Bos Mafia Playboy

Tatapan Memelas Yang Menggerakkan Hati



Tatapan Memelas Yang Menggerakkan Hati

0Brian kembali berpikir sebelum memutuskan sesuatu yang dinilainya cukup penting baginya. Ia hanya ingin memastikan jika Imelda akan baik-baik saja selama kepergiannya selama beberapa hari ke depan.     

"Kita tetap harus menemui Kak Vincent, Sayang. Tak peduli ada atau tidaknya Laura di sana. Mengapa kita harus begitu peduli dengan wanita itu? Kamu tentunya jauh lebih penting bagi Kak Vincent." Brian menarik pelan tangan istrinya agar ikut masuk ke dalam sebuah ruangan di mana Laura dan Vincent sedang mengobrol bersama.     

Begitu pintu terbuka, Vincent dan juga Laura langsung memandang ke arah pintu. Mereka tersenyum hangat menyambut kedatangan pasangan suami-istri yang masih berdiri di dekat pintu itu.     

"Masuklah! Mengapa kalian justru berdiri di depan pintu?" Vincent merasa aneh pada mereka berdua. Tidak biasanya Imelda lebih banyak diam pada dirinya. "Ke sinilah, Imelda! Kakak sudah sangat merindukanmu. Baru semalam tak berjumpa, rasanya seperti bertahun-tahun," goda pria itu dalam balutan senyuman lembut yang penuh kasih sayang.     

"Maaf, Kak. Kami berdua sudah mengganggu kebersamaan kalian berdua." Imelda benar-benar tak enak hati pada mereka berdua. Ia sama sekali tak bermaksud mengacaukan hubungan antar kekasih yang terjalin antara kakak laki-lakinya dan juga rekan seprofesinya.     

Mendengar perkataan Imelda itu, Laura justru yang merasa sangat bersalah. Keributan yang terjadi di antara mereka telah membuat jurang yang begitu dalam baginya dan juga Imelda. Wanita itu sangat menyesali segala kebodohan yang sudah dilakukannya. Kecemburuannya pada Imelda sama sekali tak beralasan. Dia sangat malu jika terus mengingat hal itu.     

Laura memutuskan untuk bangkit dari sebuah kursi yang berada di dekat Vincent. Ia pun menghampiri Imelda yang masih belum banyak bergerak dari pintu ruangan itu.     

"Dokter Imelda .... Aku benar-benar minta maaf atas kebodohanku beberapa waktu lalu. Kumohon! Jangan membuat jurang ataupun membangun dinding yang tinggi dalam hubungan kita. Aku benar-benar menyesali perbuatanku itu," sesal Laura dalam raut muka yang sangat sedikit dan juga cemas. Ia takut jika adik dari kekasihnya itu tak mau memaafkan kesalahannya.     

"Tak perlu menyebutkan hal itu lagi. Aku sudah melupakannya, Dokter Laura." Imelda mencoba untuk menghibur wanita yang sudah berdiri tepat di hadapannya itu. Ia memang tak benar-benar melupakan hal itu. Namun Imelda berusaha tak menyimpan dendam ataupun kekesalan pada Laura.     

Merasa sedikit lebih tenang, Laura berpikir untuk meninggalkan mereka berbicara secara pribadi pada Vincent. Meski bagaimanapun, ia belum benar-benar menjadi bagian dari keluarga Mahendra. Tentu saja, Laura tak ingin mencampuri urusan keluarga mereka. Bukan karena tak peduli, ia berpikir belum saatnya untuk dirinya masuk ke dalam rumitnya hubungan keluarga itu.     

"Aku akan keluar sebentar, kalian bisa mengobrol lebih nyaman." Laura mengembangkan senyuman hangat pada mereka semua lalu keluar dari ruangan itu. Ia memilih duduk sendirian di sebuah ruangan yang sudah disiapkan Kevin untuk dirinya beristirahat.     

Begitu Laura pergi, Imelda langsung menghampiri kakaknya. Ia duduk di sebuah kursi yang tadinya di pakai oleh teman dokternya itu. Wanita itu memandang Vincent dengan wajah yang bercampur menjadi satu. Antara sedih, senang, kecewa namun juga lega karena pada akhirnya semua menjadi lebih jelas. Satu persatu penyebab rumitnya hubungan dua keluarga menjadi lebih jelas.     

