melihat kondisi apartemen dalam keadaan berantakan.     

Bara sedang duduk di ruang keluarganya sambil menelpon seseorang. Ternyata Damar mengalami hal yang sama dengannya. Bara menoleh mendengar pekikan Mbok Inah dan tersenyum simpul.     

"Ada apa ini, Mas?" tanya Mbok Inah sambil berjalan menghampiri Bara.     

Bara mematikan sambungan telponnya dengan Damar dan beralih pada Mbok Inah. "Ada yang mau ngerampok tadi subuh."     

Mendengar ucapan Bara, Mbok Inah serta merta memeriksa Bara. "Mas Bara ngga terluka, kan?"     

Bara menggeleng.     

"Terus perampoknya sudah tertangkap, Mas?"     

"Sudah dibawa Security."     

Mbok Inah menghela napas lega. "Syukurlah kalau sudah tertangkap."     

"Jangan dirapihin dulu, Mbok. Sebentar lagi ada Polisi yang mau memeriksa keadaan disini," ujar Bara.     

Mbok Inah mengangguk mengerti meskipun tangannya sudah gatal ingin membersihkan kekacauan yang ada di apartemen Bara.     

Bara kemudian melangkah hati-hati ke dalam kamarnya. Ia harus menyimpan salinan tentang perusahaan cangkang milik Pak Angga dengan benar.     

Bara berjalan sedikit terpincang-pincang menuju kamarnya. Mbok Inah yang menyadari hal tersebut segera menghampiri Bara.     

"Coba saya lihat, Mas," ujar Mbok Inah.     

Bara bersandar pada tembok sementara Mbok Inah berjongkok memeriksa telapak kaki Bara.     

"Haduuuh, Mas. Masa kena pecahan kaca begini ngga terasa. Sudah sini duduk lagi, kalau ngga dibersihkan nanti malah infeksi," ujar Mbok Inah seraya kembali berdiri. Ia kemudian membantu Bara berjalan untuk kembali ke sofa.     

"Mulai terasa, Mbok." Bara tertawa sambil meringis menahan sakit.     

Mbok Inah geleng-geleng melihat Bara yang mulai meringis kesakitan sambil menatap kakinya. "Saya ambil P3K dulu."     

Saat sedang menunggu Mbok Inah mengambil perlengkapan P3K, Arga, Ben dan Reno muncul di apartemen Bara.     

"Lu kenapa ngga telpon kita?" tanya Arga sembari berjalan menghampiri Bara.     

"Iya, kalo lu telpon kita, kita pasti langsung kesini buat bantuin lu," sahut Reno.     

"Kalo gue nelpon kalian, nanti anak buahnya Hanggono tahu kalau kalian ada di dekat gue. Lagian Petugas keamanan juga langsung datang tadi, meskipun telat dikit," sahut Bara.     

Ben mengintip ke bawah kaki Bara. "Kaki lu kenapa itu?"     

"Oh, ini." Bara menunjukkan telapak kakiknya yang tertusuk pecahan kaca. "Ngga sengaja nginjek pecahan kaca."     

"Minggir-minggir," seru Mbok Inah yang datang dengan membawa peralatan P3K.     

Ketiganya kompak memberikan jalan untuk Mbok Inah.     

Mbok Inah kemudian menoleh pada ketiganya. "Daripada kalian bengong, mending kalian ambil baskom sama air hangat."     

Arga, Ben dan Reno segera mengikuti perintah Mbok Inah. Mereka bergegas ke dapur untuk mengambil air hangat.     

Mbok Inah yang memandangi ketiganya terlihat berebut menuju dapur menghela napasnya dan kembali memberikan instruksi untuk mereka. "Satu orang aja yang ambil air hangat, yang dua kesini. Pegangin Mas Bara. Bakal sakit, nih, nyabut pecahan kacanya."     

Ketiganya kembali menoleh pada Mbok Inah. Arga dan Ben segera menghampiri Mbok Inah. Sementara Reno melanjutkan langkahnya menuju dapur.     

"Mejanya deketin ke sini." Mbok Inah meminta Arga dan Ben untuk menggeser meja agar lebih mendekat padanya dan Bara     

Arga dan Ben segera menggeser meja yang ditunjuk Mbok Inah. Setelah itu, Mbok Inah kemudian menaikkan kaki Bara ke meja tersebut.     

Mbok Inah mempersiapkan cairan alkohol untuk membersihkan area telapak kaki Bara yang terluka. "Siap ya, Mas Bara."     

Bara mengangguk sambil menggigit bibirnya.     

"Arggh," ringis Bara begitu kain kasa yang sudah dibasahi alkohol menyentuh area lukanya.     

Mbok Inah kemudian memberi isyarat pada Arga dan Ben untuk mendekati Bara. "Tolong dipegangin, ya."     

Reno kembali dari dapur dengan membawa baskom berisi air hangat dan segera meletakkannya di atas meja. Ia kemudian berdiri di belakang Mbok Inah.     

"Siap." Mbok Inah memperhatikan pecahan kaca yang mengenai telapak kaki Bara. "Agak dalam ini kayanya." Ia kemudian menjepit pecahan kaca itu menggunakan pinset lalu mengeluarkannya perlahan.     

