Bara

Bring back memories (1)



Bring back memories (1)

0Jumat malam seperti yang Bara janjikan, Bara tiba di warung milik Bang Jali dengan mengendarai mobil BMW X7 miliknya. Begitu tiba, Bara memarkirkan mobilnya di ruko yang berada tidak jauh dari warung kopi milik Bang Jali. Setelah selesai memarkirkan mobilnya, Bara segera turun dan berjalan menuju warung Bang Jali. Ketika Bara masuk ke dalam warung Bang Jali, di sana Pak Ardan sudah duduk menunggu Bara ditemani dengan segelas teh manis hangat.     

"Kamu kelihatan beda ya," sapa Pak ardan begitu Bara muncul di hadapannya. Bara muncul dengan mengenakan setelan kaus turleneck hitam yang dibalut dengan jaket parka yang juga berwarna hitam.     

"Bapak sehat?" Bara balas menyapa Pak Ardan.     

Bara menghampiri Pak Ardan dan hendak mencium tangan Pak Ardan. Namun, sebelum Bara sempat menyentuh tangan Pak Ardan, pria paruh baya itu buru-buru menarik tangannya.     

"Ngga usah basa-basi lah, lagian kita ngga punya hubungan apa-apa," ujar Pak Ardan.     

Bara hanya menarik napasnya melihat sikap Pak Ardan yang dingin terhadapnya.     

"Eh, kapan datang Bar?" Tanya Bang Jali ketika keluar dari dalam bilik di warungnya dan melihat Bara sudah berada di sana.     

"Gue baru aja datang bang," jawab Bara.     

"Udah makan belum lu?" Bang Jali kembali bertanya pada Bara.     

"Udah bang," jawab Bara singkat.     

"Dia sih sekarang ngga usah lu tanya udah makan apa belum, pasti udah makan lah dia, kan dia sekarang udah banyak duit." Pak Ardan menimpali dengan dingin.     

Bara hanya diam dan tidak mau ambil pusing dengan perkataan Pak Ardan. Dirinya tidak mau membuat keributan sebelum mereka berangkat menuju kampung halaman Pak Ardan.     

"Kita mau berangkat kapan?" Tanya Pak Ardan.     

"Kalau bapak sudah siap, kita bisa berangkat sekarang," sahut Bara.     

"Ya sudah kita berangkat sekarang," seru Pak Ardan.     

"Kita pamit ya, Bang." Bara berpamitan pada Bang Jali.     

"Iya, lu berdua hati-hati ya."     

Bara segera berjalan keluar dari warung Bang Jali. Pak Ardan menyusul di belakangnya. Bang Jali tiba-tiba menarik lengan Pak Ardan yang hendak melangkah keluar.     

"Jagain Bara, kalau sampai dia kenapa-kenapa tamat riwayat lu," ancam Bang Jali sambil memegangi lengan Pak Ardan.     

"Iya tenang aja, gue bakal jagain dia."     

Bang j9ali melepaskan cengkramannya pada lengan Pak Ardan dan membiarkannya keluar. Begitu tiba di luar, Pak Ardan kembali menoleh pada Bang Jali.     

"Makasih udah mau nolongin gue, Jal," ujar pak ardan.     

"Gue bukan nolongin lu, gue nolongin Bara." Bang Jali berkata tegas pada Pak Ardan.     

Pak Ardan hanya tersenyum mendengar perkataan Bang Jali dan kembali berjalan menyusul Bara.     

Bang Jali mengamati keduanya dari kejauhan. Entah mengapa ucapan terima kasih yang dilontarkan Pak Ardan membuat Bang Jali menjadi sedikit tidak nyaman.     

"Semoga mereka ngga kenapa-kenapa," batin Bang Jali.     

-----     

Bara menghampiri mobilnya yang terparkir di depan ruko tidak jauh dari warung milik Bang Jali.     

"Ini mobil kamu? bagus juga selera kamu," seru Pak Ardan ketika tiba di depan mobil Bara.     

