Bos Mafia Playboy

Terikat Sebuah Janji



Terikat Sebuah Janji

0Martin sedang memeriksa nomor plat mobil yang diberikan oleh seorang bodyguard tadi. Namun yang ditemukannya justru membuat Martin naik pitam. "Apa-apaan ini! Brengsek!" Sebuah botol plastik kosong langsung melayang begitu saja mengenai dinding ruangan itu.     

Imelda yang juga berada ke ruangan itu menjadi ikut cemas. "Ada apa, Martin?" tanyanya sangat penasaran dan juga ikut cemas.     

"Plat mobil itu sengaja dipalsukan untuk mengelabuhi kita," ungkap Martin dengan wajah sedikit frustrasi. Dia tak menyangka jika penjahat itu melakukan sesuatu yang di luar dugaannya. "Kita akan semakin kesulitan untuk menemukan seseorang di balik mereka," kesal Martin sambil melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.     

"Tenanglah, Martin. Kita pasti akan menemukan seseorang di balik mereka." Imelda mencoba menenangkan Martin yang terlihat sangat kecewa dengan dirinya sendiri. Dia pun melirik ke arah Brian yang terlihat bingung menghadapi situasi seperti itu.     

Brian masih terdiam sambil memikirkan hal yang mungkin bisa membantunya menyelesaikan semuanya. "Kenapa kita tidak memeriksa rekaman CCTV di rumah sakit dan juga jalanan yang kita lewati?" usulnya pada Martin.     

"Itu tidak mungkin. Akan memakan waktu yang cukup lama. Kita tak memiliki waktu sebanyak itu. Aku hanya mengkhawatirkan kalian berdua saja," tegas Martin.     

Beberapa saat kemudian, Adi Prayoga terlihat baru keluar dari kamarnya. Sepertinya, pria tua itu baru saja bangun dari tidur siangnya. Dia cukup terkejut saat melihat semua orang sudah berkumpul di rumah itu. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanyanya sambil berjalan ke arah Imelda.     

"Apa semuanya baik-baik saja, Sayang?" tanya Adi Prayoga pada menantu kesayangannya. Dia menjadi ikut cemas melihat wajah tegang mereka semua.     

Imelda tersenyum lembut pada ayah mertuanya. Memberikan tatapan hangat yang penuh arti. "Aku baik-baik saja, Pa. Hanya saja, tadi sepulang dari rumah sakit, ada sebuah mobil yang mengikuti kami," jelas Imelda pada Adi Prayoga.     

"Plat mobil mereka palsu, aku kesulitan menemukan pemilik mobil itu. Kita juga harus segera menemui orang-orang di balik mereka." Martin mencoba menjelaskan semuanya itu pada bos-nya. Dia sama sekali tak ingin mengecewakan seorang Adi Prayoga.     

"Yudha Fabian!" sahut Adi Prayoga tanpa ekspresi yang bisa diartikan.     

"Maksud, Papa?" Brian pun juga sudah sangat penasaran dengan jawaban ayahnya.     

Adi Prayoga mengambil sebuah ponsel di kamarnya lalu membawanya kembali menemui mereka. Dia pun langsung memutar sebuah video di mana beberapa orang terlihat sedang memasang sebuah plat palsu pada mobil berwarna hitam. Semua orang cukup terkejut melihat video tersebut. "Mereka semua anak buah Yudha Fabian. Yang perlu kita lakukan, mengetahui seseorang di balik Yudha Fabian," terang Adi Prayoga pada mereka semua.     

"Aku berhasil menyusupkan seorang mata-mata di sana. Sayangnya, hanya orang-orang tertentu yang bisa mendekati rumah utama," tambah Adi Prayoga dengan wajah serius.     

Berada di kondisi yang terjepit dan sama sekali tak menguntungkan, Imelda pun mempunyai sebuah ide gila yang tidak masuk akal. "Bagaimana jika aku masuk ke rumah itu dengan menyamar sebagai seorang pelayan?" sahutnya dengan cukup menyakinkan.     

"Aku tak menyetujui ide gilamu itu, Sayang!" ucap Brian sambil memandang wajah istri yang sangat dicintainya. "Itu sangat berbahaya," tambahnya lagi.     

"Papa juga tak menyetujui ide itu, Sayang. Aku tak akan membiarkanmu berada di dalam bahaya apapun alasannya," tegas Adi Prayoga pada menantu kesayangannya.     

