Bara

Suspicious Witness 7



Suspicious Witness 7

0"Pak, saya pulang dulu," pamit Reno pada Dirga dengan sedikit terburu-buru.     

"Kenapa? Kok, kamu kelihatannya terburu-buru begitu?" tanya Dirga penasaran.     

"Ada situasi darurat," jawab Reno. Ia pun segera mengenakan jaketnya dan meraih helmnya. Setelah mengenakan helmnya, ia segera berjalan menuju motornya. "Yuk, Pak." Reno menyalakan mesin motornya dan pergi meninggalkan rumah aman tersebut.     

Dirga hanya memandangi kepergian Dirga sambil berdecak pelan karena Reno langsung memacu motornya dengan kecepatan tinggi.     

----     

Reno tiba di apartemen sambil terengah-engah. Ia membuka pintu apartemen dengan cukup kencang hingga mengagetkan Arga yang hampir saja ketiduran ketika sedang mengawasi kamera pengawas yang ada di rumah aman.     

"Astaga," seru Arga kaget.     

Reno tidak mempedulikan Arga yang kaget dan berjalan ke arah komputer kerja Ben. Ia melemparkan jaket yang ia kenakan begitu saja ke sofa.     

"Woi, woi, woi, kata Ben jangan sentuh meja kerjanya," ujar Arga setengah berteriak ketika melihat Reno duduk di meja kerja Ben.     

Reno menatap Arga. "Dia nyuruh gue buat buka komputernya." Ia pun langsung duduk di meja kerja Ben. Ia melirik pada transmitter yang ada di dekat tetikus milik Ben dan langsung memasangkannya ke telinganya. Setelah itu ia segera menyalakan layar monitor milik Ben yang sengaja dimatikan oleh Ben.     

Begitu layar monitor Ben menyala, mata Reno langsung membulat begitu melihat tujuan yang sedang dituju oleh Ben. "Mau ngapain dia ke Tangerang?"     

Jari jemari Reno dengan luwes menari di atas papan ketik milik Ben. Layar monitor Ben yang tadinya hanya menampilkan peta tujuannya perlahan memunculkan gambar kamera pengawas di sekitar jalan yang akan dilalui oleh Ben.     

"Ren, Reno." Tiba-tiba suara Ben keluar dari trasmitter yang digunakan oleh Reno.     

"Lu udah sampe?" sahut Reno.     

----     

Ben sedang duduk di motornya sambil memperhatikan sebuah rumah yang berada di komplek perumahan yang ada di kota Tangerang. Komplek perumahan yang ia datangi berada tidak jauh dari bandara Soekarno Hatta. Beberapa kali Ben menyaksikan pesawat yang akan mendarat melintas di atas kepalanya.     

"Lu udah liat gue belum?" Ben tidak mempedulikan pertanyaan Reno. Ia terus menatap ke arah kemera pengawas yang ada di dekatnya.     

"Bentar. Gue baru buka komputer lu," sahut Reno.     

"Udah belum?" ujar Ben tidak sabar.     

"Udah. Gue udah liat lu."     

"Good, arahin kamera ke rumah yang pagernya warna putih."     

Reno mengikuti perintah Ben dan langsung mengarahkan kamera tersebut ke rumah yang disebut Ben.     

"Lu bisa liat, ngga, di rumah itu ada berapa orang?" tanya Ben.     

Reno kemudian mencari-cari kamera pengawas yang mungkin ada di sekitar rumah tersebut. "Kayanya rumah itu ada kamera pengawasnya." Reno kembali terdiam dan sibuk dengan papan ketik milik Ben.     

Ben dengan sabar menunggu Reno selesai memeriksa rumah tersebut.     

"Di dalam rumah itu ada sekitar sepuluh orang. Dua di depan, dua di belakang, empat orang jaga di depan kamar yang ada di lantai dua. Dua orang lagi, mereka berpencar keliling rumah," terang Reno.     

"Sepuluh, ya," gumam Ben. "Okey, gue bakal masuk ke dalam rumah itu. Awasin dua orang yang keliling."     

"Ada siapa, sih, di rumah itu?" tanya Reno penasaran.     

"Ntar aja gue ceritain," jawab Ben. "Terus awasin sekitar gue."     

----     

Dari kamera pengawas yang sedang ia perhatikan, Reno melihat Ben mengeluarkan sebilah tongkat berwarna hitam dan menyelipkannya di balik jaket yang ia kenakan. Masih dengan mengenakan helmnya, Ben berjalan ke arah rumah berpagar hitam tersebut.     

"Ni, orang mau ngapain, sih," gumam Reno. Ia pun segera mengarahkan kameranya ke rumah berpagar putih tersebut.     

Dari kamera pengawas yang ada di depan rumah tersebut, Reno bisa melihat dua orang Penjaga yang langsung menyerang Ben begitu ia menerobos memasuki rumah tersebut. Dengan cepat, Ben mengeluarkan tongkat yang ia bawa. Reno terkejut karena tongkat yang Ben Bawa tiba-tiba memanjang. Ben memukuli dua orang Penjaga itu dengan tongkat ia bawa.     

