Bara

Somehow familiar



Somehow familiar

0"Baik, Eyang. Saya akan lebih hati-hati." Bara menutup telponnya.     

Pagi sekali Pak Haryo sudah menelpon untuk memperingatkan dirinya agar jangan sampai ada yang mencurigai identitasnya, sekaligus memberitahukan untuk beberapa minggu ke depan dirinya akan berada di luar negeri. Bara memandang suasana ibukota yang masih sedikit gelap, jika ia kembali tidur dia khawatir akan bangun telat dan terlambat ke kantor. Bara akhirnya berganti pakaian training dan memutuskan untuk berlari pagi disekitaran komplek apartmentnya.     

Setelah berlari cukup lama, Bara memutuskan untuk beristirahat dan duduk di bangku yang tersedia di trotoar jalan sambil memperhatikan beberapa kendaraan yang lewat. Petugas kebersihan sudah lebih dulu memulai paginya, di saat banyak orang masih tertidur mereka sudah mulai menyapu jalanan dan membersihkan beberapa sampah yang terlihat berserakan. Bara bangkit berdiri dan membantu seorang pria paruh baya yang sedang memungut beberapa sampah. Pria itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun ketika Bara membantunya. Begitu selesai dia hanya menundukkan badannya dan pergi meninggalkan Bara. Bara memandangi pria itu berjalan menjauhinya. Bara tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena ditutupi oleh topi dan rambutnya yang gondrong menutupi wajahnya. Bara merasa tidak asing dengan cara berjalan pria tersebut. Setelah beberapa saat terdiam, Bara kemudian tersadar cara berjalan tersebut mirip dengan Bapak. Bara berusaha mengejar orang tersebut. Tapi sayangnya, pria tersebut sudah menghilang. Bapaklah satu-satunya yang bisa dia tanyakan bagaimana dirinya bisa berakhir tinggal bersama dirinya dan istrinya selama sepuluh tahun belakangan.     

"Itu Bapak apa bukan ya," pikir Bara sambil terus berusaha mencari pria yang baru saja ia bantu.     

"Sial, cepat banget hilangnya," umpat Bara setelah gagal mengejar dan menemukan orang tua tersebut. Bara akhirnya memutuskan untuk kembali ke apartmentnya.     

Pak Ardan memperhatikan Bara dari tempatnya bersembunyi. Bara terlihat sedang mencarinya kesana-kemari. Bertemu bara bukanlah hal yang ia inginkan saat ini. Bisa-bisa dirinya berada dalam bahaya jika dia menampakkan diri di hadapan Bara saat ini. Sudah cukup sial dirinya dikejar Penagih Hutang sampai harus tinggal berpindah-pindah. Sejauh ini dirinya sudah berhasil lolos dari kejaran para penagih hutang, dia tidak ingin jika dirinya bertemu Bara saat ini, para Penagih Hutang tersebut akan kembali mengejarnya. Pikirnya, lebih baik para Penagih Hutang itu mengejar Bara. Lagipula Bara bukanlah siapa-siapa baginya. Baginya, Bara hanyalah beban yang harus dia jauhkan dari hidupnya setelah istrinya tiada.     

"Kayanya gue harus pindah lagi," batin Pak Ardan.     

Bara tiba di apartmentnya, begitu membuka pintu apartemennya, Bara mencium aroma nasi goreng yang menguar dari dalam apartmentnya.     

"Loh, saya pikir Mas Bara masih tidur," ucap Mbok Inah yang kaget melihat Bara baru masuk ke dalam apartemen.     

Mbok Inah, asisten rumah tangga yang ditugaskan untuk mengurus apartmen Bara. Setiap harinya Mbok Inah akan datang pagi dan menyiapkan sarapan untuk Bara, setelah Bara berangkat dia akan membersihkan apartemen, dan akan pulang begitu menyelesaikan semua tugas hariannya.     

"Mas Bara mau makan dulu? Biar Mbok siapkan di meja makan."     

"Boleh Mbok, kebetulan sudah lapar tadi abis lari pagi."     

Mbok Inah bergegas menyiapkan sarapan untuk Bara di meja makan. Sambil menunggu, Bara menyalakan televisi dan menonton saluran berita pagi.     

"Sarapannya sudah siap, Mas." Mbok Inah menghampiri Bara dan memberitahukan bahwa sarapannya sudah siap.     

Bara melangkah menuju meja makan. Begitu tiba di dekat meja makan, Bara merasa kepalanya agak pening. Bara sampai berpegangan pada kursi yang ada di meja makan untuk mencegah agar dirinya tidak terjatuh.     

"Mas Bara ngga kenapa-kenapa?" tanya Mbok Inah yang sudah berada di samping bara dan memegangi lengan Bara. Mbok Inah kemudian membantu Bara untuk duduk.     

