Bara

The letter



The letter

0Minggu pagi, Bara bergegas pergi ke hotel yang dituliskan pada surat pemberian Mamanya. Sesampainya di hotel tersebut, Bara segera menuju meja Resepsionis dan menunjukkan kunci yang dia bawa. Resepsionis tersebut kemudian menelpon atasannya. Tidak berapa lama seorang pria paruh baya datang dan memperkenalkan dirinya sebagai Manager hotel. Manager hotel tersebut kemudian meminta kunci yang dibawa Bara sembari mengajak Bara pergi meninggalkan meja resepsionis. Bara dibawa menuju sebuah ruangan penyimpanan khusus yang ada di dalam hotel tersebut. Ruang penyimpanan khusus itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang sanggup membayar dengan biaya yang cukup mahal. Pihak hotel menjamin kerahasiaan dan keamanan barang-barang yang disimpan di ruang penyimpanan tersebut. Ruang penyimpanan tersebut berada jauh dari keramaian hiruk pikuk kegiatan hotel. Untuk sampai ke sana, mereka harus masuk ke dalam perpustakaan hotel lalu masuk melalui pintu rahasia yang hanya bisa dibuka oleh Manager hotel. Di balik pintu rahasia tersebut, terdapat sebuah pintu baja besar yang dilengkapi dengan sensor sidik jari dan pemindai wajah. Manager hotel kemudian menempelkan telapak tangannya pada sensor sidik jari dan mendekatkan wajahnya pada kamera kecil yang digunakan sebagai pemindai wajah. Tidak perlu menunggu lama, pintu baja di hadapan mereka pun terbuka dan tampaklah deretan lemari besi yang berjejer rapi sampai menyentuh langit-langit ruangan tersebut. Di depan masing-masing lemari besi terdapat dua buah lubang kunci. Manager tersebut kemudian memasukkan kunci miliknya dan milik Bara secara bersamaan. Ketika lemari besi sudah terbuka, ternyata masih ada satu lapisan pengaman lagi berbentuk papan tombol angka.     

"Saya akan tunggu di luar, jika Mas Bara sudah selesai bisa panggil saya kembali," ucap Manager hotel setelah selesai membuka pintu brankas dengan kunci.     

"Baik, Pak. Terima kasih," ucap Bara sambil menganggukan kepalanya.     

Manager hotel kemudian meninggalkan Bara seorang diri di ruang penyimpanan tersebut.     

Bara memandangi papan tombol angka di hadapannya. Ia kemudian mengeluarkan surat yang dibawanya dan memasukkan deretan angka yang ada di kertas tersebut ke papan tombol di hadapannya. Setelah selesai memasukkan angka-angka tersebut, terdengar bunyi 'klik' dan pintu brankas di hadapan Bara terbuka. Bara membuka brankas tersebut. Brankas tersebut berisi sebuah amplop coklat besar. Bara mengambil amplop coklat besar yang ada di dalam brankas tersebut dan melihat sekilas isi amplop tersebut. Bara memutuskan untuk membuka isi amplop tersebut setelah dia kembali ke villa. Bara bergegas menutup kembali brankas tersebut dan segera menemui Manager hotel yang menungguinya di depan ruang penyimpanan. Manager hotel segera menutup bagian luar brankas tersebut dan mengembalikan kunci milik Bara. Bara dan manager hotel segera pergi meninggalkan ruang penyimpanan. Manager hotel tersebut mengantar kembali Bara sampai ke lobi hotel. Keduanya kemudian berpamitan.     

"Bara!"     

Bara menoleh, mencari sumber suara yang memanggilnya. Dari jarak beberapa meter, Bara melihat Damar yang setengah berlari ke arahnya.     

"Kebetulan banget ketemu lu disini, lu nginep disini juga?" tanya Damar.     

Damar melirik amplop coklat yang sedang dipegang Bara.     

"Ngga, gue cuma sarapan aja. Kata orang-orang sarapan disini enak, jadi gue mau cobain," jawab Bara.     

Bara mencoba menyembunyikan amplop coklat yang dibawanya.     

"Oh, lu sama siapa ke Bali?" Damar berpura-pura tidak mengetahui jika Bara pergi ke Bali bersama Kimmy.     

"Gue sama Kimmy."     

"Dia ngga ikut ke sini?"     

"Dia masih tidur pas mau gue ajak ke sini."     

"Sekarang lu mau kemana?"     

"Gue mau balik lagi ke villa, mau lanjut tidur."     

"Kalo gitu gue ikut ya? Kapan lagi kan kita bertiga bisa kumpul di Bali."     

"Oke, lu ngga mau ambil barang-barang lu dulu?"     

"Gampang itu sih."     

Sebenarnya Damar juga tidak menginap di hotel tempatnya bertemu dengan Bara saat ini. Pagi-pagi, Damar sudah mengikuti Bara melalui penyadap yang dia pasang. Damar ingin mengetahui apa yang dilakukan Bara di hotel tersebut. Melihat Bara keluar hotel membawa sebuah amplop coklat, membuat Damar curiga Bara mengambil sesuatu di hotel tersebut.     

