Bos Mafia Playboy

Seret Brian Prayoga!



Seret Brian Prayoga!

0Saat hari sudah berganti, Eliza baru saja membuka matanya. Terlihat dari pandangannya, Johnny Hartanto sedang duduk sambil menatap layar lebar di depannya. Pria itu juga tak menyadari jika adiknya sudah membuka mata.     

"Kak!" panggil Eliza pada kakak laki-lakinya.     

Johnny Hartanto langsung menatap ke arah suara itu berasal. Terlukis wajah terkejut saat mendapati Eliza sudah sadar. Dia pun langsung meletakkan semua aktivitasnya dan beranjak ke tempat di mana adiknya berada.     

"Bagaimana keadaanmu? Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Johnny Hartanto dalam perasaan cemas yang tak mungkin bisa ditutupinya. "Aku akan memanggil dokter dulu." Pria itu bermaksud untuk memanggil dokter jaga. Belum juga ia melangkah, Eliza sudah menarik tangan kakaknya itu.     

"Tak perlu memanggil dokter, aku baik-baik saja. Nanti juga ada dokter yang akan memeriksaku ke sini," sahut Eliza dalam wajah yang terlihat pucat tanpa daya.     

Pria itu langsung memeriksa kondisi luka di tangan dan juga kepala adiknya. Johnny Hartanto sangat khawatir jika terjadi hal buruk pada Eliza. "Apa kakimu sudah bisa digerakkan?" tanya pria itu sambil memeriksa seluruh luka adiknya.     

"Apa Kakak tahu pria yang mengantarku ke rumah sakit?" Tercetak jelas rasa penasaran di wajah Eliza. Dia merasa harus mengetahui identitas pria yang sudah mengurusnya dengan sangat baik selama keluarganya belum datang. "Apakah Kakak juga sempat bertemu dengannya?" tanyanya lagi pada pria di dekatnya.     

Johnny Hartanto merasa sedikit aneh dengan rasa penasaran yang ditunjukkan oleh Eliza. Tidak biasanya dia merasa begitu tertarik dengan pria lain selain mafia playboy yang sudah membuat perempuan itu tergila-gila. "Apa kamu sudah berkenalan dengannya?" Johnny Hartanto pun menanyakan hal itu hanya untuk memastikan seberapa jauh Eliza mengenal Martin.     

"Malam itu, aku terlalu fokus pada rasa sakit yang kurasakan. Sampai aku lupa mengucapkan terima kasih, apalagi menanyakan namanya." Ada rasa penyesalan di wajahnya. Tak seharusnya dia tak mengucapkan sesuatu sebagai ungkapan terima kasih pada pria yang sudah menolongnya.     

Johnny Hartanto merasa sedikit lega, ternyata ucapan Martin memanglah benar. Martin sama sekali tidak dengan sengaja mendekati adiknya. "Sebenarnya pria itu adalah teman lamaku, kebetulan dia mengenal pemilik klinik itu," ungkapnya dengan tatapan hangat yang penuh arti.     

"Aku mengingat wajahnya sangat jelas. Dia pria dingin yang begitu baik. Bahkan pria itu sudah melakukan apapun agar aku mendapatkan penanganan secepatnya." Eliza terlihat mengembangkan sebuah senyuman saat mengingat sosok pria yang sudah menolongnya itu.     

"Apa maksudmu? Apa yang sudah dilakukan Martin untukmu?" Johnny Hartanto semakin penasaran dengan yang dilakukan teman lamanya itu pada Eliza. Biasanya adik perempuannya itu, tak pernah tersentuh dengan perlakuan pria manapun yang mencoba mengambil hatinya.     

Tak langsung menjawab, Eliza justru senyum-senyum sendiri membayangkan semua perlakuan Martin kepadanya. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba hadir di dalam hati perempuan itu. "Bolehkah aku bertemu dengan pria itu untuk mengucapkan ungkapan terima kasihku kepadanya?" tanya Eliza penuh harap.     

"Jika aku bertemu dengannya, akan aku katakan permintaanmu. Semoga saja dia mau bertemu denganmu lagi," balas Johnny Hartanto tanpa menatap Eliza sedikit pun. Dia merasa sedikit aneh dengan pertemuan mereka berdua. Entah itu takdir atau kebetulan, Martin dan Eliza bisa bertemu secara tak sengaja.     

