Bara

Remainder



Remainder

0Pagi-pagi sekali Kimmy sudah menjemput Bara di apartemennya. Hari ini mereka akan berangkat ke kediaman Pak Haryo. Bara tidak lupa membawa liontin yang minggu lalu baru dia temukan di rumah kontrakannya.     

"Kim, bukannya kita turun kebawah?" tanya Bara ketika Kimmy menekan tombol lantai paling atas pada papan tombol di lift.     

"Kendaraan kita di atas, Eyang udah nunggu kita buat sarapan bareng," jawab Kimmy.     

Setibanya di lantai paling atas, Bara dan Kimmy segera menuju landasan helikopter yang ada disana. Disana sudah menunggu sebuah helikopter untuk mengantar mereka ke kediaman Pak Haryo. Seorang Pilot langsung menyalakan mesin helikopter tersebut ketika Kimmy dan Bara tiba di landasan.     

Setelah terbang sekitar tiga puluh menit, mereka akhirnya tiba di kediaman Pak Haryo. Pak haryo sudah menunggu mereka di seberang landasan helikopter di belakang pekarangan rumahnya. Senyumnya terkembang melihat Bara dan Kimmy. Kimmy langsung berlari kecil menghampiri dan memeluk pak haryo. Sementara Bara berjalan santai dibelakangnya. Setelah Kimmy melepas pelukannya, Bara menghampiri Pak Haryo dan mencium tangannya.     

"Kamu sehat?" tanya Pak Haryo pada Bara.     

"Sehat Eyang," jawab Bara.     

"Tapi muka kamu pucat begitu." Pak Haryo memperhatikan wajah Bara yang terlihat pucat.     

"Dia kayanya udah lapar Eyang," Kimmy menimpali ucapan Pak Haryo.     

"Ya kalau begitu, ayo kita langsung sarapan aja," ajak Pak Haryo.     

Mereka bertiga kemudian pergi meninggalkan landasan helikopter dan segera melangkah masuk ke dalam rumah.     

Sesampainya di dalam rumah mereka segera menuju ruang makan. Kimmy begitu bersemangat melihat menu nasi uduk kesukaannya sudah tersedia di atas meja. Sementara itu Bara telihat tidak banyak bicara.     

"Kamu kenapa, Bara?" tanya Pak Haryo disela-sela makannya.     

"Dari tadi Eyang perhatikan, kamu seperti sedang memikirkan sesuatu," lanjut Pak Haryo.     

"Ah ngga ada apa-apa eyang," jawab Bara sedikit gugup.     

Bara terdiam sejenak, kemudian Bara mengeluarkan liontin yang dia temukan di rumah kontrakannya dan menaruhnya d iatas meja makan.     

"Eyang tahu kalung ini?" Bara bertanya pada Pak Haryo sambil menggeser kalung tersebut kearah pak haryo.     

Pak haryo mengambil kalung tersebut dan memperhatikannya.     

"Kamu dapat darimana kalung ini?"     

"Sebelum ibu yang mengurus saya meninggal, beliau sempat memberikan kalung ini ke saya."     

Pak Haryo kemudian menekan batu permata berwarna hijau zamrud yang ada ditengah liontin kalung tersebut. Liontin tersebut pun terbuka. Pak Haryo menunjukkan isi liontin tersebut pada Bara. Di dalam liontin tersebut terdapat foto seorang anak laki-laki sedang tersenyum lebar. Di sisi satunya terdapat ukiran bertuliskan 'My precious, Bara'.     

"Kamu tidak ingat ini kalung milik siapa?" Pak Haryo kembali bertanya pada Bara.     

Bara menggelengkan kepalanya.     

"Kalung ini milik Rania, Mamamu," terang Pak Haryo.     

Hati Bara mencelos begitu Pak Haryo mengatakan bahwa kalung yang ia temukan itu adalah milik mendiang Mamanya. Pak Haryo mengembalikan kalung tersebut kepada Bara. Bara memperhatikan kalung tersebut dengan seksama sambil berusaha menggali ingatannya tentang kalung tersebut. Di tengah usahanya mendapatkan kembali ingatannya tentang kalung tersebut, Bara merasa kepalanya seperti dihantam sebuah batu besar. Bara tidak dapat menahan sakitnya dan refleks menjatuhkan kalung tersebut. Kedua tangannya memegangi kepalanya yang kesakitan. Pak Haryo dan Kimmy sontak berdiri dari kursinya dan segera menghampiri bara.     

"Bar, Bara, lu kenapa?" Kimmy mencoba memanggil Bara.     

Bara yang kesakitan tak menghiraukan ucapan Kimmy.     

Bara merasa sakit di kepalanya semakin menjadi, pandangan Bara mengabur akibat sakit kepalanya tersebut. Bara masih bisa mendengar Pak Haryo memanggil namanya. Bara kembali mencoba memandang sekelilingnya. Pandangannya semakin kabur dan suara Pak Haryo menjadi terdengar sangat jauh. Tiba-tiba Bara terjatuh tak sadarkan diri dari kursinya.     