Bara menggeliat menahan sakit yang menjalar dari telapak kakinya. Arga dan Ben memegangi Bara agar tidak terlalu banyak bergerak dan mengakibatkan lukanya semakin melebar.     

"Nah, sudah." Mbok Inah meletakkan pecahan kaca yang menusuk Bara ke atas kain kasa yang tadi ia gunakan untuk membersihkan luka pada telapak kaki Bara.     

Bara misuh-misuh menahan rasa perih di kakinya. Mbok Inah sekali lagi membersihkan luka tersebut dengan alkohol lalu mengompresnya sebentar dengan air hangat. Setelah itu ia menutup luka di telapak kaki Bara dengan kain kasa steril yang sudah diberi cairan antibakteri.     

Mbok Inah menghela napas panjang begitu selesai menutup luka milik Bara. "Mas Bara ini, selalu, ngga jauh-jauh dari luka tusuk."     

Bara mengangguk. "Untung bukan ketusuk pisau lagi. Makasih, Mbok." Ia menghela napas lega karena Mbok Inah sudah memberikan pertolongan pada lukanya. Pengalamannya dengan benda tajam selalu tidak baik.     

Arga, Ben dan Reno hanya geleng-geleng kepala melihat Bara yang masih bisa sedikit bercanda meski masih meringis kesakitan menahan sakit yang diakibatkan oleh luka yang ada di telapak kakinya.     

----     

Beberapa orang Polisi sudah datang dan sedang memeriksa apartemen Damar setelah mendapat telpon dari pihak pengelola apartemen bahwa salah satu penghuninya kerampokan. Damar menghela napas panjang sambil memperhatikan sisa-sisa keributan yang terjadi di apartemennya. Pak Bima juga langsung datang ke apartemen Damar setelah Damar memberitahunya bahwa apartemennya dimasuki oleh orang tidak dikenal.     

"Pak Damar, boleh kita berbicara sebentar? Saya harus mengambil pernyataan dari Bapak," ujar salah satu Polisi yang datang menyelidiki apartemennya.     

Damar mengangguk lesu. "Di ruang kerja saya aja, Pak. Lewat sini." Damar berjalan sambil menunjukkan arah ruang kerjanya kepada Polisi yang mengikutinya.     

Mereka kemudian masuk ke dalam ruang kerja Damar. Sementara itu Pak Bima menunggu di luar sambil mengawasi Polisi yang sedang memeriksa apartemen Damar.     

"Kapan Bapak menyadari ada orang lain masuk ke apartemen Bapak?" Polisi yang sedang bersama Damar langsung melemparkan pertanyaan untuk Damar.     

"Kebetulan saat itu, saya sedang berada di kamar mandi. Mungkin sekitar pukul empat pagi, ketika saya dengar suara berisik dari kamar tidur saya."     

"Apa Bapak sudah memeriksa ada barang yang hilang?"     

"Saya belum sempat memeriksanya. Tapi, sepertinya mereka tidak sempat mengambil apa-apa karena saya keburu memergoki mereka."     

"Saya lihat, pelaku terluka di kepalanya."     

"Ya, itu sebagai bentuk pertahanan diri saya karena mereka langsung menyerang saya." Damar sedikit menghela napasnya. "Saya jadi harus merelakan salah satu botol minuman saya pecah karena saya pakai untuk memukulnya."     

Polisi itu hanya manggut-manggut mendengarkan keterangan yang disampaikan Damar.     

"Ada lagi yang mau Bapak tanyakan?" tanya Damar pada Polisi yang ada di hadapannya.     

"Mungkin untuk sekarang cukup sekian. Karena kami masih harus mencari apa sebenarnya motif pelaku menerobos masuk ke apartemen Pak Damar. Bisa jadi mereka memang ingin merampok atau mereka punya rencana lain, karena tidak ada barang curian di tangan mereka. Dan Pak Damsr belum melaporkan ada benda yang hilang," terang Polisi tersebut.     

"Bagaimana dengan pelaku yang melarikan diri saat seddang dibawa Petugas keamanan?" Damar kembali bertanya pada Polisi tersebut.     

"Kami pasti akan mencarinya. Untuk berjaga-jaga sebaiknya Pak Damar tinggal di tempat lain terlebih dahulu."     

Damar manggut-manggut mendengarkan ucapan Polisi tersebut.     

Polisi itu kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya pada Damar. "Terima kasih kerjasamanya. Kamu pasti akan segera menemukan pelakunya."     

Damar ikut berdiri dan menjabat tangan Polisi tersebut. "Saya tunggu kabar selanjutnya."     

Polisi itu mengangguk lalu melepaskan jabat tangannya dan segera berjalan menuju pintu ruang kerja Damar.     

"Oh, iya, Pak." Damar tiba-tiba berseru.     

Polisi itu segera menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada Damar.     

Damar menggaruk-garuk sedikit lehernya. "Ehm, saya ngga tahu ini berhubungan atau tidak dengan perampokan di tempat saya. Tapi, sepupu saya juga mengalami hal serupa. Waktu kejadiannya juga hampir bersamaan. Mungkin Bapak juga bisa menyelidiknya."     

"Akan saya masukkan itu ke dalam keterangan Bapak," sahut Polisi tersebut.     

Damar mengangguk. "Terima kasih, Pak."     

Polisi itu balas mengangguk lalu pergi meninggalkan ruang kerja Damar.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.