Bara

Sweet Apocalypse 5



Sweet Apocalypse 5

Mobil yang dikendarai Pak Agus berhenti tepat di depan rumah Hanggono. Bara dan Pak Agus memandangi pagar depan rumah Hanggono yang biasanya tertutup rapat kini terbuka lebar.     

"Saya boleh ngerokok, Pak?" tanya Bara pada Pak Agus.     

"Gimana kalo saya temani kamu?" Pak Agus balik bertanya sembari menoleh pada Bara. Ia kemudian membuka laci dashboard mobil yang dikendarainya dan mengeluarkan sekotak rokok dan sebuah pemantik.     

"Sejak kapan Bapak ngerokok lagi?"     

"Saya simpan ini sejak kematian Angga. Ayo, kita keluar sambil hirup udara segar." Pak Agus segera membuka pintu mobilnya dan keluar.     

Bara ikut keluar dari dalam mobil. Keduanya kemudian berdiri bersandar pada mobil sambil memandangi kediaman Hanggono yang kini dipenuhi oleh mobil Polisi dan Wartawan yang sudah bersiaga untuk memperoleh berita.     

Pak Agus mengambil sebatang rokok dan menyelipkannya di bibirnya. Setelah itu, ia menyodorkan bungkus rokok miliknya pada Bara. Bara menerima bungkus rokok Pak Agus dan mengambil sebatang rokok dan mengembalikannya.     

Pak Agus kemudian memasukkan bungkus rokok tersebut ke dalam saku celananya dan mengeluarkan pemantiknya. Ia menyalakan pemantiknya dan menyodorkannya pada Bara. Bara segera mendekatkan ujung rokoknya pada api yang menyala dari pemantik milik Pak Agus.     

Bara menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya di udara. Disusul dengan Pak Agus yang turut menghembuskan asap rokoknya ke udara.     

Mereka berdua menikmati rokoknya sembari menonton keramaian di kediaman Hanggono.     

"Apa dia bakal benar-benar di hukum?" tanya Pak Agus pada Bara.     

Bara kembali menghembuskan asap rokoknya ke udara. lalu mengangkat bahunya. "Entahlah. Selama masih ada yang berkepentingan sama Hanggono, kayanya dia ngga bakal dapat hukuman berat. Paling satu, dua tahun dia sudah bebas. Paling lama tiga tahun."     

"Kamu bilang, kamu bisa memutus rantai orang-orang yang melindunginya," sahut Pak Agus.     

Bara melirik Pak Agus sembari tersenyum. "Menurut Bapak, sekarang siapa yang memegang kendali atas orang-orang yang melindungi Hanggono?" Bara menghisap asap rokoknya sambil menyeringai pada Pak Agus.     

Pak Agus menatap Bara setengah tidak percaya. "Apa yang kamu sembunyikan dari saya dan Bapak?"     

Bara diam tidak menjawab dan hanya tersenyum pada Pak Agus. "Nanti juga Bapak dan Eyang akan tahu."     

Pak Agus geleng-geleng kepala melihat Bara. Tatapan mata Bara nampak berbeda dari biasanya. Sorot mata Bara berbinar-binar memandang ke arah kediaman Hanggono.     

"Apa kamu menikmatinya?" tanya Pak Agus tiba-tiba.     

Bara mengerjap-ngerjapkan matanya pada Pak Agus. "Menikmati kejatuhan Hanggono?"     

Pak Agus menganggukkan kepalanya.     

"Sedikit," ujar Bara. "Ini jauh dari perkiraan saya. Sebenarnya bukan akhir seperti ini yang saya harapkan." Rokok miliknya telah habis dan Bara langsung membuang puntungnya ke aspal lalu menginjaknya. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Matanya masih tertuju pada kediaman Hanggono.     

Para Wartawan mendadak maju ke pelataran rumah Hanggono begitu melihat sosoknya keluar dari dalam rumah. Sebuah mobil sedan Mercedes Benz tiba-tiba muncul dan membelah kerumunan Wartawan.     

"Itu pasti pengacaranya," gumam Pak Agus sambil menyenggol lengan Bara.     

Bara mengangguk. "Lihat saja, sampai kapan dia bisa membela Hanggono."     

Mata Pak Agus membulat seraya memandangi Bara. Entah apa yang sedang Bara rencanakan untuk memberikan hukuman pada Hanggono. Bara sedikit menyeringai ketika melihat Hanggono dibawa masuk ke dalam mobil Polisi.     

Bara tertawa pelan sembari membuka pintu mobilnya. "Ayo, Pak. Kita pulang. Tontonannya sudah selesai." Ia kemudian masuk ke dalam mobilnya.     

Pak Agus melirik Bara yang baru saja masuk ke dalam mobilnya. Ia seperti melihat Bara yang berbeda dengan yang selama ini ia kenal. Seakan muncul sosok lain dari pribadi Bara yang ia kenal. Pak Agus menghela napasnya dan berharap itu hanya perasaannya saja. Setelah itu, ia menyusul Bara masuk ke dalam mobil.     