***     

Bayangan seorang wanita penuh luka memeluk erat putranya muncul di mimpi Bara. Bara bisa melihat wanita tersebut membisikkan sesuatu kepada putranya. Tanpa sengaja matanya beradu pandang dengan putra wanita tersebut, ada kesedihan mendalam yang Bara rasakan. Wanita itu perlahan melepas pelukannya dan anak lelakinya perlahan pergi menjauh. Ada sesuatu yang ia genggam erat didadanya. Bara mencoba mengejar anak lelaki tersebut. Akan tetapi langkahnya yang tadinya ringan terasa semakin berat. Sementara anak lelaki itu terus melangkah kedalam kegelapan. Tiba-tiba saja dia memutar badannya dan menangis dengan keras. Ketika Bara hampir bisa menggapai anak lelaki tersebut, muncul tangan-tangan hitam dari dalam tanah yang mencoba menariknya ke dalam tanah. Bara berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari tangan yang berusaha menariknya itu. Di tengah usahanya tersebut, dengan tatapan sedih anak lelaki itu menatap bara untuk terakhir kalinya dan kemudian pergi meninggalkannya. Perlahan tubuh Bara tertelan ke dalam tanah tempatnya berpijak.     

***     

Bara bangkit dari tidurnya dengan peluh membasahi seluruh tubuhnya. Napasnya tersengal-sengal. Bara memperhatikan sekitarnya. Dia berada di dalam kamarnya dan ketika Bara menatap keluar jendela kamarnya, hari sudah terlihat mulai gelap. Bara ingat terakhir kali dia sedang makan pagi bersama Pak Haryo dan Kimmy. Ketika Bara dan Pak Haryo sedang membicarakan kalung temuan Bara, mendadak kepalanya terasa sakit dan setelah itu dia tidak ingat apa pun lagi.     

Seseorang tiba-tiba membuka pintu kamar Bara. Kimmy muncul dari balik pintu. Kimmy bergegas menghampiri Bara begitu melihat Bara sudah duduk di tempat tidurnya.     

"Lu bikin takut kita semua," ujar Kimmy sambil duduk di sebelah Bara.     

Kimmy memegang kening Bara. Bara segera menepis tangan kimmy.     

"Gue ngga kenapa-napa," ucap Bara.     

"Ngga kenapa-napa gimana, lu tadi pagi tiba-tiba pingsan waktu di meja makan," terang Kimmy.     

Bara menyandarkan tubuhnya pada kepala tempat tidurnya dan menghela napasnya. Bara menoleh ke meja di samping tempat tidurnya. Diraihnya bingkai foto yang ada di atas meja tersebut. Dipandanginya foto anak lelaki yang berada ditengah-tengah kedua orang tuanya.     

"Lu ingat sesuatu?" tanya Kimmy.     

Bara menggeleng, pandangannya tetap tidak lepas dari foto digenggamannya.     

Pintu kamar Bara kembali terbuka. Bara bergegas meletakkan kembali foto yang dipegangnya ke meja. Kali ini Pak Haryo yang masuk ke dalam kamarnya. Kimmy berpindah tempat duduk ke sofa yang berada tak jauh dari tempat tidur Bara. Pak Haryo segera duduk disamping bara.     

"Gimana keadaan kamu?" tanya Pak Haryo.     

"Saya ngga apa-apa, mungkin kecapekan aja," jawab Bara.     

Pak haryo hanya mengangguk ketika mendengar jawaban yang diberikan Bara. Pikirannya melayang ke saat dimana dokter pribadinya memberitahukan Bara kemungkinan mendapat serangan panik. Dokter tersebut juga menjelaskan serangan panik itu bisa saja akan kembali terjadi, bahkan mungkin frekuensinya bisa saja bertambah jika tidak segera ditangani mengingat Bara pernah mengalami kejadian traumatis di masa lalu.     

"Untuk sementara kamu tidak perlu pergi kekantor," ujar Pak Haryo.     

Bara terperangah dengan ucapan Pak Haryo. "Kenapa?"     

"Kondisi kamu saat ini sepertinya tidak memungkinkan kamu untuk kembali bekerja."     

"Saya baik-baik aja, istirahat sebentar juga saya sudah kembali seperti semula."     

"Tapi saya tidak mau membahayakan keadaan kamu, bagaimana kalau kamu pingsan seperti tadi lagi dan itu terjadi saat kamu sedang sendiri."     

Bara terdiam mendengar perkataan Pak Haryo. Bara tidak bisa sepenuhnya membantah ucapan Pak Haryo. Tapi bara juga tidak mau begitu saja menuruti keinginan Pak Haryo.     

"Maaf, Eyang. Sepertinya saya ngga bisa menuruti kemauan Eyang, saya mau tetap bekerja." Bara memberanikan diri untuk menolak keinginan Pak Haryo.     

"Gimana kalau untuk sementara waktu saya tinggal sama Bara." Kimmy mencoba membantu bara.     

Pak Haryo bergantian menoleh pada Bara dan Kimmy.     

"Kalian ini memang partner in crime ya," ucap Pak Haryo.     

Kimmy menghampiri Pak Haryo dan duduk di sebelahnya.     

"Kimmy tahu Eyang khawatir, tapi Eyang juga harus mengerti kenapa Bara ingin tetap bekerja. Bara selama ini sudah belajar keras di kantor karena dia ngga mau Eyang kecewa, kalau Eyang dengan mudahnya menyuruh Bara untuk berhenti itu sama saja Eyang tidak menghargai usaha bara." Kimmy mencoba untuk membujuk Pak Haryo.     

Pak hary6o terdiam sejenak setelah mendengar perkataan Kimmy.     

"Baiklah, tapi mulai sekarang Bara harus ditemani supir kemana pun dia pergi," ucap Pak Haryo. Ia akhirnya mengalah pada cucu-cucunya.     

Bara menerima syarat yang diberikan Pak Haryo meskipun dengan berat hati.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.