Bos Mafia Playboy

Bos Mafia Bucin



Bos Mafia Bucin

0Setelah Marco meninggalkan rumah itu, Brian dan juga Imelda terlihat sedikit ragu untuk pergi atau menemui ayahnya. Segalanya terasa sangat membingungkan bagi mereka. Terlalu banyak misteri yang sampai saat itu masih saja belum terkuak.     

"Haruskah kita menemui Papa, Brian?" tanya Imelda dengan segala keraguan dan juga kekhawatiran yang tiba-tiba saja begitu nyata di dalam hatinya.     

"Lebih baik kita kembali besok saja. Biarkan Papa sedikit lebih tenang. Kebenaran tentang Om Jeffrey sudah sangat mengguncang dirinya." Brian mencoba memberikan sebuah pengertian kepada wanita cantik yang sedang mengandung anaknya.     

Seolah langsung mengerti, Imelda bergegas masuk ke dalam mobilnya. Kemudian ia menyandarkan tubuhnya di kursi sembari memejamkan matanya. Ia merasa jika kehidupan yang dijalaninya beberapa waktu belakangan terlalu berat untuknya.     

"Apa kamu baik-baik saja, Sayang?" Brian mulai cemas melihat istrinya yang terlihat tidak baik-baik saja. Ia tak ingin terjadi hal buruk pada wanita yang duduk di sebelahnya itu.     

"Aku baik-baik saja, Brian. Biar aku memejamkan mata sebentar. Bangunkan aku jika kita telah sampai di rumah," sahut Imelda tanpa membuka matanya sedikit pun. Wanita itu benar-benar sangat kelelahan, terlihat baru beberapa menit saja Imelda sudah terlelap. Terdengar bunyi suara nafas yang cukup teratur dengan wajah yang terlihat cukup tenang.     

Selama perjalanan, Brian sangat berhati-hati mengendarai mobilnya. Ia tak ingin membuat istrinya merasa tak nyaman atau malah mengganggu tidur lelapnya.     

Setelah beberapa menit, mobil itu sudah masuk ke dalam sebuah rumah di mana selama ini Brian dan juga Imelda tinggal. Begitu mobil berhenti, seorang bodyguard membukakan mobil untuk sang majikan.     

"Nona Imelda tertidur pulas. Haruskah saya membantu Anda membawa Nona ke dalam." Sebuah pertanyaan bodoh baru saja terlontar dari mulut sang bodyguard. Sepertinya mereka melupakan, bagaimana seorang Brian Prayoga begitu posesif terhadap istrinya sendiri.     

Dalam langkah yang sangat cepat, Brian sengaja mendorong seseorang yang masih berdiri di sebelah Imelda. Ia tak rela jika istrinya itu harus disentuh oleh pria lain.     

"Jangan pernah berpikir untuk menyentuh istriku! Atau aku akan menembak tanganmu," ancam Brian Prayoga dalam percikan amarah yang begitu nyata di setiap sorot matanya. Sampai kapanpun ia tak ingin ada siapapun yang menyentuh Imelda, kecuali keluarganya sendiri.     

Sang bodyguard hanya bisa menggelengkan kepala mendengar dan juga melihat sikap Brian yang sangat berlebihan. Ia tak pernah menyangka jika anak dari bos-nya itu bisa setia dan mencintai satu wanita saja. Mengingat masa lalunya yang dikelilingi oleh banyak wanita cantik dan juga sexy.     

"Dasar bos mafia bucin!" ledek bodyguard itu dengan suara pelan. Ia tak mampu mengatakan dengan lantang, bisa-bisa Brian Prayoga akan menghabisinya saat itu juga.     

Di sisi lain, Brian berjalan pelan dan sangat hati-hati dengan Imelda berada di dalam gendongannya. Ia tak ingin sedikit gerakannya saja bisa membuat wanita itu terbangun.     

Begitu sampai di kamar, ia membaringkan Imelda di atas ranjang lalu memberikan selimut. Brian pun langsung keluar dari ruangan itu, ia ingin membiarkan istrinya itu istirahat dengan tenang. Baru juga menutup pintu kamarnya, Adi Prayoga sudah berdiri di depan kamarnya.     

"Apakah Imelda sedang sakit?" tanya Adi Prayoga pada anak laki-lakinya.     

"Tidak, Pa. Dia hanya sedikit kelelahan dan tertidur saat di mobil." Brian pun mengikuti ayahnya yang berjalan lebih dahulu menuju ke ruang tengah. Ia memilih untuk duduk berhadapan langsung dengan sang bos mafia itu.     