Bara tidak menghiraukan perkataan Pak Ardan dan membukaan pintu mobilnya untuk Pak Ardan. Pak Ardan segera masuk ke dalam mobil Bara. Bara segera menyusul masuk ke dalam mobilnya dan duduk di balik kemudi. Pak Ardan terlihat sedang mengagumi bagian dalam mobil milik Bara.     

"Kamu ngga bawa Supir?" tanya Pak Ardan ketika Bara sedang menyalakan mesin mobilnya.     

"Ngga, saya suruh dia pulang," jawab Bara singkat.     

"Kenapa ngga kamu suruh dia aja yang nyetir, perjalanan kita kan lumayan jauh?"     

"Biar saya bisa leluasa ngobrol sama Bapak, banyak yang harus Bapak ceritakan ke says," jawab Bara sambil menoleh ke arah Pak Ardan.     

Pak Ardan terdiam mendengar jawaban Bara.     

"Ya sudah, kita jalan sekarang, sambil menemani kamu, saya akan ceritakan apa yang saya tahu," ucap Pak Ardan.     

Perlahan mobil yang dikendarai Bara bergerak meninggalkan parkiran ruko dan menuju sebuah desa yang terletak di Lembang, Bandung.     

"Bapak bisa mulai cerita sekarang," pinta Bara pada Pak Ardan.     

Pak Ardan menghela napas sejenak dan mulai bercerita tentang pertemuan pertama mereka di tepi sungai.     

***     

Seorang pria berpakaian safari berlari keruangan Pak Angga dengan tergesa-gesa.     

"Pak, Bapak harus lihat ini!" Pria tersebut memperlihatkan sebuah foto di ponselnya yang baru saja dikirimkan oleh anak buahnya kepada Pak Angga.     

Pak Angga memperhatikan foto yang ditunjukkan anak buahnya itu. Pada foto tersebut nampak siluet Pak Ardan dan Bara yang sedang berdiri di depan sebuah mobil.     

"Jadi, si Ardan sudah ketemu Bara?" gumam Pak Angga.     

"Anak buah kamu masih mengikuti mereka?" tanya Pak an8gga pada anak buahnya.     

"Masih, Pak."     

"Bagus kalau begitu, sepertinya saya tahu kemana tujuan mereka."     

"Lalu Bapak mau saya tugaskan apa ke mereka?"     

"Untuk sekarang, tetap ikuti mereka, tunggu perintah saya selanjutnya."     

"Baik, Pak." Pria berpakaian safari tersebut kemudian keluar dari ruangan Pak Angga dan menginstruksikan kepada anak buahnya untuk tetap membuntuti mobil yang saat ini sedang mereka ikuti.     

"Saya pastikan kalian berdua tidak akan bisa kembali," seringai Pak Angga.     

Pak Angga kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Bang Ojal. Setelah beberapa kali nada panggil, akhirnya Bang Ojal mengangkat panggilan dari Pak Angga.     

"Kamu harus bergerak, sepertinya mereka berdua pergi ke kampung tempat mereka tinggal sepuluh tahun lalu, kamu tentu ingat tempat itu kan?" Terang Pak Angga.     

"Baiklah, kalau begitu kamu harus berangkat malam ini, pastikan mereka berdua tidak akan muncul lagi disini." Pak Angga memberi perintah pada Bang Ojal. Pak Angga kemudian menyelesaikan panggilannya dan mengambil sebatang cerutu dari atas meja nakas yang ada di belakangnya. Pak Angga memotong bagian ujung cerutunya dan membakarnya. Setelah terbakar, Pak Angga menyesap cerutu miliknya. Pak Angga menghembuskan asapnya perlahan, seiring dengan itu juga tawa Pak Angga pecah. Pak Angga merasa kali ini Dewi Fortuna kembali berada dipihaknya.     

***     

"Ardan bego, ngapain itu orang kabur terus sekarang mau pulang kampung," umpat Bang Ojal ketika selesai menerima telpon dari Pak Angga.     

Bang Ojal segera mengambil ponselnya yang lain dan menelpon seseorang.     