"Ya udah kalo gitu." Bara kemudian menelpon Supir yang mengantarnya dan mengatakan dirinya sudah selesai dan sudah menunggu di lobi hotel.     

Tidak berapa lama kemudian, mobil Bara tiba.     

"Pak, Bapak pulang naik taksi aja, biar saya aja yang nyetir." Damar membuka pintu pengemudi dan meminta Supir yang menjemput Bara untuk keluar dari dalam mobil dan kembali ke villa dengan menggunakan taksi.     

"k8alau saya terserah Mas Bara saja." Supir Bara melirik ke arah Bara seolah bertanya apakah dirinya harus tetap berada di dalam mobil atau menuruti keinginan Damar.     

"Lu yakin mau nyetir?" tanya Bara pada Damar.     

"Iyalah, tenang aja, gue ngga bakal nyasar."     

Bara kemudian mengangguk ke arah supirnya. Supir Bara melangkah keluar dari kursi pengemudi.     

"Oh iya Pak, ini ongkosnya." Damar memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan kepada Supir Bara.     

"Terima kasih, Mas."     

Damar masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi.     

"Ya udah, hati-hati di jalan ya, Pak. Kalau ada apa-apa telpon saya aja," ucap Bara sambil menepuk bahu supirnya dan menyusul Damar masuk kebdalam mobil. Setelah bara sudah duduk di sebelahnya, Damar segera menyalakan mobil dan meninggalkan lobi hotel.     

"Ada-ada aja kelakuan orang kelebihan duit," ucap Supir Bara sambil menyaksikan mobil yang tadi dibawa olehnya pergi meninggalkannya di lobi hotel.     

***     

Perjalanan kembali ke villa yang harusnya cepat, menjadi sedikit lebih lama karena Damar mampir di beberapa tempat untuk membeli makanan yang dia klaim merupakan favorit Kimmy setiap kali dia datang ke Bali. Sepanjang perjalanan mereka berdua juga banyak mengobrol membahas berbagai macam hal, mulai dari yang serius sampai hal remeh temeh. Begitu mereka tiba di villa, mereka mendapati Kimmy sedang berjemur di kursi santai yang berada di tepian kolam renang.     

"Kim, ada tamu nih," seru Bara sembari berjalan menghampiri Kimmy ke pinggir kolam renang.     

"Tamu? Siapa? Kayanya gue ngga ngundang teman ke sini," jawab Kimmy tanpa menoleh ke arah Bara.     

"Lu ngga mau nyambut Kakak lu yang ganteng ini?" Sahut damar.     

Kimmy terkejut mendengar suara Damar dan langsung menoleh.     

"Kok lu bisa ada disini?" Tanya kimmy keheranan.     

"Ya bisa lah," jawab Damar ringan.     

Damar kemudian menghampiri Kimmy dan duduk di kursi santai yang ada di sebelahnya.     

"Gue tinggal dulu, ya." Ucap Bara.     

"Lu mau kemana? Ngga mau santai dulu di sini?" Kimmy buru-buru bertanya pada Bara.     

"Ngga, kalian berdua aja, gue mau lanjut tidur lagi," jawab bara singkat.     

"Yah, ngga seru lu!" Seru kimmy.     

"Udah biarin aja dia tidur dulu," ujar Damar.     

"Bye." Bara berbalik dan berjalan kembali menuju kamarnya yang berada di bangunan utama.     

"Nih gue bawain sarapan," ucap Damar sambil mengeluarkan makanan yang dibawanya. Kimmy melirik makanan yang dibawa Damar.     

"Lu tahu aja kalo gue laper."     

"Iyalah, Mas Damar gitu loh," seru Damar bangga.     

"Apaan sih lu, ngga banget deh," Kimmy menimpali sambil menggambil makanan yang dibawa Damar. Damar memperhatikan Kimmy yang makan dengan lahap di hadapannya.     

Sementara itu, Bara melihat keduanya dari jendela kamarnya. Bara tersenyum melihat keakraban antara Kimmy dan Damar. Ada rasa lega ketika melihat keduanya perlahan kembali dekat. Bara kembali menutup jendela kamarnya. Bara kemudian mengambil posisi duduk di lantai dan segera membuka amplop coklat yang dibawanya dari hotel. Ketika membuka amplop tersebut, Bara terkejut karena amplop tersebut berisi tentang data keuangan MG Group sepuluh tahun lalu dan beberapa foto. Bara memperhatikan foto tersebut, sepertinya foto tersebut diambil secara diam-diam. Pada foto tersebut Bara melihat sosok yang mirip dengan Pak Angga sedang berjabat tangan dengan seorang pria. Selain itu, terdapat beberapa lembar rekening koran atas nama Pak Angga.     

