Preloaded
Preloaded
Sambil berjalan, ia memandangi satu persatu tamu undangan yang hadir. Ia kemudian memandang seorang pria paruh baya yang sedang berdiri memegangi gelas tinggi berisi Sampanye. Mata mereka bertemu. Wanita itu tersenyum tipis pada pria yang saat ini sedang dipandanginya. Gelas di tangan pria tersebut lolos dari tangannya dan mengeluarkan bunyi 'prang' yang mengagetkan seluruh ruangan yang tengah sunyi. Seorang pelayan dengan cekatan menghampiri dan segera membersihkan pecahan gelas kaca tersebut. Sementara pria itu perlahan mundur dan berbalik arah dengan wajah ketakutan.
"Satu," bisik wanita tersebut.
Matanya kembali menyapu ruangan tersebut. Kini ia menemukan sosok pria tua yang juga memandangnya dengan tatapan ketakutan. Pria tua ini bergeming dan terus menatap wanita yang berdiri sekitar dua meter darinya. Wanita itu memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. Ia bahkan tanpa sadar mengepalkan tangannya. Jika saja saat ini tangannya sedang memegang senjata tajam, maka wanita itu tidak akan segan-segan untuk menarik pelatuknya dan mengarahkannya tepat ke kepala si pria tua itu. Pria tua itu pun ikut mengepalkan tangannya. Dadanya kembang kempis menahan amarah. Wanita itu berdecak pelan ketika melihat ketakutan yang terpancar dari wajah pria tua itu.
"Dua," batinnya.
Wanita itu akhirnya mengalihkan perhatiannya dari pria tua itu dan kembali melangkah. Pandangannya sudah tertuju pada seorang pria muda yang sedang berdiri di depan panggung. Tatapannya yang semula berkilat penuh amarah kini berubah lembut. Rasa rindunya membuncah ketika memandang pria muda tersebut. Semakin dekat jaraknya dengan pria muda tersebut, semakin ia tidak bisa menyembunyikan matanya yang tengah berkaca-kaca. Pria muda itu kini juga sedang terpana memandang ke arahnya. Antara kaget, tidak percaya, senang, sedih, ia tidak tahu pasti apa yang ia rasakan. Di dadanya berjejalan semua emosi yang tidak bisa ia jelaskan. Wanita itu kini berdiri di hadapannya. Mata mereka bertemu.
"Akhirnya kita bertemu lagi, Nak."
*****