Bara

Traces 9



Traces 9

0Raya mengatupkan kedua tangan di depan mulutnya ketika melihat sosok wanita tua yang keluar dari dalam kegelapan. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.     

"Dijah?" tanya Raya tidak percaya.     

"Apa kamu Yasmin?" Dijah balik bertanya dengan suaranya yang parau.     

"Saya anaknya Yasmin," sela Axel.     

Dijah langsung mengintip ke balik punggung Raya. "Benar kamu anaknya Yasmin?"     

Axel melangkah maju dan berdiri tepat di sebelah Raya.     

Dijah segera mendekati Axel dan memperhatikan wajahnya. "Mata itu--" Dijah berhenti sejenak dan tersenyum simpul pada Axel. "Mirip sekali dengan milik Yasmin."     

Axel tersenyum kikuk mendengar ucapan yang disampaikan oleh Dijah. Sementara itu, Raya kembali mencoba mendekati Dijah. Ia menyentuh pelan bahu Dijah.     

"Dijah," sapa Raya pelan.     

Dijah kemudian mengalihkan perhatiannya dan menatap Raya. "Apa saya mengenal kamu? Nampaknya wajah kamu tidak asing."     

Raya serta merta memeluk Dijah. "Tentu saja wajah saya tidak asing. Banyak yang bilang saya mirip Nenek."     

"Nenek?" Seketika Dijah melepaskan pelukan Raya. "Kamu cucunya Mbak Tinah?"     

Raya mengangguk sambil menahan haru. "Nenek sudah lama menunggu Dijah. Syukurlah Dijah masih hidup."     

Dijah menghela napas panjang. "Percuma saya hidup kalau saya sudah seperti orang mati."     

"Guys, gimana kalau kita bawa Ibu ini keluar dari sini?" seru Reno tiba-tiba.     

Axel dan Raya kompak menoleh pada Reno. Namun Dijah segera menolak permintaan Reno tersebut. "Tidak, saya tidak bisa keluar terlalu jauh. Mereka akan menemukan saya kembali." Sorot mata Dijah berubah ketakutan.     

"Siapa yang akan menemukan Dijah?" tanya Raya lembut.     

Dijah kembali mundur ke dalam kegelapan. Tubuhnya bergetar ketakutan. Sementara itu Raya menoleh pada Reno dan mendengus kesal.     

Reno mengangkat bahunya. "Mana gue tahu, kalo dia bakal begitu."     

Raya menyusul Dijah. Ia sedang duduk di lantai sambil memeluk kedua kakinya. Raya segera berjongkok di depannya dan membelainya lembut.     

Sementara itu, Reno berjalan menghampiri Axel. "Eh, kalo selama ini dia tinggal disini, siapa yang bayarin kebutuhan hidupnya? Kenapa dia ngga balik aja ke keluarganya?"     

Axel melirik pada Reno sambil memasang jari telunjuk di depan mulutnya. "Nanti aja nanyanya. Baru diajak keluar aja dia udah ketakutan. Pasti ada sesuatu. Biar Raya tenangin dia dulu."     

Reno kemudian kembali mundur ke belakang. Sementara tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdiam diri sambil bersandar pada tembok. Ia lantas mengirimkan pesan untuk Bara.     

-----     

Bara membaca pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya.     

"Surpise, kerabatnya Raya yang ada di foto itu ternyata masih hidup," tulis pesan yang dikirimkan Reno padanya.     

Mata Bara seketika membulat tidak percaya. Ujung bibirnya sedikit terangkat. Bara pun akhirnya segera menghubungi Reno.     

"Halo, Ren. Serius sodaranya Raya masih hidup?"     

-----     

Reno yang tadinya sedang bersandar di tembok rumah Dijah, diam-diam menyelinap keluar. Sementara Raya dan Axel masih berusaha untuk berbicara dengan Dijah.     

"Serius, lah. Ngapain juga gue bohong. Tapi ada yang aneh," ujar Reno.     

"Aneh gimana?" Bara kembali bertanya pada Reno.     

"Ya aneh aja. Lu pikir aja, bertahun-tahun ngga ada kabar. Kalo selama ini dia masih hidup, kenapa ngga pulang aja ke keluarganya."     

Bara terdiam sejenak setelah mendengar ucapan Reno. Meskipun Reno memang orang yang ceplas ceplos dan apa adanya, namun terkadang pemikiran ada benarnya juga.     

"Curiga ngga lu?" ujar Reno tiba-tiba.     

"Iya juga, sih," sahut Bara.     

