Bara

The White Orchid 12



The White Orchid 12

0Keesokan harinya, seluruh anggota keluarga Pradana hadir dalam pemakaman Pak Angga. Jenazah Pak Angga di bawa ke pemakaman elit yang berada di daerah Karawang. Di kompleks pemakaman yang sama dengan Mahesa. Dengan mengenakan pakaian serba hitam mereka berjalan mengiringi peti jenazah Pak Angga.     

Sebuah tenda besar didirikan di sekitar makam Pak Angga untuk para tamu yang datang melayat. Beberapa petinggi perusahaan MG Group datang bersama dengan keluarga mereka dan ikut berbela sungkawa.     

Para Pengusaha, Politisi dan rekan-rekan Pak Angga turut hadir untuk menyampaikan duka citanya. Semuanya duduk rapi di bawah tenda yang ada di sekitar makam Pak Angga dan mendengarkan ucapan bela sungkawa yang sedang disampaikan oleh pemuka agama yang mempimpin prosesi pemakaman Pak Angga.     

Puluhan karangan bunga berjejer di sepanjang jalan menuju lokasi pemakaman Pak Angga. Wartawan dari beberapa media juga berkumpul untuk meliput.     

Selagi anggota keluarga Pradana yang lain mengikuti prosesi pemakaman Pak Angga, Damar masih belum diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit. Terpaksa ia tidak bisa menghadiri pemakaman Pak Angga dan tetap berdiam di rumah sakit. Ia mengikuti prosesi tersebut melalui berita yang ditayangkan di layar televisi. Rico datang menemaninya.     

----     

Pak Bima duduk diapit oleh Kimmy dan Pak Haryo. Tatapan matanya terus tertuju pada peti mati Pak Angga yang sebentar lagi dimasukkan ke dalam liang lahat. Ia sendiri yang memberikan keterangan kepada para Wartawan perihal penyebab kematian Pak Angga sebelum mereka memulai prosesi pemakaman Pak Angga.     

Ia mengatakan Pak Angga meninggal karena serangan jantung setelah sebelumnya dirawat bebeapa hari di rumah sakit. Para Wartawan mengubungkannya dengan berita mundurnya Pak Angga dari jajaran dewan komisaris MG Group.     

Pak Bima tidak banyak berkomentar dan hanya mengiyakan penilaian yang diberikan oleh Wartawan. Ia tidak mau muncul berita miring terkait meninggalnya Pak Angga yang bisa mengakibatkan sentimen buruk yang nantinya berpengaruh pada kinerja MG Group di lantai bursa.     

Seluruh keluarga sudah sepakat bahwa penyebab kematian Pak Angga yang sebenarnya tidak boleh sampai tercium oleh media. Pak Bima menghela napasnya sambil meremas tangan Kimmy yang duduk di sebelahnya.     

Pak Haryo yang duduk di sebelah Pak Bima pun tidak bisa melepaskan pandangannya dari peti jenazah Pak Angga. Tangannya terus menggenggam gelang pemberian Pak Angga. "Saya sudah memaafkan kamu, Angga," batin Pak Haryo.     

Ucapan wanita tua yang menyampaikan gelang tersebut padanya terus terngiang-ngiang di kepalanya. Pasti Pak Angga ingin menyampaikan permintaan maaf dan penyesalan atas sikapnya selama ini pada Pak Haryo. Sehingga ia memilih bandul berbentuk bunga anggrek untuk ia sematkan di gelang buatannya.     

Kimmy menyandarkan kepalanya di bahu Rania yang duduk di sebelahnya. Rania turut menempelkan kepalanya di kepala Kimmy dan mengusap pipi Kimmy yang masih basah karena air mata. Meskipun hubungannya dengan Pak Angga tidak terlalu baik tetapi kehilangan seorang anggota keluarga dekat tetap membuat air matanya mengalir.     

Bara duduk di sebelah Rania dan tidak banyak bicara. Ia hanya memperhatikan prosesi yang berlangsung. Ia sendiri masih tidak percaya mengapa Pak Angga memilih jalan seperti itu untuk mengakhiri hidupnya.     

Setelah kata pengantar dari pemuka agama, kerabat dan beberapa rekan yang mengiringi kepergian Pak Angga, lewat tengah hari peti jenazah mulai dikebumikan.     

Satu per satu anggota keluarga menaburkan bunga ke dalam liang tempat peti jenazah Pak Angga akan dikuburkan. Setelah itu mereka kembali duduk dan menyaksikan peti itu perlahan ditimbun oleh tanah.     

Setelah tanah sudah sepenuhnya menutupi liang lahat tempat Pak Angga dikebumikan, pemuka agama kembali memimpin doa. Kemudian anggota keluarga kembali menaburkan bunga di atas makam Pak Angga.     