Reno terperangah melihat Ben yang ternyata bisa berkelahi. Selama ia mengenal Ben, belum pernah sekali pun ia melihat Ben berkelahi. Ia lebih sering melihat Ben berada di balik layar monitor. Pemandangan yang ia lihat kali ini, sepenuhnya baru baginya.     

Setelah Ben berhasil melumpuhkan dua orang Penjaga tersebut. Reno kembali mengalihkan perhatiannya pada kamera lain yang ada di dalam rumah. "Ben, ada yang lagi ke arah lu."     

"Oke," sahut Ben sambil sedikit terengah-engah.     

Seorang Penjaga muncul dari balik lemari kaca yang ada di rumah tersebut dan langsung menyerang Ben. Serangan itu membuat tongkat yang dipegang Ben terjatuh dan memaksanya untuk berkelahi dengan tangan kosong.     

"What the hell!" seru Reno ketika melihat Ben berkelahi dengan tangan kosong.     

Arga menoleh karena mendengar seruan Reno. Ia penasaran dengan apa yang sedang Reno lakukan dan berjalan ke arah meja kerja Ben. "Lu ngeliatin apa, sih?" Matanya kemudian tertuju pada layar monitor Ben. Ia melihat Reno sedang memperhatikan seorang pria berhelm yang sedang berkelahi. "Itu si Ben?" tanya Arga karena melihat jaket yang dikenakan pria berhelm itu mirip dengan yang dikenakan Ben ketika keluar rumah.     

Reno terkejut dengan Arga yang sudah berdiri di sebelahnya. "Kaget, ya, ternyata Ben jago berantem juga."     

"Gue pikir, dia cuma jago ngoding doang," sahut Arga.     

"Gue aja yang temen deketnya baru tau, kalo dia bisa begitu." Reno tidak percaya dengan Ben yang ternyata lihai berkelahi. Ketika mengatakan hal tersebut, Ben sedang memukul bagian dada orang yang menyerangnya. Dan dalam satu pukulan orang tersebut langsung tersungkur di lantai. Dengan cepat, Ben segera mengambil tongkat miliknya yang tadi terjatuh.     

"Lantai dua gimana?"     

Suara Ben kembali mengagetkan Reno yang terpaku. Arga menunjuk layar monitor Ben. Ada seseorang lagi yang sedang berjalan ke arah Ben.     

"Sebelum ke lantai dua, ada satu lagi yang lagi jalan ke arah lu," ujar Reno.     

"Ah, shit. Padahal gue ngga mau banyak berantem," sahut Ben sambil sedikit terengah.     

Tanpa di duga-duga, Ben mengeluarkan pisau dari saku jaketnya dan langsung melemparkannya ke arah orang yang hendak menyerangnya itu. Pisau itu menancap tepat di kepala orang tersebut.     

Mata Reno dan Arga membelalak melihatnya.     

"Beres. Lanjut lantai dua," ujar Ben.     

Reno langsung mengarahkan perhatiannya pada kamera yang ada di lantai dua.     

"Lantai dua tinggal tiga orang. Yang satu, barusan masuk ke kamar mandi," terang Reno.     

Ben segera berjalan ke arah tangga untuk naik ke lantai dua. Dari kamera pengawas, Reno bisa melihat Ben yang mengendap-endap menaiki tangga menuju lantai dua. Begitu tiba di lantai dua, Reno langsung memberitahu Ben letak kamar mandi yang ada di lantai dua.     

Para Penjaga di lantai dua belum menyadari kehadiran Ben. Sementar Ben masuk ke dalam kamar mandi dan tidak lama kemudian, ia keluar dan menutup rapat pintu kamar mandi tersebut.     

----     

Dari balik kamar tempatnya disekap, Ibu Kasmira bisa mendengar sedikit suara keributan yang terjadi di luar kamarnya. Ia tersenyum senang mendengar suara tersebut. "Ngga sia-sia saya mengajari kamu bertahun-tahun."     

Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk. Ibu Kasmira balas mengetuk pintu kamar tersebut. Setelah itu ia mundur dari pintu tersebut. Pintu kamarnya pun terbuka dan Ibu Kasmira langsung tersenyum melihat orang yang membuka pintu kamarnya.     

----     

Sambil terengah-engah Ben membuka kaca helmnya. "Harus banget bikin saya ngos-ngosan begini."     

Ibu Kasmira tersenyum. "Biar kamu ngga lupa sama yang sudah saya ajarkan."     

Sambil terengah-engah Ben tersenyum pada Ibu Kasmira. "Ayo, cepat. Saya cuma bunuh satu orang. Yang lain cuma pingsan." Ben pun langsung berbalik arah dan berjalan meninggalkan kamar tersebut. Sementara Ibu Kasmira berjalan mengikuti di belakangnya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.