-----     

Mata Hanggono terbelalak begitu Polisi banyak menemukan catatan-catatan tentang transaksi narkoba milik Ale yang kini ada di ruang kerjanya. Seingatnya catatan tersebut tidak pernah ada padanya dan hanya dipegang oleh Ale seorang.     

"Ternyata ini juga jadi sumber pendapatan Bapak," ujar Polisi yang menemukan catatan tersebut.     

"Anak sial," rutuk Hanggono di dalam hatinya.     

Polisi kembali membongkar seluruh ruang kerja Hanggono. Mereka juga meminta Hanggono untuk membuka lemari besi yang ada di bawah meja kerjanya. Awalnya Hanggono menolak, namun dengan berat hati ia membuka lemari besi miliknya.     

Begitu Hanggono membuka lemari besi miliknya. Polisi langsung segera mengeluarkan isinya dan meletakkannya di atas meja kerja Hanggono.     

Hanggono kembali dibuat terbelalak dengan apa yang ditemukan Polisi di dalam lemari besi miliknya. Seluruh berkas yang selama ini ingin ia rebut dari tangan Bara, tiba-tiba ada di dalam lemari besinya.     

Tidak berapa lama setelah Polisi menggeledah, muncul orang-orang mengenakan seragam KPK. Mereka turut membawa surat penggeledahan untuk Hanggono. Mata orang-orang KPK tersebut langsung tertuju pada berkas yang baru saja dikeluarkan dari dalam lemari besi Hanggono.     

Tidak sampai disitu, mereka kemudian membongkar laci meja kerja Hanggono.     

Hanggono sudah tidak dapat berpikir jernih ketika orang-orang KPK menemukan puluhan chip judi dari dalam lacinya. Ia hanya bisa memandangi duet Polisi dan KPK yang menggeledah ruang kerjanya sembari menghubungi pengacaranya.     

"Cepat kamu kemari," ujar Hanggono dengan penuh penekanan. Setelah itu segera mematikan sambungan telponnya.     

Tiba-tiba seseorang masuk sembari berlari dan menghampiri ketua tim Polisi yang menggeledah Hanggono. Matanya memelotot sembari menatap ke arah Hanggono ketika anak buahnya berbisik padanya. Kemudian ia berjalan tergesa-gesa meninggalkan ruang kerja Hanggono.     

Hanggono yang curiga, turut berjalan mengikuti Polisi tersebut. Mereka berjalan menuju gudang rumahnya yang terletak di belakang rumah. Pada saat mereka tiba, gudang tersebut sudah dalam keadaan terbuka yang isinya adalah puluhan paket-paket ganja siap edar.     

Ketua tim Polisi menoleh pada Hanggono yang berdiri di sebelahnya. "Kalau begini caranya, kamu akan menghadapi ancaman hukuman mati."     

Hanggono menatap nanar pada puluhan paket ganja siap edar itu. "Saya dijebak." Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada Polisi yang berdiri di sebelahnya. "Kamu percaya pada saya, kan? Saya benar-benar dijebak kali ini."     

"Sulit membuktikan bahwa kamu dijebak. Buktinya kamu memiliki catatan transaksi dengan bandar-bandar besar yang juga sedang kami incar," sahut Polisi tersebut.     

"Saya akan bantu kamu mendapatkan mereka," timpal Hanggono.     

"Kita lanjutkan nanti saja di kantor Polisi." Polisi itu kemudian meminta anak buahnya untuk segera memborgol lengan Hanggono dan membawanya pergi ke kantor Polisi.     

-----     

Mata Hanggono langsung menyipit begitu puluhan kamera Wartawan langsung menyerbu ke arahnya. Ia bungkam dan tidak berbicara apa-apa. Namun, para Wartawan merundungnya dengan berbagai pertanyaan.     

Pengacara Hanggono yang datang tepat sebelum Hanggono digelandang ke kantor Polisi langsung mengambil alih dan mengatakan bahwa nanti mereka akan mengeluarkan pernyataan resmi terkait penangkapan Hanggono.     

Sementara pengacaranya sedang berbicara dengan para Wartawan, mata Hanggono menyipit dan melihat Bara yang sedang memandanginya dari kejauhan sambil menghembuskan asap rokok.     

"Saya tidak akan tinggal diam," batin Hanggono. "Semua pasti ulahnya."     

Hanggono kemudian dibawa masuk ke dalam mobil Polisi yang sudah menunggunya. Mobil Polisi yang ditumpangi Hanggono bersisian dengan mobil Bara ketika mobil tersebut keluar dari kediaman Hanggono. Ia mendengus kesal melihat Bara yang menyeringai dari balik kaca mobilnya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.