Bos Mafia Playboy

Siapa Yang Sedang Dilindungi?



Siapa Yang Sedang Dilindungi?

0Sejak Vincent meninggalkan rumah itu, Adi Prayoga kembali masuk ke dalam untuk menemui anak dan juga menantunya. Namun tak terlihat pasangan suami istri itu di sekeliling rumah. Dia pun memilih untuk duduk di ruang tengah sambil membaca beberapa buku yang masih tergeletak di atas meja.     

Semakin tak sabar menunggu kedatangan mereka, Adi Prayoga memutuskan untuk memanggil mereka berdua ke kamar. Baru sampai di kamar, terlihat pintunya sedikit terbuka. Tanpa sengaja dia mendengar kalimat terakhir Imelda yang mengatakan akan memberikan sebuah ancaman kepada kakaknya, Vincent Mahendra.     

Dengan wajah penasaran tetapi dengan cukup cemas, Adi Prayoga mendorong pintu kamar itu. "Ancaman apa yang akan kalian berikan pada Vincent Mahendra?" tanyanya sambil menatap Brian dan juga Imelda yang sedang duduk bersebelahan.     

"Papa menguping pembicaraan kami!" kesal Brian pada ayahnya sendiri. Dia sangat terkejut sekaligus kesal saat mendapati seorang Adi Prayoga sudah berdiri di depan kamarnya sambil mendengarkan pembicaraan di antara mereka.     

Adi Prayoga langsung membulatkan matanya mendengar tuduhan Brian kepadanya. Dia merasa tidak melakukan hal seperti yang sudah dituduhkan oleh anaknya itu. "Papa hanya tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian, dan itu hanya sebuah kebetulan saja." Pria itu sengaja membela dirinya karena memang merasa tak pernah menguping pembicaraan di antara mereka.     

"Okay ... lalu untuk apa Papa berada di depan kamarku?" tanya Brian pada ayahnya.     

"Keluarlah dulu! Papa ingin berbicara penting pada kalian berdua." Adi Prayoga langsung keluar dari kamar itu dan kembali duduk di kursi ruang tengah.     

Brian langsung menggenggam tangan Imelda dan mengajaknya keluar untuk berbicara serius dengan ayahnya. Begitu sampai di ruang tengah, pasangan itu langsung duduk di sebuah kursi di mana Adi Prayoga sudah berada di sana. "Apa yang ingin Papa katakan pada kami?" tanya Brian pada ayahnya.     

"Aku sudah menyelidiki penyerangan yang ditujukan untuk Imelda." Adi Prayoga sengaja menghentikan ucapannya pada mereka. Dia memberi sedikit waktu agar pasangan itu bisa mempersiapkan diri untuk mendengar semuanya. "Kemungkinan terbesar, pelakunya adalah orang-orang yang berada di sekitar Davin Mahendra. Yudha Fabian adalah orang bayaran dari salah satu petinggi BIN," lanjutnya.     

Brian dan Imelda saling memandang dalam tatapan ketidakpercayaan. Dia tak menyangka jika teman dari Davin Mahendra lah yang ingin mencelakai dirinya. "Apa Papa tahu siapa pelakunya?" tanya Brian.     

"Salah satu dari anak buahku belum bisa memastikan sosok pria yang selalu datang ke kediaman Yudha Fabian. Setiap kali orang itu datang, seluruh anak buah diperintahkan untuk menjauhi rumah utama. Hanya orang-orang tertentu yang masih bisa tetap berada di area rumah. Sepertinya, orang itu dengan sengaja menyamarkan dirinya agar tidak ada yang tahu tentang keberadaannya di rumah itu," ungkap Adi Prayoga dengan wajah yang cukup cemas memikirkan keselamatan menantunya.     

Imelda akhirnya paham alasan Davin Mahendra menghilang barang bukti itu. Dia yakin jika ayahnya itu sudah memiliki petunjuk tentang penyerangan yang dialaminya. Namun dia sama sekali tak mengerti, mengapa ayahnya itu harus melenyapkan satu-satunya bukti yang sangat penting. "Sepertinya, Papa Davin sudah mengetahui dalang di balik penyerangan itu," ucapnya dengan lirih dengan dalam kekecewaan yang mendalam.     

"Bagaimana kamu seyakin itu, Sayang?" tanya Brian sambil menatap wajah sang istri.     

"Coba kamu pikir, Brian. Untuk apa Papa membakar daftar itu jika tidak untuk melindungi pelakunya," ungkap Imelda sambil memandang wajah suaminya lalu beralih ke ayah mertuanya.     