Martin pun berdiri untuk lebih dekat dari Adi Prayoga, memandang pria tua itu dengan tatapan yang cukup sulit diartikan. "Kita harus segera menemukan pelaku yang menginginkan Imelda dan Brian celaka. Ini bukan yang pertama kalinya mereka diikuti oleh mobil yang tak dikenal," ungkapnya dengan sangat serius.     

"Sepertinya bukan aku yang menjadi target mereka, melainkan istriku. Aku memperhatikan beberapa insiden belakangan ini, semua selalu terhubung dengan Imelda. Papa harus segera melakukan sesuatu untuk kami," jelas Brian dengan wajah cemas dan tatapan yang sangat bingung. Dia masih belum mengerti dengan orang-orang yang ingin mencelakai istrinya itu. Padahal selama ini, Imelda tak pernah menyinggung siapapun.     

Terlihat Adi Prayoga langsung menghela nafas panjang. Dia menyadari jika keselamatan Imelda sudah cukup terancam. "Kita harus segera menghubungi Davin Mahendra. Seharusnya dia bisa melakukan apa yang seharusnya sudah dilakukannya sejak dulu." Adi Prayoga mengatakan sebuah ucapan yang sulit untuk dimengerti bagi mereka semua. Bagaikan sebuah teka-teki yang harus diselesaikan secara bertahap.     

"Siapa yang akan menemui Papa Davin?" tanya Imelda pada ayah mertuanya.     

"Biarkan Davin Mahendra yang mendatangi kita. Sejak serangan bom hari itu, penjagaan di rumah Mahendra semakin ketat. Sebaiknya undang ayahmu untuk makan malam," ucap Adi Prayoga pada Brian dan Imelda yang sejak tadi terus menatapnya.     

Imelda langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Davin Mahendra. Sayangnya, panggilan itu tak mendapatkan jawaban. Dia pun memilih untuk mengirimkan sebuah pesan pada ayahnya itu. "Sepertinya Papa sedang sibuk, aku sudah mengirimkan sebuah pesan agar nanti petang bisa makan malam bersama kita," jelasnya pada sang ayah mertua.     

"Kalian kembalilah ke villa sekarang juga. Bawa beberapa orang untuk mengamankan perjalanan kalian." Adi Prayoga terlihat cukup cemas dengan keselamatan Imelda yang selalu saja dalam bahaya.     

"Kami pergi dulu, Pa," pamit Imelda sambil berjalan keluar dari rumah itu.     

Martin tak langsung keluar dari sana, dia justru berdiri di samping Adi Prayoga dengan tatapan aneh. "Bos. Sepertinya hanya Imelda yang sedang mereka incar. Aku sudah berusaha sebaik mungkin. Namun Bos ... baru kali ini aku takut gagal melindungi seseorang dan itu adalah Imelda Mahendra," ungkap Martin dengan kecemasan yang berada di pucuk kepalanya.     

"Aku pun juga sangat cemas sepertimu, Martin. Aku hanya mencoba untuk tenang di depan Imelda. Padahal di dalam hatiku, rasanya ingin meledak." Adi Prayoga menghentikan ucapannya, dia teringat saat Irene meminta dirinya untuk menjaga kedua anaknya. "Aku sudah terikat pada janjiku untuk Irene," ucapnya lirih tanpa daya.     

Meskipun sangat lirih, Martin bisa mendengar setiap kata yang diucapkan oleh bos-nya itu. "Apakah Bos pernah menjalin cinta terlarang dengan Irene Mahendra?" tanya Martin dengan wajah pucat dan juga ketakutan. Dia takut jika bosnya akan marah dan mengamuk.     

Seperti sebuah tamparan keras bagi Adi Prayoga. Pria itu terlihat membalikkan badannya dan membelakangi orang kepercayaannya itu. "Mengapa kamu sangat penasaran dengan hubunganku itu?" tanyanya pada sosok pria yang berada di dekatnya.     

"Maaf, Bos. Aku tak bermaksud untuk mencurigai Anda. Aku hanya penasaran, bagaimana Vincent bisa berpikir jika Anda memiliki hubungan terlarang dengan ibunya? Sedangkan yang aku tahu, kalian berempat memiliki sebuah hubungan persahabatan yang sangat akrab," ungkap Martin dengan jantung berdebar kencang sambil berdoa agar Adi Prayoga tak murka mendengar pertanyaan dari dirinya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.