"Bisakah aku menitipkan Imelda padamu, Kak? Selama beberapa hari, aku harus mengurus bisnis di luar kota, jadi aku ingin Kak Vincent yang menjaga Imelda selama beberapa hari itu," pinta Brian dengan nada yang sedikit memohon. Ia sengaja menunjukkan wajah memelas agar kakak iparnya itu mau membantunya menjaga Imelda untuk sementara waktu.     

"Bukankah itu adalah tugas Martin?" sahut Vincent tanpa memikirkan apapun. Ia terlihat cukup enteng mengatakan hal itu. Tak diragukan lagi, selama ini Martin menjaga adik kesayangannya itu dengan sangat baik. Bahkan kemampuan sahabatnya itu jauh lebih baik dari dirinya.     

Imelda sudah menduga jika Vincent akan mengatakan hal itu. Dia pernah mendengar saat Vincent menitipkan dirinya pada Martin. Seolah pria itu sangat percaya jika dirinya akan lebih aman bersama Martin.     

"Martin sedang dirawat di rumah sakit, Kak." Imelda mencoba menjelaskan hal itu pada kakaknya. Ia berpikir jika Vincent berhak tahu mengenai kondisi Martin yang tidak baik-baik saja.     

"Apa! Apakah dia terluka parah? Bagaimana ia bisa melakukan kebodohan hingga bisa terluka seperti itu?" Bukan hanya Kevin, Vincent juga tak percaya jika Martin sampai terluka. Biasanya pria sangat berhati-hati dalam segala tindakannya.     

Vincent langsung melepaskan selang infus di tangannya lalu turun dari ranjang. Ia ingin segera melihat sendiri keadaan sahabatnya itu. Rasanya sangat mendebarkan dan juga menegangkan mendengar sahabatnya telah terluka. Ia yakin jika kondisi Martin pasti cukup parah. Jika tak parah, Martin pasti hanya akan dibawa ke klinik itu.     

"Martin terluka saat menyelamatkan kami berdua," sahut Brian tanpa menjelaskan kronologi kejadian itu. Dia hanya tak mau membuat Vincent semakin cemas.     

"Ayo kita berangkat ke rumah sakit sekarang," ajak Vincent dengan terburu-buru.     

Seolah tak ada kesempatan untuk mengatakan apapun, Brian pun akhirnya memutuskan mengantar mereka setelah menemui Laura untuk berpamitan. Sayangnya, wanita itu tak bisa ikut ke rumah sakit karena Kevin juga sedang pergi duluan. Laura harus menggantikan posisi Kevin untuk sementara.     

Mereka bertiga masuk ke dalam sebuah mobil yang sudah terparkir di depan klinik. Brian pun langsung saja menancap gas menuju ke rumah sakit milik ibunya dan juga ibu mertuanya. Sayangnya, mereka bertiga tidak mengetahui tentang hal itu.     

Dalam beberapa menit, Brian berhasil membawa mereka bertiga sampai di depan rumah sakit. Ia langsung menatap jam di tangannya. Sepertinya, Brian sudah tak ada waktu untuk ikut turun bersama mereka. Ia pun ikut turun menyusul pasangan adik kakak itu.     

"Tunggu, Kak!" Brian sengaja menghentikan Vincent yang sudah terburu-buru untuk masuk ke dalam.     

Vincent langsung menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan. Dia masih belum mengerti maksud Brian menghentikan dirinya. Ia menatap tajam adik iparnya itu penuh tanya.     

"Aku harus berangkat sekarang, Kak. Banyak kekacauan yang terjadi setelah insiden yang menimpa Martin menyebar. Aku menitipkan Imelda pada Kakak," ujar Brian penuh harap. Ia sangat berharap agar Vincent mau membantunya menjaga sang istri.     

Sepertinya, Vincent lupa jika sejak di klinik tadi ... Brian sudah mengatakan hal itu padanya. Ia bisa melihat wajah sedih dan juga sangat cemas yang terlukis dalam wajah adik iparnya. Ingin menolak pun, ia tak tega. Wajah memelas Brian telah berhasil meruntuhkan ego di dalam dirinya.     

"Sebenarnya, aku ingin menolak permintaanmu. Berhubung wajahmu sangat memelas, aku akan menjaga Imelda selama beberapa hari saja. Jika kamu tak segera kembali ... aku pastikan kamu tak akan bisa bertemu dengan istrimu ini," ancam Vincent dengan sangat serius.     

"Terima kasih, Kak. Aku akan kembali secepatnya." Brian bisa sedikit lebih tenang meninggalkan istrinya bersama Vincent.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.