Bara

Fast Vorbei 7



Fast Vorbei 7

0"Ray, Ray, liat ini Ray." Reno yang baru saja masuk ke dalam ruang rawat Raya berseru sembari menunjukkan layar ponselnya pada Raya.     

Raya segera melirik ponsel Reno dan melihat postingan yang ditunjukkan Reno. Mata Raya membulat, ia lalu mererbut ponsel Reno dan membaca postingan itu dengan seksama. Setelah selesai membacanya, Raya menatap Reno dengan tatapan tidak percaya. "Dia meninggal?" Ia menunjuk pada foto wanita yang mengaku sebagai Dijah di dalam postingan milik Noni.     

"Kayanya begitu," sahut Reno.     

Raya menggeleng tidak percaya. "Baru semalem dia tampil dan sekarang dia meninggal karena serangan jantung." Ia menatap Reno tidak percaya. "Apa ini ngga terlalu kebetulan?"     

Reno menghela napasnya. "Ngga ada yang namanya kebetulan, Ray. Ini pasti perbuatan orang-orang yang ada dibalik skandal itu."     

"Tapi, bukannya Hanggono juga ada di penjara?"     

Reno mengangkat bahunya. "Berarti ini perbuatan orang di atas Hanggono."     

Raya terus menatap Reno. "Ini bukan rencana kalian, kan?"     

Reno seketika mengernyitkan dahinya. "Rencana kita itu, cuma mengungkapkan kasus itu ke publik dan berharap penegak hukum bakal ngusut tuntas kasus ini. Kalau ternyata ada kejadian seperti ini, itu benar-benar di luar kendali kita."     

"Gila, ya," gumam Raya.     

"Ya, emang gila," sahut Reno. "Tapi, yang penting sekarang orang-orang udah pada tahu kebusukan mereka."     

"Menurut lu, kasus itu bakal diusut tuntas apa ngga?" tanya Raya.     

"I don't know. Cuma mereka yang diatas sana yang tahu. Bisa aja beberapa minggu lagi kasus ini menghilang gitu aja dan digantiin sama kasus lain."     

"Gue bener-bener ngga habis pikir sama orang-orang itu."     

"Ya, ngga usah dipikirin, Ray. Meskipun mereka lolos di dunia, masih ada hukum akhirat yang bakal menghukum mereka."     

Raya mendelik pada Reno. "Tumben kata-kata lu bisa bener begitu."     

"Ya abis, mau gimana lagi. Kita emang ngga bisa ngelawan kekuatan yang ada di atas sana. Kasus ini bisa sampai di publik juga udah bagus," sahut Reno.     

"Iya juga, sih."     

"Oh, iya. Bara ngajak kita liburan minggu depan," ujar Reno.     

"Really? Di saat begini kalian masih bisa mikirin soal liburan. Gue malah masih mikirin kerangka Dijah yang masih diselidikin sama Polisi," timpal Raya.     

"Soal itu lu ngga usah khawatir. Udah diurus sama Bara supaya kerangka milik Dijah cepat dikembalikan ke keluarga lu," terang Reno.     

"Bara udah ngurus soal itu?" tanya Raya tidak percaya.     

Reno mengangguk. "Ya, mungkin masih makan waktu sedikit, karena Polisi perlu tahu penyebab kematian dan sebagainya. Tapi, cepat atau lambat bakal dikembaliin ke keluarga lu, kok."     

Raya bergumam sembari manggut-manggut mendengarkan kata-kata Reno.     

"Jadi gimana? Mau ikut, ngga?" Reno kembali bertanya pada Raya.     

"Emang mau kemana?"     

Reno tersenyum lebar. "Pokoknya lu ngga bakal nyesel kalo ikut. Kita tinggal bawa badan sama tas aja." Reno tiba-tiba melirik jahil pada Raya. Ia lalu berbisik di telinga Raya. "Sekalian bawa bikini."     

Raya menepak lengan Reno. "Apaan, sih, lu."     

Reno mengelus-ngelus lengannya yang baru saja ditepak Raya. "Serius, bawa bikini. Kita mau ke pantai."     

Raya tersenyum melihat Reno yang mengelus-ngelus lengannya. "Oke, gue perlu refreshing setelah kejadian kemarin."     

"Nah, gitu dong." Reno kembali menggoda Raya. "Bawa yang two pieces, ya."     

"Ngarep." Raya menjulurkan lidahnya pada Reno.     

-----     

Kinan tanpa sadar menjatuhkan ponselnya begitu ia mendengar kabar yang baru saja disampaikan oleh papanya. Ia lalu menatap nanar pada Axel yang berdiri di sebelahnya. Mereka baru saja tiba di rumah.     

"Kenapa?" tanya Axel penasaran.     

"Eyang," gumam Kinan pelan. Ia tercekat setelah menyebut 'Eyang'.     