"Ngga apa-apa, Mbok. Cuma capek aja," ucap Bara sambil memijat keningnya perlahan.     

"Bener Mas?" Mbok Inah kembali bertanya untuk memastikan keadaan Bara.     

"Iya ngga apa-apa." Bara berhenti memijat keningnya dan berusaha memperlihatkan bahwa dirinya baik-baik saja.     

"Ya sudah kalau begitu, kalau ada apa-apa kasih tahu Mbok ya Mas."     

"Iya Mbok."     

"Tunggu Mbok," Bara kembali memanggil Mbok Inah.     

"Ada apa, Mas?"     

"Jangan kasih tahu Eyang sama Kimmy soal yang barusan ya Mbok," pinta Bara.     

Meskipun ragu, Mbok Inah akhirnya mengangguk.     

"Terima kasih, Mbok."     

Mbok Inah kemudian kembali mengerjakan pekerjaannya yang lain. Bara melanjutkan menyantap nasi goreng buatan Mbok Inah sebelum ia bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.     

***     

Pagi- pagi Damar sudah tiba di kantor. Meskipun masih mengalami jetlag dia memaksakan dirinya untuk tetap berangkat ke kantor. Setelah menyapa beberapa karyawan yang kebetulan berpapasan dengannya, Damar segera masuk ke dalam ruangannya. Karena merasa sangat mengantuk Damar akhirnya kembali keluar dari ruangannya dan menuju pantry. Para OB yang sedang bersiap di pantry terkejut dengan kehadiran Damar yang tiba-tiba di dalam pantry.     

"Ada yang bisa dibantu, Pak?" Arga dengan sigap menghampiri Damar dan menawarkan bantuan.     

"Tolong beliin kopi dibawah. Café latte triple shoot tanpa gula," ucap Damar sambil menyerahkan kartu uang elektronik miliknya.     

"Baik, Pak." Arga menerima kartu uang elektronik milik Damar.     

"Kalau kamu mau, kamu beli sekalian aja pakai kartu saya," ujar Damar.     

"Terima kasih, Pak."     

"Nanti langsung antar ke ruangan saya," ucap Damar sebelum meninggalkan pantry.     

Arga mengangguk.     

Damar bergegas keluar dari ruangan pantry setelah memberikan instruksi pada arga. Melihat Damar yang sudah meninggalkan pantry para OB yang sedang berkumpul langsung menghela napas lega. Mereka sangat gugup begitu melihat Damar tiba-tiba datang ke pantry. Bara yang kebetulan sudah ada di pantry, memperhatikan bos muda yang baru saja memberikan instruksi pada Arga.     

"Yang tadi itu siapa Bang?" tanya Bara pada Arga.     

"Pak Damar, dia baru balik dari tugas di luar negeri," jawab Arga.     

"Mukanya familiar Bang."     

"Iyalah familiar, dia kan Kakaknya Mbak Kimmy."     

"Oh." bara mengangguk mendengar penjelasan Arga.     

"Jadi dia Kakaknya Kimmy," batin bara.     

"Sini Bang, biar gue yang beliin pesanannya, sekalian gue mau turun." Bara menawarkan diri untuk membelikan pesanan kopi milik Damar.     

"Jangan sampai salah lu." Arga memperingatkan sambil menyerahkan kartu uang elektronik milik Damar.     

"Abang mau ga? tadi kan Abang ditawarin sama dia."     

"Boleh deh satu, sekali-kali minum kopi mahal," jawab Arga sambil terkekeh.     

"Sipp."     

Bara bergegas turun ke bawah untuk membelikan kopi untuk Damar dan Arga.     

----     

Setelah cukup lama menunggu sampai pesanan kopi miliknya selesai dibuat, Bara akhirnya kembali ke kantor dengan membawa tiga buah kopi. Kopi miliknya dia bayar menggunakan uangnya sendiri. Bara khawatir damar akan merasa dimanfaatkan jika pada bukti pembeliannya ada tiga buah kopi yang dibayarkan dengan menggunakan uangnya.     

"Nih Bang kopinya," ucap Bara sambil menyerahkan kopi yang ia bawa pada Arga.     

"Puunya gue yang mana?" tanya Arga.     

"Ada namanya tuh di kopi masing-masing" terang bara.     

Arga membaca satu per satu nama yang tertera pada kopi yang dibawa Bara.     

"Yaudah, sekalian aja lu anterin ke ruangan Pak Damar, gue mau ngopi dulu," ucap arga santai sambil membawa pergi kopinya dan duduk di salah satu sofa yang ada di pantry.     

Sementara itu Bara pasrah mengantarkan kopi pesanan milik Damar ke ruangannya.     