Adi Prayoga cukup terkejut mendengar pengakuan Imelda. Dia tak menyangka jika Davin Mahendra lagi-lagi melakukan kebodohan yang sama seperti beberapa tahun silam. "Jadi Davin Mahendra sengaja menghilangkan bukti yang ada?" Sebuah pertanyaan dilontarkan Adi Prayoga dengan kekecewaan dan juga kekesalan yang cukup besar di dalam hatinya.     

Imelda tersenyum kecut membayangkan kelakuan ayahnya yang sulit dimengerti. Davin Mahendra mengatakan jika semua yang dilakukannya adalah untuk melindungi mereka semua. "Siapa yang sebenarnya Papa lindungi?" cetusnya dengan kesedihan yang semakin jelas.     

"Kupikir .... Papa sedang melindungi dirinya sendiri," lanjut Imelda dengan suara lirih yang cukup jelas di telinga.     

"Tenanglah, Sayang. Kita bisa mencari tahu kebenaran lagi," hibur Brian sambil memandang mata Imelda sambil menggenggam jemari tangannya.     

Adi Prayoga sangat mengerti kekecewaan Imelda terhadap ayahnya. Rasanya tidak tega melihat wanita itu sedang menahan dirinya untuk tidak menangis. "Janganlah menangis, Sayang. Apapun yang terjadi, Papa akan selalu berada di sampingmu," ucapnya dengan sangat tulus dan cukup menenangkan.     

"Terima kasih, Pa. Semoga sampai kapanpun, Papa tetap peduli dan selalu menyayangi Imelda," balas Imelda dengan tatapan lembut yang terlukis wajah cantiknya.     

"Pasti," jawab Adi Prayoga singkat dan cukup menyakinkan. Sebuah senyuman hangat merekah menenangkan hati. Adi Prayoga hanya ingin memastikan kebahagiaan untuk Imelda.     

Setelah selesai melakukan pembicaraan yang cukup menegangkan itu, Adi Prayoga langsung pamit untuk pergi. Dia beralasan jika ada hal penting yang akan diurusnya. Sepenting apakah urusan itu, hanya Adi Prayoga yang tahu.     

Sepulang ayah mertuanya, Imelda masih duduk di tempat yang sama. Memandang halaman samping dengan tatapan kosong dan tak bernyawa. Brian yang melihatnya pun menjadi sangat cemas. Dia hanya tak ingin jika Imelda sampai stress dan mempengaruhi kesehatannya.     

"Sayang. Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Brian pada istrinya. Telah beberapa saat menunggu tanggapan dari istrinya, Imelda sama sekali tak merespon ucapan Brian. Pria itu itu pun menyentuh kepalanya lalu mengusapnya lembut. "Kamu sedang melamun?" bisiknya di dekat telinga.     

Mendengar bisikan sang suami, barulah Imelda tersadar dan sedikit terkejut. Dia pun mencoba tersenyum sambil memandangi sang suami. "Aku tidak melamun, Brian. Aku hanya sedikit berpikir ... " jawabnya dengan sedikit keraguan.     

"Jangan memikirkan apapun, Sayang. Cukup pikirkan aku saja," goda Brian sambil mengecup pipinya sekilas. Pria itu kemudian senyum-senyum melihat ekspresi wajah istrinya yang langsung berubah malu-malu.     

Akhirnya Imelda memalingkan wajahnya agar Brian tak melihat ekspresi malu di dalam dirinya. Wanita itu selalu saja tersipu malu setiap kali sang suami menggodanya. "Brian! Tolong hentikan!" protesnya tanpa melihat sosok tampan yang berada di sampingnya.     

"Apa yang harus ku hentikan, Sayang? Aku tak bisa menghentikan perasaan cintaku padamu, Sayang," balas Brian sambil memberikan pelukan hangat pada istrinya. Dia sengaja memeluk Imelda dari belakang sambil menggodanya dengan kecupan-kecupan kecil di tengkuk leher dan juga pipinya yang memerah.     

Terjadilah momen kemesraan yang penuh kelembutan dan juga mendebarkan. Brian selalu berhasil membuat Imelda terbuai dalam perasaan yang mendebarkan. Membuat wanita itu selalu merindukan sentuhan pria yang begitu dicintainya.     

Tak ingin membuang kesempatan, Brian menghadiahkan sebuah ciuman hangat di bibir Imelda. Dia begitu bahagia memiliki Imelda yang mencintainya.     

Di saat sedang menikmati kemesraan di antara mereka, tiba-tiba terdengar suara seorang pria yang seolah sengaja terbatuk-batuk sambil senyum-senyum memandangi pasangan itu. Membuat Imelda langsung menjauhkan wajahnya dari sang suami.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.