"bangsat, ngga tahu apa ini lagi darurat, malah ngga angkat telpon dari gue." Bang Ojal terlihat kesal karena telponnya tidak diangkat.     

Bang Ojal akhirnya memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepada orang yang tadi dia hubungi dan berharap orang tersebut segera membaca pesannya.     

Setelah mengirim pesan, Bang Ojal segera bergegas untuk berangkat menuju kampung halaman Pak Ardan yang saat ini sedang dituju oleh Pak Ardan dan Bara. Bang Ojal berharap anak buah Pak Angga yang lain tidak bergerak mendahului dirinya.     

***     

Penyidik swasta sewaan Pak Haryo membaca pesan yang dikirimkan Bang Ojal padanya dan segera menelpon balik Bang Ojal. Baru satu kali nada panggil, Bang Ojal sudah mengangkat telponnya dan mengeluarkan seluruh kata-kata kebun binatang karena penyidik itu tidak mengangkat telpon darinya.     

"Tenang, Jal. Anak buah gue selalu nempel sama Mas Bara, kalau ada apa-apa mereka pasti maju," terang penyidik tersebut menenangkan Bang Ojal.     

"Situasi ini bisa kita manfaatin untuk dapat bukti baru, ingat jangan sampai lu ketahuan," seru penyidik tersebut memperingatkan Bang Ojal.     

Setelah mendengarkan perkataan Bang Ojal, penyidik tersebut mematikan telponnya dan segera mempersiapkan dirinya untuk menyusul Bang Ojal dan menjalankan rencana yang sudah dipersiapkan oleh Bang Ojal.     

***     

"Bapak tahu Ibu nyimpen kalung ini?" Tangan kiri Bara mengeluarkan sebuah kalung dari balik jaket parka yang dia kenakan. Kalung peninggalan Mamanya yang selama ini disembunyikan oleh Istri Pak Ardan.     

Pak Ardan menerima kalung tersebut dan memperhatikannya. Pak Ardan menggeleng.     

"Sebelum Ibu meninggal dia ninggalin surat dan kalung ini buat saya," terang Bara.     

Pak Ardan membuka liontin yang terdapat pada kalung tersebut. Dirinya tertegun begitu melihat ukiran di dalam liontin tersebut.     

"Jadi alasan dia manggil kamu dengan nama Bara, itu karena dia tahu kalau itu memang nama kamu, dan dia menyembunyikan kalung ini karena ini adalah satu-satunya identitas yang melekat di kamu," ujar Pak Ardan bergetar.     

"Kenapa Ibu menyembunyikan kalung ini dan ngga cerita soal kalung ini ke Bapak?"     

"Mungkin dia takut ada keluarga yang akan menjemput kamu kalau ada yang tahu tentang kalung ini," kenang Pak Ardan.     

Pak Ardan menatap jalanan yang semakin gelap di hadapannya.     

"Seandainya kamu memberitahu saya tentang kalung ini, mungkin keadaannya akan berbeda saat ini, Dek." Mendadak batin Pak Ardan terasa sangat sesak .     

"Setidaknya kehadiran kamu waktu itu bisa membuat dia bahagia," gumam Pak Ardan pelan.     

Bara yang mendengar gumaman pelan Pak Ardan berpura-pura tidak mendengarnya dan tetap fokus pada jalanan di depannya.     

"Apa Bapak menyesal sudah menolong saya waktu itu?" tanya Bara tanpa mengalihkan pandangannya.     

"Yang saya tahu waktu itu adalah kehadiran kamu membuat Istri saya bahagia, itu saja sudah cukup buat saya."     

"Jadi, Bapak ngga menyesal sudah nolong saya?"     

"Mau menyesal pun kita ngga bisa mengembalikan waktu. Saya kabur terus menerus pun percuma, kalian pasti menemukan saya."     

Pak ardan memandang Bara yang sedang menyetir mobilnya. Melihat Bara saat ini, Pak Ardan kembali terbayang Bara kecil yang dulu dia temukan penuh luka.     