Para kerabat dan rekan-rekan Pak Angga turut menaburkan bunga di atas pusara terakhir Pak Angga. Setelahnya mereka berpamitan dan pergi meninggalkan area pemakaman Pak Angga.     

----     

"Ayo, kamu juga harus segera pergi dari sini," ajak Pak Agus pada Pak Haryo yang masih termenung memandangi pusara Pak Angga.     

Seluruh tamu yang mengikuti prosesi pemakanan itu sudah pulang dan hanya menyisakan keluarga mereka.     

"Meskipun saya sudah mencoba untuk ikhlas, tapi, saya masih belum bisa percaya kalau Angga yang sekarang sudah terbaring disana," ujar Pak Haryo.     

"Sudahlah, Angga sudah beristirahat dengan tenang sekarang," timpal Pak Agus. "Kamu harus pulang dan beristirahat. Sejak kemarin kamu kurang istirahat."     

Pak Haryo mengangguk-angguk sambil menghela napas panjang. Ia kemudian berjalan menghampiri Pak Bima dan menepuk pundak Pak Bima dari belakang.     

"Iya, Pakde." Pak Bima menoleh pada Pak Haryo.     

"Saya pulang dulu," ujar Pak Haryo.     

Pak Bima mengangguk sembari tersenyum simpul pada Pak Haryo. Ia memperhatikan wajah lelah Pak Haryo dan memeluknya. "Terima kasih, Pakde."     

Pak Haryo balas memeluk Pak Bima sambil mengelus-elus punggungnya. "Kamu yang sabar, ya. Kamu pasti sanggup melewati ini semua."     

Pak Bima mengangguk pelan di pelukan Pak Haryo. Beberapa saat kemudian Pak Haryo melepaskan pelukannya.     

"Saya pamit duluan, ya," ujar Pak Haryo.     

"Iya, Pakde," sahut Pak Bima sembari menunduk. Ia menyeka hidungnya.     

Pak Haryo kemudian beralih pada Kimmy dan memeluknya sejenak sebelum pergi meninggalkan area pemakaman tersebut.     

-----     

Selepas Pak Haryo pergi meninggalkan area pemakaman, kini hanya tersisa Pak Bima, Kimmy, Rania dan Bara. Pak Bima berjalan menghampiri pusara Pak Angga dan berjongkok di sebelahnya. Ia membelai kayu yang menjadi penanda sementara makam Pak Angga.     

Rania yang sedari tadi duduk di bawah tenda, akhirnya berjalan menghampiri Pak Bima dan berjongkok di sebelahnya. Ia menepuk pelan bahu Pak Bima. "Kamu yang sabar."     

Pak Bima merunduk sambil mengangguk. "Saya masih ngga percaya Bapak pergi begitu saja."     

"Bapakmu sudah tenang sekarang," ujar Rania.     

"Ya, saya tahu," sahut Pak Bima.     

Bara dan Kimmy yang masih duduk di bawah tenda memperhatikan kedua orang tua mereka dari kejauhan.     

"You okay, Kim?" tanya Bara pada Kimmy.     

Kimmy mengangkat bahunya. "I don't know. Meskipun gue ngga dekat sama Eyang, tapi rasanya tetap mengganjal."     

Bara kemudian merangkul Kimmy. Maya yang tadinya duduk di sebelah Bara, beralih ke sebelah Kimmy dan ikut merangkulnya. Tiba-tiba Kimmy tertunduk dan terisak. Bara dan Maya membiarkan Kimmy melepaskan tangisnya.     

Setelah beberapa saat, Kimmy menghentikan tangisnya. Ia menyeka hidung dan matanya lalu menatap Bara dan Maya bergantian. "Thank you guys."     

Maya tersenyum pada Kimmy. "Kalau lu butuh teman ngobrol, lu bisa dateng ke gue kapan aja. Lu tahu, kan, gue selalu siap jadi tempat sampah lu."     

Kimmy tertawa pelan mendengar ucapan Maya. "Lu emang teman gue yang paling bisa diandelin."     

"Iya lah, temen lu kan cuma gue doang," timpal Maya.     

Beberapa saat kemudian Pak Bima dan Rania datang menghampiri mereka.     

Pak Bima menghela napasnya sembari menatap Kimmy. "Kita pulang sekarang?"     

Kimmy bangkit berdiri dan memeluk Pak Bima. "Kita pulang."     

Mereka yang tersisa akhirnya berjalan pergi meninggalkan pusara makam Pak Angga. Sebelum keluar dari gerbang komplek pemakaman Pak Angga, Pak Bima menyempatkan diri menoleh untuk yang terakhir kalinya.     

"Selamat tinggal, Pa," batin Pak Bima. Ia kemudian kembali berpaling dan bergandengan tangan dengan Kimmy meninggalkan kompleks pemakaman tersebut.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.