Selama berjalan menuju ruangan Damar, Bara memikirkan bagaimana jika Damar mengenalinya. Bagaimana pun juga menurut cerita Kimmy, dulu mereka bertiga sangat akrab. Bara tiba di depan ruangan Damar. Sebelum mengetuk pintu ruangannya, Bara berusaha mengenyahkan pikirannya tentang damar yang mungkin saja mengenalinya. Bara kemudian mengetuk pintu ruangan Damar. Dari dalam ruangan, Damar mempersilahkan masuk. Bara masuk ke dalam ruangan Damar. Tanpa diduga di dalam ruangan tersebut Damar sedang tidak sendirian. Damar bersama dengan seorang pria paruh baya yang kalau tidak salah dengar, Bara mendengar Damar memanggil orang tersebut dengan panggilan Papa. Mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu yang cukup serius. Bara berjalan mendekati meja kerja Damar dan meletakkan kopi milik Damar diatas meja kerjanya.     

"Tunggu," panggil Damar ketika Bara akan meninggalkan ruangan tersebut.     

"Ada apa pak?" tanya Bara sedikit gugup.     

"Kartu saya mana?"     

Bara teringat dia belum menyerahkan kartu uang elektronik milik damar. Bara meraba-raba kantong baju dan celananya, Bara hampir panik ketika tidak menemukan kartu milik Damar di semua kantungnya. Akhirnya Bara menemukan kartu milik damar yang tidak sengaja ikut masuk ke dalam dompetnya ketika Bara memasukkan kartu miliknya.     

"Ini, Pak." Bara menyerahkan kartu milik Damar.     

"Kamu baru ya, saya kayanya baru lihat?" tanya Damar.     

"Iya pak, baru beberapa minggu yang lalu saya masuk," Bara berusaha menjawab sealami mungkin.     

"Oh pantas, kamu masuk pas saya lagi di tugas diluar, selamat bergabung." Damar bangkit berdiri dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Bara. Bara ragu-ragu menyambut uluran tangan Damar, namun akhirnya menjabat tangan Damar.     

"Damar." Damar memperkenalkan dirinya pada Bara.     

"Ranu." Bara balas memperkenalkan dirinya sebagai Ranu kepada damar. Dalam hatinya Bara ingin sekali memperkenalkan dirinya sebagai Bara dan melihat bagaimana reaksi Damar ketika tahu bahwa orang yang saat ini sedang berjabat tangan dengannya adalah sepupunya sendiri. Tapi dia teringat pesan Eyang tadi pagi untuk menjaga identitasnya.     

"Kalau begitu, selamat bekerja, semoga awet kerja disini," ucap Damar sambil menepuk-nepuk bahu bara.     

"Terima kasih, Pak."     

"Saya permisi dulu, Pak," bara melanjutkan perkatannya dan pamit undur diri dari ruangan Damar.     

Bara menyenderkan badannya dibalik pintu begitu dia keluar dari ruangan damar. Jantungnya berdegup kencang. Jika saja dia salah bertindak ketika berada didalam ruangan damar, bisa-bisa identitasnya akan terbongkar.     

"Ngapain kamu buang-buang waktu kenalan sama OB?" tanya Pak Bima kepada Damar begitu Bara keluar dari ruangan Damar. Damar hanya menjawab dengan mengangkat bahunya. Ada perasaan tidak asing yang tidak dapat Damar jelaskan ketika dia berbicara sebentar dengan Bara.     

"Eyang kamu menyuruh kita untuk menyelidiki karyawan-karyawan yang baru masuk tiga bulan terakhir ini."     

"Ada keperluan apa kita sampai harus menyelidiki mereka?"     

"Menurut Eyangmu, Bara mungkin sudah masuk kedalam perusahaan ini."     

Damar hanya mengangkat alisnya ketika mendengar penjelasan Papanya. Sekali lagi Damar merasa aneh dengan perilaku papa dan eyangnya perihal Bara. Jika benar Bara memang sudah masuk kedalam perusahaan, bukankah itu hal yang bagus, mengapa mereka sampai harus menyelidikinya. Bara adalah keluarga mereka juga, dan itu artinya Bara juga berhak atas perusahaan ini.     

"Kamu dengar penjelasan Papa barusan?" tanya Pak Bima.     

Damar menatap Papanya, sejujurnya Damar tidak memperhatikan apa yang diucapkan Papanya barusan. Pikiran damar melayang begitu Papanya menyampaikan ada kemungkinan Bara sudah masuk ke lingkungan perusahaan.     

"Papa sudah kumpulkan data karyawannya, kalau kamu sedang luang tolong kamu selidiki," pinta Pak Bima kepada Damar.     

"Baik, Pa." Damar tidak bisa menolak perintah yang diberikan Papanya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.