Bara

Est-ce La Fin? 3



Est-ce La Fin? 3

0Sementara Maya, Kimmy dan Raya sedang berbelanja keperluan mereka untuk berlibur menggunakan kartu kredit milik Bara, si empunya kartu kredit justru sedang mendengarkan laporan bulanan yang sedang disampaikan oleh Damar.     

Rencananya untuk berhenti menggantikan Pak Haryo kini hanya tinggal rencana. Pak Haryo tidak membiarkan Bara keluar dari perusahaan dan memintanya untuk terus menduduki posisinya tersebut. Meski kini ia diawasi langsung oleh Pak Haryo.     

Pak Bima memilih untuk tetap menduduki posisinya sebagai pengganti Pak Angga. Dan Damar menjalankan tugasnya sebagai CEO seperti biasa.     

Pak Agus yang paling bergembira karena kini ia tidak perlu lagi berada di kantor sepanjang hari. Karena tugasnya sebagai tangan kanan Pak Haryo sudah kembali. Dan, karena saat ini Pak Haryo lebih banyak menghabiskan waktu di kediamannya, ia pun jadi lebih banyak berada di rumah ketimbang harus pergi ke kantor. Keduanya hanya datang ke kantor pada saat ada pertemuan atau rapat penting.     

Selepas rapat bulanan, mereka semua kembali ke ruangan masing-masing. Sedangkan Pak Haryo dan Pak Agus langsung pulang ke kediaman Pak Haryo di Bogor.     

Bara duduk bersandar di kursinya sambil memejamkan matanya. Ia kemudian teringat sesuatu dan kembali keluar dari ruang kerjanya. Bara menghampiri Bang Jali yang sedang berada di ruang pantri.     

"Eh, kok, lu kesini," ujar Bang Jali. Ia langsung celingukan untuk memastikan tidak ada yang melihat dirinya bersama Bara di pantri.     

"Abang yakin ngga mau ikut liburan bareng gue?" tanya Bara.     

Bang Jali langsung menggeleng. "Lu aja, deh, yang muda-muda. Gue takut mabok kalo pergi jauh-jauh. Gue pergi paling jauh cuma ke kampungnya bini gue. Itu juga gue mabok pas di jalan."     

Bara tertawa pelan mendengar ucapan Bang jali. "Sayang banget Abang ngga bisa ikut."     

"Ngga apa-apa, kok, beneran," sahut Bang Jali untuk meyakinkan Bara bahwa dirinya tidak masalah jika tidak ikut pergi berlibur karena itu sudah keputusannya sendiri.     

Bara hanya bisa menghela napasnya. "Kalo gitu, Abang bisa kan, nolongin gue sekali lagi?"     

"Gue, sih, kapan aja siap nolongin lu," ujar Bang Jali.     

Bara kemudian mengeluarkan sebuah kunci dan selembar kertas kecil dari saku jas yang ia kenakan dan menyerahkannya pada Bang Jali. "Abang terima ini."     

Bang Jali mengernyitkan dahinya. "Apa, nih?"     

"Abang dateng aja langsung ke alamat yang ada disitu," jawab Bara sambil mengerling pada Bang Jali. "Tolong dijaga ya, Bang. Kali ini ngga bakal ada Satpol PP yang bakal gusur Abang." Bara menepuk bahu Bang Jali lalu meninggalkannya yang masih terpaku dengan kunci dan alamat pemberian Bara.     

-----     

Axel menyiapkan surat pengunduran dirinya dari MG Group. Di dalam kamarnya, ia memandangi kata-kata yang baru saja ia ketikkan di layar laptop miliknya. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya.     

"Masuk," seru Axel dari dalam kamarnya tanpa menoleh ke pintunya.     

Seseorang yang mengetuk pintu kamarnya kemudian segera masuk. Ia berjalan mendekati Axel yang sedang duduk menghadap ke layar laptopnya dan meletakkan baki berisi makanan di sebelah lengan Axel.     

Axel melirik tangan yang baru saja meletakkan baki di sebelah tangannya. Ia terkejut lalu mendengadahkan wajahnya dan melihat wanita paruh paya yang kini berdiri di sebelahnya. Ia heran melihat Istri papanya yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Selama ini wanita itu bahkan tidak pernah menatapnya lama dan lebih memilih untuk mengabaikannya.     

Wanita itu tersenyum canggung pada Axel. "Gimana keadaan kamu?"     

Axel pun ikut canggung dengan situasi yang sekarang sedang dihadapinya. "Masih harus pake ini aja," jawab Axel sembari menunjuk pada penyangga leher yang ia gunakan.     

Wanita itu manggut-manggut mendengar jawaban Axel. "Bagus lah kalo begitu. Dimakan kuenya, Mama tinggal dulu." Wanita itu kemudian berjalan pergi meninggalkan kamar Axel.     