"Jangan-jangan ini--" Bara memikirkan kemungkinan bahwa apa yang dipegangnya saat ini merupakan bukti tindak korupsi yang dilakukan oleh Pak Angga.     

Bara kemudian memeriksa kembali isi di dalam amplop coklat tersebut. Ada sebuah amplop putih. Pada bagian depannya terdapat tulisan tangan 'Untuk Bara'. Bara segera membuka amplop putih tersebut dan membaca isinya.     

***     

"Dear, anakku Bara     

Jika surat ini sampai ke tangan kamu, kemungkinan besar Mama dan Papa sudah tidak lagi berada disisimu. Kamu mungkin merasa kesepian, tapi Mama percaya kamu pasti dikelilingi orang-orang baik yang akan selalu menemani kamu. Tidak banyak yang bisa Mama katakan selain Mama dan Papa sangat menyayangi kamu. Sayangnya, kebersamaan kita hanya berlangsung dalam waktu yang cukup singkat. Mama masih sangat ingin memelukmu, menemani kamu pergi kesekolah, membantu kamu mengerjakan tugas, mama ingin hadir disetiap momen berhargamu, bahkan mama sudah membayangkan bagaimana kamu akan bercerita tentang gadis yang membuatmu berdebar-debar. Semoga gadis itu tidak lebih cantik daripada Mama. Tapi Mama percaya, siapa pun gadis yang berhasil menggetarkan hati anak kesayangan Mama ini, pastilah dia gadis yang beruntung."     

Bara berhenti sejenak dan tersenyum simpul membaca bagian tentang gadis yang akan menggetarkan hatinya. Bara kembali melanjutkan membaca surat miliknya.     

"Begitu cepat waktu berlalu, kamu pasti saat ini sudah tumbuh menjadi pria muda yang tampan, pintar dan tentunya kamu memiliki apa yang diimpikan semua orang. Uang dan kekuasaan. Mama harap kamu bisa menggunakan apa yang kamu punya dengan bijak dan bertanggung jawab. Jangan pernah sekali pun kamu menjadi orang yang serakah. Mama sadar keadaan keluarga besar kita sedang tidak baik. Keadaan semakin tidak baik ketika Papamu menemukan bukti-bukti kecurangan yang mereka lakukan di belakang Eyangmu. Kecurangan ini tidak hanya melibatkan anggota keluarga Pradana namun juga beberapa Pejabat berpengaruh. Wajar saja, ketika mereka mengetahui Papamu sudah mengetahuinya, mereka mulai membujuknya. Namun Papamu tetap kukuh pada pendiriannya dan berencana akan melaporkan semuanya. Mereka yang merasa terancam, pelan-pelan mulai mengusik kehidupan keluarga kita. Semakin hari ancaman mereka semakin menjadi-jadi. Jika kamu sedang membaca surat ini, itu artinya usaha mereka untuk membungkam Papamu sudah berhasil. Papamu adalah seseorang yang penuh perhitungan, dia sudah menyiapkan rencana cadangan untuk membongkar semuanya. Dengan bantuan beberapa teman dekat kami, kami menyembunyikan bukti ini sampai pada waktunya kamu sendiri yang akan membukanya. Kamu bisa menggunakan bukti-bukti ini untuk melawan mereka dan melakukan apa yang tidak sempat Papamu lakukan. Kami berdua yakin kamu akan mampu membongkar semuanya. Kami sangat menyayangimu, maafkan kami yang hanya sebentar menemanimu.     

We love you, my precious, bara."     

Seketika dada Bara terasa sesak setelah membaca surat yang ditinggalkan mendiang Mamanya. Sesak dengan perasaan campur aduk yang tidak bisa dia jelaskan. Bara semakin merasa sesak karena dia tidak bisa mengingat kenangan bersama kedua orang tua kandungnya. Bara kembali membuka amplop coklat tersebut, berharap akan ada surat lain yang tertinggal. Namun alih-alih menemukan surat, bara menemukan sebuah foto kecil. Foto masa kecilnya bersama kedua orang tua kandungnya. Di foto tersebut, mereka bertiga seperti sedang piknik di sebuah taman. Kedua orang tuanya menghadap kamera dan tersenyum. Sementara Bara kecil duduk diantara kedua orang tuanya dan sedang memainkan bola kecil di tangannya. Rasa sesak semakin memenuhi dadanya. Tanpa sadar air matanya mengalir. Bara segera bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Bara membasuh wajahnya berkali-kali. Namun alih-alih merasa lega, Bara justru semakin merasa sesak. Bara berteriak untuk melampiaskan perasaannya. Bara menggenggam erat pinggiran wastafel dan menundukkan kepalanya. Sekuat tenaga bara menahan agar tangisnya tidak pecah, namun sesak didadanya semakin menjadi. Bara terduduk dan menutupi wajahnya dengan salah satu tangannya. Tidak ada isak tangis yang keluar, hanya air mata yang perlahan membasahi pipinya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.