Axel semakin penasaran dengan apa yang baru saja dikatakan papanya pada Kakak perempuannya hingga membuatnya tercekat ketika menyebut 'Eyang'. "Ada apa sama Eyang?"     

Seketika Kinan menyandarkan kepalanya ke dada Axel. Sambil terisak, ia mengatakan apa yang baru saja dikatakan papanya di telpon. "Eyang meninggal di tahanan." Ia kemudian menangis tersedu.     

Axel tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Kinan. Meskipun ia tidak dekat dengan Hanggono, tapi berita kematian Hanggono cukup membuatnya terkejut. Terlebih lagi ia meninggal di dalam tahanan. Melihat Kinan yang menangis di dadanya, Axel akhirnya mau tak mau memeluknya. Ia mengusap-ngusap punggung Kinan yang sedang tersedu dalam pelukannya.     

----     

"Jam berapa sekarang?" tanya Maya begitu ia terbangun di sebelah Bara.     

Bara sudah terduduk sambil bersandar pada kepala tempat tidur dan menonton berita yang sedang ditayangkan di televisi. "Udah hampir jam makan siang."     

Maya melenguh pelan. "Really? Kok, lu ngga bangunin gue?"     

Bara mengalihkan pandangannya dari layar televisi dan menatap Maya. "Lu tidur kaya bayi."     

Maya tersenyum mendengar ucapan Bara lalu meregangkan tubuhnya. Semalam ia merasa tubuhnya seringan bulu ketika dirinya dan Bara mencapai puncak kenikmatan mereka bersama-sama hingga ia bahkan tidak sanggup untuk membuka matanya. Seketika seluruh otot di tubuhnya seakan melayang entah kemana. Hal terakhir yang masih bisa ia rasakan adalah Bara yang memberikan kecupan lembut di keningnya. Selanjutnya, tanpa bisa dicegah, ia akhirnya tertidur lelap dengan sisa-sisa kenikmatan yang masih ia rasakan.     

Dengan mata yang masih setengah terbuka, Maya kemudian mengalihkan perhatiannya pada layar televisi yang sedang di tonton Bara. "Ada berita apa, sih?"     

Bara diam tidak menjawab dan tetap memfokuskan perhatiannya pada berita sela yang sedang ditampilkan. Ia lantas memperbesar volume suara televisi tersebut.     

Mata Maya langsung terbuka lebar ketika pembawa berita mengatakan Hanggono, Politisi yang belum lama ini ditangkap karena sejumlah kasus membelitnya, meninggal di dalam tahanan. Maya pun langsung mengalihkan perhatiannya dari layar televisi dan menengadah untuk melihat ekspresi wajah Bara.     

Tatapan Bara nampak dingin ketika mendengar berita tersebut. Ia bahkan tidak berkedip. "Bara," panggil Maya lembut seraya menyentuh lengannya.     

Bara terkesiap dan segera menoleh pada Maya. "Hmm."     

"You okay?"     

"I'm okay," jawab Bara sembari membelai kepala Maya. Ia kemudian kembali mengalihkan perhatiannya pada layar televisi.     

Maya kemudian bangkit dari tidurnya dan duduk di sebelah Bara sambil menyandarkan kepalanya di bahu Bara. Matanya turut menatap layar televisi yang ada di depan mereka.     

"Sebenarnya apa harapan lu sebelum lu mutusin buat buka skandal itu ke publik?" tanya Maya.     

Bara terdiam.     

Maya bersabar menunggu Bara menjawab pertanyaannya.     

Perlahan Bara mulai membuka mulutnya. "At least, gue harap Hanggono bakal dihukum dulu atas semua perbuatannya. Dengan dia mati seperti ini, semua kejahatannya yang gue kumpulin itu jadi sia-sia."     

"But, orang-orang diatas sana ngga bakal biarin Hanggono buka mulut lebih banyak lagi," sahut Maya.     

"Gue juga udah mikirin soal itu. Makanya gue keluarin skandal itu. Tapi--" Bara tertawa pelan. Ia menoleh pada Maya dan menatap Maya dalam-dalam. "Gue akhirnya dapat pembalasan buat kematian Bokap gue tanpa harus mengotori tangan gue sendiri. Jadi, menurut gue ini sudah fair."     

Maya menatap Bara tidak percaya.     

"Gue tebak, narasumber yang semalan jadi bintang tamu di acara Mbak Noni, pasti nasibnya sekarang sama kaya Hanggono. Coba lu cek. Gue daritadi belum buka handphone sama sekali." Bara meminta Maya untuk segera memeriksa ponselnya.     

Maya segera beralih ke sisi lain tempat tidur dan meraih ponselnya. Ia pun langsung membuka media sosialnya. Matanya kemudian menatap Bara dan layar ponselnya bergantian.     

"You right," ujar Maya tidak percaya. Ia lalu menunjukkan sebuah postingan milik Noni yang sudah di post ulang oleh akun Mulut Lambe.     

"See?" sahut Bara. "Mereka itu gampang ditebak."     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.