Bos Mafia Playboy

Hancurnya Dua Persahabatan



Hancurnya Dua Persahabatan

Brian masih saja harus berpikir cukup dalam, walaupun sudah bertemu dengan seseorang yang selama ini ingin dijumpainya. Rasanya sang ibunda terlalu berbelit-belit untuk mengatakan sebuah kebenaran yang sudah seharusnya diungkapkan sejak dulu.     

"Mama masih saja ingin menutupi semuanya ... aku sudah cukup dewasa untuk mendengar kebenaran itu." Kali ini, Brian sengaja meninggikan nada suaranya. Bukan karena ia sudah tak menghormati ibunya, Brian sudah tak mampu menahan segala perasaan yang sudah tertahan selama bertahun-tahun silam.     

"Mama tak mungkin mengatakan hal itu padamu, Brian. Kumohon jangan lagi menanyakan alasan Mama meninggalkan papamu. Itu terlalu menyakitkan dan juga menghancurkan hati ini." Natasya langsung menaruh tangannya di dada, seolah ia benar-benar merasakan rasa sakit yang tak bisa diabaikannya lagi.     

Dalam kebingungan dan juga rasa penasaran, Brian memandang wajah ibunya yang masih saja terlihat cantik meskipun tak muda lagi. Natasya terlihat seperti wanita yang sama saat ia meninggalkan dirinya.     

"Sepertinya, Mama menjalani kehidupan yang lebih baik saat keluar dari rumah," cibir Brian dalam wajah penuh kesedihan yang bercampur dengan kekecewaan terhadap wanita di sebelahnya.     

"Tak semudah yang kamu katakan, Brian. Mama harus berjuang sendirian melawan luka dan juga kekecewaan yang harus Mama terima." Natasya mencoba menjelaskan hal itu pada anaknya satu-satunya. Rasanya, ia tak tega jika harus mengungkapkan rahasia besar dari ayahnya.     

Tak puas dengan segala jawaban yang diungkapkan oleh ibunya, Brian mencoba untuk memikirkan sesuatu hal yang bisa membuat Natasya mau membuka kebenaran itu. Dalam diam dan tak ada suara apapun di antara mereka. Hanya orang-orang yang lalu lalang melintasi lobby Diamond Hotel yang cukup ramai.     

"Apakah aku adalah seorang anak yang tak diinginkan hingga Mama tega meninggalkan aku? Mungkinkah Mama sangat membenci keberadaan diriku?" Brian akhirnya menanyakan hal yang selama ini disimpannya di dalam hati. Sebagai seorang anak, ia juga memiliki hak untuk mengetahui alasan orang tuanya memutuskan berpisah.     

Natasya langsung memegang tangan anaknya dengan penuh kasih sayang. Perkataan Brian barusan, berhasil membuat tamparan keras baginya. Seburuk apapun hubungannya dengan Adi Prayoga, ia tetap sangat mencintai anaknya sendiri. Meskipun awalnya, kehadiran Brian adalah seperti sebuah kesalahan yang dilakukannya dan Adi Prayoga.     

"Tidak, Brian! Mama sangat menyayangimu. Apapun yang terjadi kamu tetaplah anak kesayangan Mama. Jangan pernah berpikir seperti itu," ujar Natasya dalam tatapan yang mulai berkaca-kaca. Terlalu menyakitkan baginya untuk mengingat kejadian buruk dari masa lalunya.     

Antara benci dan juga rindu, Brian memilih untuk tidak terlalu tenggelam dalam setiap perkataan ibunya. Dia masih belum yakin jika seorang Natasya Prayoga adalah korban dalam kejadian beberapa tahun silam itu.     

"Papa tak pernah mengatakan apapun tentang hal itu. Bahkan dia lebih sering menghindarkan aku dari kebenaran yang kalian tutupi selama ini. Aku benar-benar tak habis pikir, bagaimana kalian berdua bermain kucing-kucingan dan terus mempermainkan aku?" Lagi-lagi Brian mengungkapkan kekesalan di dalam hatinya. Diam bukanlah solusi terbaik atas hancurnya hubungan anak dan orang tua.     

Brian langsung bangkit dari tempat duduknya, ia sudah tak tahan karena tak kunjung mendapatkan kejelasan dari seorang wanita yang sudah melahirkannya itu.     