Sekilas, Adi Prayoga melihat kegelisahan di mata anaknya. Ia sangat yakin jika ada sesuatu hal yang mengusik ketenangan Brian.     

"Apa kamu dan Imelda sedang ada masalah, Brian?" Adi Prayoga hanya sekedar menebak-nebak saja. Ia sama sekali tak mengetahui hal apa yang telah membuat Brian begitu risau.     

"Bukan tentang aku. Apa yang Papa bicarakan dengan Papa Davin di ruang kerja?" tanya dalam tatapan yang menajam dengan sempurna. Walaupun ia dan Imelda sudah mendengar pembicaraan mereka secara diam-diam, Brian ingin mendengar langsung dari ayahnya itu.     

Tak langsung menjawab, Adi Prayoga justru terlihat menghela nafasnya pelan. Sepertinya ia sudah menduga jika Brian akan menanyakan hal itu kepadanya.     

"Sepertinya, ada seseorang yang sengaja menjebak Davin Mahendra di malam itu." Tanpa menjelaskan secara rinci, Adi Prayoga hanya mengatakan hal itu sekilas saja. Ia tak mau membuka sebuah aib yang dilakukan oleh sahabat dan juga besannya itu.     

"Bukankah ini tentang video vulgar antara Papa Davin dan seorang wanita murahan itu?" Brian tak ingin lagi berbasa-basi dengan ayahnya. Segalanya akan lebih baik jika dikuak secara menyeluruh.     

Pria tua itu tentunya cukup terkejut dengan pertanyaan Brian. Adi Prayoga tak menyangka jika anaknya itu sudah mengetahui tentang video yang menjijikkan itu.     

"Darimana kamu tahu, Brian?" seru Adi Prayoga dalam nada terkejut karena tak pernah menduga jika anaknya sudah mengetahui hal itu.     

"Tak penting darimana aku mengetahuinya. Namun satu hal yang aku tahu, video itu sengaja dibuat oleh Om Jeffrey," tegas Brian pada ayahnya.     

"Apa!" Tanpa sadar, Adi Prayoga membulatkan matanya dengan sempurna. Walaupun ia pernah memikirkan hal itu, Adi Prayoga masih saja terkejut jika Jeffrey yang benar-benar membuat video itu.     

Tiba-tiba saja, ia mengingat kejadian di masa lalunya. Saat itu, Adi Prayoga melihat jika Jeffrey sedang menguntit Irene. Namun ia tak pernah tahu alasan di balik tindakan bodoh yang dilakukan oleh atasan dari Davin Mahendra itu. Sedangkan Adi Prayoga memilih untuk merahasiakan hal itu dari Irene ataupun Davin Mahendra.     

"Apa hubungan Irene dan juga Jeffrey? Apakah Irene juga menjadi selingkuhan dari pria itu?" Adi Prayoga mulai berspekulasi sendiri mengenai hubungan mereka berdua. Ia mulai berpikir yang tidak-tidak pada wanita yang selama ini dicintainya. Ada perasaan terkhianati di dalam lubuk hatinya dan itu terlalu menyiksa dirinya.     

"Mama Irene bukan wanita seperti itu! Bukankah Papa juga tahu sendiri, sampai Mama menghembuskan nafas terakhirnya ... beliau masih saja mencintai Papa. Coba Papa pikir! Hanya Papa orang terakhir yang ditemui Mama Irene sebelum kecelakaan itu merenggut nyawanya." Brian mulai kesal dengan tuduhan yang dilontarkan ayahnya pada wanita yang begitu setia kepadanya. Entah mengapa, Brian menjadi sangat marah saat Adi Prayoga mengatakan sebuah tuduhan yang belum jelas kebenarannya.     

Kedua pria itu lalu terdiam dalam pikirannya masing-masing. Adi Prayoga telah menyesal mengatakan hal bodoh itu. Padahal ia sendiri tak mengetahui kebenaran tentang Irene dan juga Jeffrey.     

Sedangkan Brian merasa sangat marah pada ayahnya. Ia tak menyangka jika ayahnya bisa berpikiran sempit seperti itu.     

"Sepertinya aku harus bertanya langsung pada Jeffrey," cetus Adi Prayoga dalam amarah yang tak bisa ditahannya. Pria itu langsung bangkit dari tempat duduknya dengan kobaran api yang seolah siap membakar dirinya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.