Axel masih terdiam memproses apa yang baru saja wanita itu katakan padanya. "Mama?" gumamnya pelan. Ia kemudian menoleh pada wanita itu yang kini sudah berdiri di bibir pintu kamarnya dan hendak keluar. Tiba-tiba Axel berseru. "Ma."     

Wanita itu langsung menoleh pada Axel. "Ada apa? Kamu perlu sesuatu?"     

"Boleh minta pendapatnya sebentar?" jawab Axel.     

Wanita yang baru saja ia panggil Mama, berjalan mendekati Axel. "Pendapat soal apa?"     

Axel menunjuk pada layar laptopnya. "Aku lagi bikin surat resign."     

"Oh," sahut mamanya. Wanita itu kemudian membaca surat pengunduran diri Axel yang ada di layar laptopnya. "Kamu selama ini kerja di MG Group?" tanya mamanya ketika ia selesai membaca surat pengunduran diri Axel.     

Axel mengangguk.     

"Kenapa kamu mau resign?"     

Axel menghela napasnya sembari menatap layar laptopnya. "Kerjaan aku disana udah selesai. Waktunya cari kerjaan lain."     

"Kamu mau kerja apa setelah ini?"     

Axel mengangkat bahunya. "I don't know."     

"Kamu ngga mau bantuin Kakak sama Papa kamu?"     

Axel mengangkat bahunya. "Nanti aku pikir-pikir dulu."     

"Ya sudah kalau begitu. Langsung aja kamu kirim surat pengunduran diri kamu. Menurut Mama, segitu juga udah cukup menjelaskan alasan kamu mau mundur."     

"Oke, kalo begitu."     

Mamanya kemudian menepuk bahu Axel. "Jangan menganggur terlalu lama. Kalau kamu ngga mau bantuin Kinan sama Papa, nanti Mama coba kontak teman-teman Mama."     

"Ngga perlu, Ma. Aku bisa cari sendiri."     

"Kan, Mama bilang kalau kamu mau. Kalau kamu tidak mau, ya, ngga apa-apa."     

"Makasih buat tawarannya."     

"Kalau kamu perlu sesuatu, kamu bilang pada Mama."     

Axel kembali mengangguk. "Thanks, Ma."     

Mamanya ikut mengangguk. Ia kemudian membelai pelan kepala Axel. Wanita itu perlahan mulai membuka hatinya untuk menerima kehadiran Axel setelah ia melihat sendiri bagaimana Axel membela Kinan ketika seorang pria paruh baya hampir memukulnya. Fakta bahwa Axel adalah anak hubungan hasil gelap suaminya dengan wanita penghibur, perlahan ia kubur dalam-dalam. Ia berharap dengan menerima kehadiran Axel, ia pun bisa berdamai dengan masa lalu tersebut.     

-----     

Malam hari sepulang kerja, Bang Jali langsung pergi ke alamat yang diberikan Bara padanya. Matanya terbelalak tidak percaya begitu tiba di alamat yang diberikan Bara. Sebuah bangunan ruko tiga lantai dengan design bagian depan menyerupai bangunan kuno ala yunani berdiri terpampang di hadapannya. Ia bahkan tanpa sadar membuka mulutnya ketika melihat bangunan ruko tersebut.     

Bang Jali berjalan mendekati ruko tersebut dan membukanya menggunakan kunci yang diberika Bara. Tas yang sedang dipegang Bang Jali seketika terjatuh ke lantai begitu melihat isi bangunan tersebut. Bagian dalam ruko tersebut ternyata sudah ditata serupa dengan cafe-cafe masa kini.     

Ia kemudian menelusuri bagian dalam ruko tersebut. Semakin ia masuk ke dalam ruko tersebut, semakin ia tidak dapat berkata-kata dengan apa yang sudah Bara persiapkan untuknya. Ia tiba-tiba teringat pada bangunan warkop semi permanennya yang sudah dirubuhkan oleh Petugas Satpol PP. Bara mengganti warkopnya dengan bangunan yang sepuluh, dua puluh, bahkan seratus kali lebih baik.     

Kini ia memiliki warkop sekaligus tempat untuk tinggal. Ruang kecil yang dahulu ia gunakan untuk berisitirahat di dalam warkopnya, kini berganti dengan ruangan besar nan nyaman. Lantai tiga ruko miliknya sudah ditata menyerupai tempat tinggal. Bang Jali tersenyum lebar menatap tempat tinggal barunya.     

"Semoga Abang suka." Bara tiba-tiba mengirim pesan untuknya.     

Senyum Bang Jali semakin lebar setelah membaca pesan dari Bara. Ia sama sekali tidak menyangka Bara akan melakukan semua ini untuknya.     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.