"Saya ingat, dulu kamu selalu lari ketakutan kalau dengar suara petasan, bahkan saking takutnya kamu sampai gemetar," ucap Pak Ardan.     

"Makanya dari dulu sampai sekarang saya ngga suka malam tahun baru, karena pasti suara petasan di mana-mana, lebih baik saya ngumpet," timpal Bara.     

Pak Ardan tertawa kecil mendengar ucapan Bara, dia teringat ketika Bara pernah berlari ketakutan karena ada tetangga mereka yang tiba-tiba menyalakan petasan. Bara berlari sambil ketakutan dan sesampainya di rumah seluruh tubuh Bara gemetar sampai seperti kehabisan napas. Kala itu, Istri Pak Ardan dengan sabar menenangkan Bara yang ketakutan.     

"Tunggu, Pak. Apa waktu Bapak nemuin saya itu setelah tahun baru?" seru Bara.     

"Sepertinya iya, karena malam sebelumnya ada layar tancap di kampung, dan itu di adakan hanya setahun sekali ketika malam tahun baru."     

Bara berpikir sejenak tentang rasa takutnya pada suara petasan.     

"Apa mungkin ini ada hubungannya sama kecelakaan itu?" batin Bara.     

Bara menyadari rasa takutnya pada suara petasan terlihat sangat berlebihan, karena jika dia mendengar suara petasan Bara merasa seolah suara ledakan petasan itu dapat mengancam nyawanya. Tubuh Bara akan gemetar hebat dan napasnya menjadi sesak. Bahkan jika Bara tidak sanggup untuk mengendalikan dirinya, Bara akan merasa sekitarnya menjadi gelap dan selanjutnya Bara hanya tahu dirinya sudah tergeletak di lantai.     

"tiiiiiiiiin!" Sebuah mobil muncul dari arah berlawanan pada tikungan yang mereka lewati dan membuyarkan lamunan Bara. Bara yang terkejut segera membanting stirnya ke kanan dan mengakibatkan mobil yang mereka tumpangi menjadi oleng. Bara bergegas menyelaraskan kembali mobilnya dan kembali fokus menyetir.     

"Bapak ngga kenapa-napa, Pak?" tanya Bara pada Pak Ardan yang berada di sebelahnya.     

"Saya ngga kenapa-kenapa, kalau kamu capek, kita istirahat dulu saja."     

Bara kemudian menghentikan mobilnya di bahu jalan. Bara menyandarkan kepalanya pada tuas kemudi.     

"Kamu ngga ada minuman?" tanya Pak Ardan.     

"Ada di belakang, Pak." Jawab Bara.     

Pak Ardan segera bergerak ke kursi belakang dan mengambil sebotol minuman. Pak Ardan kemudian membukakan minuman tersebut dan menyerahkannya pada Bara.     

"Kamu minum dulu," ucap Pak Ardan.     

Bara menerima minuman pemberian Pak Ardan dan segera meminumnya. Setelah mengendalikan dirinya, Bara kembali membawa mobilnya ke lintasan jalan raya dan melanjutkan perjalanan.     

Menjelang subuh, mereka tiba di kampung halaman yang dituju. Bara memarkirkan mobilnya di halaman balai desa setelah sebelumnya meminta ijin pada penjaga yang berjaga di pos keamanan balai desa tersebut. Bara segera menurunkan sandaran kursinya sehingga dia bisa merebahkan tubuhnya.     

"Mau kemana, Pak?" tanya Bara ketika melihat Pak Ardan membuka pintu mobilnya.     

"Mau tanya-tanya sama pejaga, sudah kamu istirahat aja."     

"Hati-hati, Pak!"     

"Iya."     

Pak Ardan kemudian keluar dari dalam mobil dan menghampiri penjaga yang sedang duduk di pos keamanan. Sedangkan Bara memejamkan matanya karena sudah tidak kuat menahan kantuk. Bara menutupi matanya dengan lengannya. Esok pagi Bara akan menelusuri jejak tempat pertama kali dirinya ditemukan oleh Pak Ardan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.