"Akhirnya ada yang ngerti maksud gue," seru Reno.     

"Ya udah, sekarang gini aja. Lu tetap ikutin mereka berdua. Kalau ada yang mencurigakan lagi, kasih tahu gue."     

Reno menghela napas pasrah. "Mulut gue udah gatel mau nanya-nanya. Tapi, Raya sama Axel kayanya langsung percaya gitu aja sama dia."     

"Ya, lu sabar dulu aja. Tunggu sampai situasinya kondusif. Habis itu, baru lu tanya-tanya dia."     

Reno tiba-tiba menoleh ke kanan kirinya. "Kayanya ada yang ngawasin tempat ini," ujarnya pada Bara di telpon.     

"Kirimin alamatnya ke gue. Nanti gue minta Bang Ojal buat ngawasin tempat itu."     

"Oke." Reno kemudian mematikan sambungan telponnya dengan Bara. Ia kembali celingukan memperhatikan sekitarnya. Tanpa sengaja ia melihat sebuah kepala yang muncul dari balik tiang listrik yang ada di sekitar situ.     

Reno memicingkan matanya melihat orang yang sedang bersembunyi itu. Ia lalu memutuskan untuk masuk kembali ke dalam rumah.     

"Guys," seru Reno begitu ia masuk ke dalam rumah.     

Axel langsung menoleh dan kembali menyuruh Reno untuk diam.     

Reno memelotot pada Axel. "Ada orang yang ngawasin tempat ini. Mending kita bawa dia keluar dari sini."     

Kali ini Raya yang menoleh pada Reno. "Ren, diem dulu. Dijah masih ketakutan begini."     

Reno memutar bola matanya karena sedikit kesal dengan sikap Axel dan Raya. Ia berdecak pelan. "Gue bisa sabar, tapi kalau sampai ada yang tahu Dijah masih hidup, menurut lu apa dia bakal aman?"     

Raya kemudian terdiam. Ia lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada Dijah. "Dijah," ujarnya lembut. "Kita harus segera pergi dari sini. Disini sudah tidak aman lagi."     

Dijah menatap nanar pada Raya. "Kalau saya keluar, mereka akan mencoba membunuh saya lagi."     

"Kali ini, mereka ngga akan bisa mengganggu Ibu lagi," sela Axel.     

Dijah mengalihkan perhatiannya pada Axel. "Apa kamu akan membawa saya pada Yasmin?"     

Axel tertunduk sambil menghela napas panjang. Ia lalu menggeleng. "Mama sudah tiada."     

Dijah menatap Axel tidak percaya. "Jadi, mereka sudah berhasil membungkam Yasmin?"     

"Sekarang tidak lagi," jawab Axel. "Saya yang akan melanjutkan perjuangan Mama untuk memberikan keadilan pada kalian."     

Reno yang menonton mereka bertiga hanya bisa garuk-garuk kepala. Ia sudah tahu bahwa rumah Dijah sedang diawasi. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak. Ia hampir muak karena menyaksikan Raya dan Axel yang tak ubahnya seperti sedang melakukan syuting acara reality show tentang pertemuan kembali dengan keluarga yang sudah lama menghilang.     

"Ayolah, bisa dipercepat sedikit reality show-nya. Gue udah siapin save house buat Ibu Dijah," seru Reno tidak sabar.     

"Ayo, Dijah. Kita pergi dari sini," bujuk Raya.     

"Apa kalian bisa menjamin saya tidak akan bisa ditemukan oleh mereka?" tanya Dijah dengan sedikit bergetar.     

"Bisa," sahut Reno. "Tapi, kalau kita kelamaan disini, yang ada orang yang daritadi ngawasin tempat ini bakal langsung masuk kesini."     

Dijah menghela napas pasrah. "Baiklah, saya akan ikut kalian."     

Reno akhirnya bisa sedikit bernapa lega. "Finally."     

Raya dan Axel kemudian membantu Dijah untuk kembali berdiri. Mereka berdua memapahnya untuk keluar dari rumah tersebut.     

Reno keluar terlebih dahulu. Ia memperhatikan situasi di sekitar rumah sebelum menyuruh Axel dan Raya keluar membawa Dijah.     

"Aman," ujar Reno.     

Axel dan Raya kemudian berjalan keluar dari dalam rumah sambil memapah Dijah yang sedikit kesulitan berjalan. Reno membiarkan ketiganya berjalan di depan, sementara ia berjalan di belakang sambil tetap memperhatikan keadaan sekitar.     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.