Eliza menunjukkan wajah memohon pada kakaknya itu. Dia sangat berharap bisa kembali bertemu dengan sosok pria yang sudah menolongnya. Namun tiba-tiba saja, ia kembali teringat pada seorang pria yang sudah menjadi cinta pertamanya itu. Eliza berpikir jika musibah itu bisa dijadikan sebuah alasan agar Brian Prayoga mau menemuinya.     

"Kak! Bisakah kamu membawa Brian ke sini sekarang? Aku sudah sangat merindukannya," pinta Eliza pada pria yang langsung membulatkan matanya saat perempuan itu mengungkapkan permintaannya.     

"Apa hebatnya pria brengsek itu? Bukankah aku sudah mengatakan, jika Brian Prayoga tak pantas untukmu?" tegas Johnny Hartanto dengan wajah serius tanpa perasaan.     

Perempuan itu langsung memalingkan wajahnya dari Johnny Hartanto. Dia sangat kesal pada kakak satu-satunya itu. "Aku mencintainya, Kak. Sampai kapanpun aku akan mencintai Brian Prayoga. Jika Kakak tak bisa membawanya ke sini, aku akan menyuruh orang lain yang membawanya kemari," sahut Eliza dengan nada suara yang terdengar cukup tinggi.     

"Jika bukan karenamu, tak sudi aku menemui pria brengsek itu," gerutu Johnny Hartanto sambil melirik perempuan yang berada di atas ranjang dengan selang infus yang tertancap di tangannya.     

Eliza sudah merasa senang walaupun Brian belum datang untuk menjenguknya. Biasanya, Johnny Hartanto pasti akan melakukan apapun untuk menyenangkan hati adiknya itu. Belum apa-apa juga, Eliza sudah sangat senang.     

Tak berapa lama, datanglah beberapa dokter dan juga perawat untuk memeriksa kondisi Eliza. Perempuan itu kembali berbaring dan membiarkan dokter membantunya.     

Setelah memeriksa Eliza, dokter itu melihat ke sekeliling ruangan itu. "Di mana suami Anda Nyonya Eliza?" tanya dokter itu sambil memperhatikan sekitar ruangan.     

"Adik saya belum menikah, Dok?" tegas Johnny Hartanto pada seorang dokter yang memeriksa adiknya.     

Dokter itu terlihat bingung pada ucapan pria di depannya. Dia mendengar sendiri saat seorang bernama Martin itu mengatakan jika dirinya adalah suami dari pasien yang sedang ditanganinya. "Pak Martin mengatakan jika beliau adalah suami dari Nyonya Eliza," terang dokter itu cukup menyakinkan.     

"Apa!" Johnny Hartanto cukup terkejut dengan penjelasan dokter itu kepada. "Sejak kapan adikku menikah dengan Martin?" gumamnya dalam wajah yang bingung. Dia tak menyangka jika Martin bisa melakukan hal segila itu hanya untuk adiknya saja.     

Sedangkan Eliza hanya senyum-senyum mendengarkan pembicaraan dokter dan juga kakaknya itu. "Suami saya sedang dinas di luar kota, Dokter. Oleh karena itu, dia meminta kakak saya yang menemani di sini," sahut Eliza pada dokter itu.     

Dokter itu terlihat bingung dengan ucapan pasangan adik dan kakak di hadapannya. Setelah memeriksa pasiennya pun, dokter dan perawat itu memilih untuk segera meninggalkan ruangan itu. Mereka semua tak ingin terlibat dalam urusan pribadi pasiennya.     

Johnny Hartanto langsung menatap tajam adiknya, dia semakin tak menyangka jika Eliza hanya diam saja mengetahui hal yang sudah dilakukan oleh Martin. "Tumben tak protes," sindirnya tanpa melihat Eliza sama sekali.     

"Sudahlah, Kak. Cepat bawa Brian ke sini secepatnya!" Lagi-lagi Eliza meminta sesuatu yang sangat tidak disukai oleh Johnny Hartanto.     

"Diamlah di sana dulu! Aku akan menyuruh seseorang untuk menjemput Brian Prayoga, tak peduli dia hidup atau mati." Johnny Hartanto langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang yang berada jauh di sana.     

"Cepatlah seret Brian Prayoga untuk menemui Eliza di rumah sakit! Lakukan sekarang juga!" perintah Johnny Hartanto pada orang kepercayaannya via telepon. Dia harus membawa Brian menemui Eliza sebelum adiknya itu melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.