"Jika Mama tak mampu mengatakan hal itu, tak ada bedanya Mama dan Papa. Kalian berdua sama-sama tak menyayangi aku. Mungkin juga kalian juga tak peduli apakah aku hidup atau mati," ungkap Brian Prayoga kepada wanita yang masih duduk di sebelahnya.     

"Lebih baik aku pergi dari kehidupan kalian!" Brian langsung melangkahkan kakinya untuk menjauhi ibunya yang terlihat sangat terpukul dengan perkataannya itu.     

"Tunggu, Brian!" Natasya berusaha menghentikan Brian yang akan pergi dalam kemarahan dan juga kekecewaan di dalam dirinya. Dia tak tega melihat anaknya harus menderita karena sebuah kesalahan di masa lalunya.     

Pria itu memang menghentikan langkahnya. Namun ia sama sekali tak memalingkan wajahnya, apalagi sampai membalikkan badannya. Brian merasa jika Natasya hanya akan kembali mempermainkan dirinya tanpa mengungkapkan kebenaran apapun.     

"Aku tak akan berbalik, jika Mama tak berniat untuk mengatakan kebenaran itu. Seharusnya, Mama datang lebih cepat dan mengatakan segalanya padaku. Bukan malah bersembunyi seperti seorang penjahat yang ketakutan jika tertangkap." Brian sengaja mengatakan sebuah sindiran yang sangat menohok bagi seorang wanita yang dinilainya terlalu berbelit-belit.     

"Maafkan Mama, Brian." Natasya menarik tangan anaknya dan membuatnya kembali duduk di sebuah kursi yang tadi didudukinya. Ada rasa bersalah dan juga penyesalan yang mendalam di dalam hatinya. Dia sadar jika kepergiannya itu adalah sebuah kebodohan yang tak seharusnya dilakukan.     

Natasya sangat mengingatkannya, hari itu dia sangat emosi hingga langsung pergi setelah pertengkarannya dengan Adi Prayoga. Saat suaminya itu melarang dirinya untuk membawa Brian, ia sama sekali tak berjuang sama sekali. Natasya justru pergi, bahkan langsung menghilang dari kehidupan anak semata wayangnya. Dia pun sangat memaklumi kekecewaan Brian terhadap dirinya.     

"Sudahlah, Ma! Aku tak akan memaksa Mama lagi. Brian akan menggali kebenaran itu dengan caraku sendiri," sahutnya dalam tatapan tajam dalam wajah yang sangat dingin. Dia sudah cukup lelah menunggu dan terus dipermainkan oleh kedua orang tuanya.     

Natasya semakin tak bisa menahan rasa bersalah di dalam dirinya. Ia terlihat menarik nafasnya cukup dalam sembari memejamkan matanya di hadapan Brian.     

"Pada hari itu .... " Terlukis begitu berat saat Natasya akan mengatakan kejadian yang terjadi di hari kepergiannya.     

"Mama baru saja mengetahui jika papamu telah melanggar sebuah janji yang telah diikrarkan setelah pernikahan kami. Sebuah janji yang mengikat Mama untuk tetap bertahan di sisi papamu, meskipun banyak hal yang harus terjadi di antara kami," ungkap Natasya antara yakin dan tak yakin untuk mengungkapkan kebenaran itu.     

Brian semakin tak sabar untuk menunggu lebih lama lagi, ia tak tahan mendengarkan penjelasan ibunya yang terlalu lama. "Katakan saja intinya, Ma!" ketusnya tanpa memandang sang ibu.     

Natasya tersenyum simpul memandang anaknya, ia sangat mengerti dan juga memahami alasan Brian bersikap seperti itu. Toh ... segala yang Brian lalui selama ini secara tak langsung adalah kesalahannya. Andai saja ia bisa menahan diri dari amarahnya pada Adi Prayoga. Tentu saja kisah ibu dan anak itu tak akan berakhir seperti saat itu.     

"Papamu telah berselingkuh dengan sahabat Mama sendiri. Padahal setelah menikah, dia sudah berjanji jika tak akan menjalin hubungan dengannya lagi," ungkap Natasya Prayoga pada anaknya.     

"Jadi inilah alasan seorang Davin Mahendra sangat membenci Papa? Akhirnya aku sangat mengerti tentang hancurnya persahabatan dua keluarga ini." Sayangnya, Brian tak menangkap poin penting dalam ucapan ibunya. Dia hanya fokus jika Adi Prayoga telah berselingkuh dengan sahabat ibunya yang tak lain adalah Irene Mahendra.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.