Bos Mafia Playboy

Pasien Tak Terduga



Pasien Tak Terduga

0Mendengar sanjungan Imelda terhadap Martin, seolah Brian langsung terbakar api kecemburuan. Seketika itu juga, ia menjadi terbawa emosi dan tak bisa berpikir dengan benar. Brian pun melemparkan tatapan tajam dan juga penuh arti pada istrinya itu. "Apa maksud ucapanmu itu, Sayang?" tanyanya.     

"Jangan anggap itu serius, Brian! Itu hanya sebuah kalimat pengandaian saja," terang Imelda dalam wajah yang sedikit cemas. Dia takut jika Brian akan salah paham dengan ucapannya.     

"Yang baru saja kudengar, seolah kamu telah jatuh cinta pada Martin," sahut Brian dengan sebuah tatapan dingin.     

Martin langsung menertawakan anak tunggal dari bos-nya itu. Dia baru melihat dengan jelas ekspresi kecemburuan bos mafia itu. "Apa kamu sedang cemburu padaku, Brian?" goda Martin sambil senyum-senyum di sebelahnya.     

"Untuk apa aku cemburu padamu? Toh ... Imelda sudah menjadi istriku yang sah secara hukum dan juga agama," kilah Brian cukup menyakinkan. Padahal di dalam hatinya sudah sangat terbakar bara api kecemburuan yang begitu sulit untuk dipadamkan. Pria itu mencoba menahan diri dan tetap bersikap setenang mungkin. Meskipun jantungnya seolah akan meledak saat itu juga.     

Lagi-lagi Martin tersenyum sinis pada pria di sampingnya. Sehebat apapun Brian akan berakting, Martin selalu bisa melihat kebenaran yang sedang ditutupi oleh Brian. "Sepertinya aku harus pergi. Besok pagi aku akan melihat keadaan Vincent lagi." Setelah mengucapkan kalimat perpisahan, Martin langsung menghilang begitu saja. Bahan mereka berdua tak menyadari kemana perginya orang kepercayaan Adi Prayoga itu.     

Tak berapa lama, datanglah Kevin seorang diri. Pria itu terlihat sedikit terburu- buru. "Dokter Imelda ! Tolong bantu aku memeriksa pasien sebentar saja. Beberapa mobil mengalami kecelakaan beruntun dan seluruh korban di bawa ke klinik ini," ucap Kevin dalam aura kecemasan yang begitu nyata.     

"Baiklah!" Imelda langsung mengikuti Kevin yang langsung berjalan menuju ke ruang IGD. Imelda langsung ngambil jubah kebesarannya dan bersikap sebagai seorang dokter yang sangat professional.     

Tak jauh beda dari Imelda, Kevin juga langsung memberikan sebuah pertolongan pertama pada beberapa pasien korban kecelakaan. Dia melihat saat Imelda sedang membersihkan sebuah luka di tangan seorang wanita yang seumuran dengannya. "Sial! Bagaimana Eliza bisa berada di sini?" Kevin menjadi semakin gelisah melihat Imelda memberikan pertolongan pertama pada luka wanita itu.     

"Apakah Anda merasakan rasa sakit di tempat lain?" tanya Imelda pada pasien perempuan yang membutuhkan perawatannya.     

"Kakiku sepertinya mati rasa. Aku tak bisa menggerakkan kaki kiriku," jawab wanita itu sambil terus memandangi wajah cantik Imelda yang seolah telah menghipnotisnya.     

"Baiklah. Sepertinya kita harus melakukan CT scan dan juga Rontgen pada kakimu. Aku akan memberikan surat rujukan untuk memeriksanya lebih lanjut ke rumah sakit yang lebih besar," jelas Imelda dengan sangat menyakinkan. Walaupun di klinik itu memiliki segala peralatan lengkap, Imelda tak mungkin melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka.     

Wanita itu tanpa sadar mengembangkan senyuman di wajahnya. Dia merasa sangat senang mendapatkan pemeriksaan dari seorang dokter yang sangat ramah.     

Imelda memandang sekeliling untuk mencari Kevin yang tadinya berada di sana. Setelah berkeliling sebentar, barulah kelihatan jika Kevin sengaja menutupi dirinya dari wanita itu. "Dokter Kevin! Mengapa kamu justru bersembunyi di sini? Pasien itu memerlukan CT scan dan juga Rontgen pada kakinya yang mati rasa," tanya Imelda pada sahabat suaminya itu.     

"Langsung saja berikan surat rujukan untuk ke rumah sakit yang lebih besar," jawab Kevin tanpa membuka tirai yang menutupi dirinya dari wanita tadi.     

Imelda kembali menemui wanita tadi, ia pun berdiri di sebelahnya. "Apakah mungkin ada anggota keluarga yang ingin Anda kabari?" tanyanya pada pasien wanita itu.     

"Tak perlu mengabari keluargaku. Anda cukup mengantarkan saya ke rumah sakit yang lebih besar saja," jawab pasien wanita yang tadi ditangani oleh Imelda.     

Dalam kebingungan dan juga rasa cemas yang tiba-tiba hadir, Imelda mencoba melihat keadaan pasien lain yang datang bersama wanita tadi. Mereka akan di bawa ke rumah sakit menggunakan sebuah mobil ambulans milik klinik itu. "Dokter Kevin ... bagaimana aku bisa membawa nya pasien jika begini terus? Mobil ambulans juga dipakai untuk mengantarkan pasien lain," jelas Imelda panjang lebar pada pemilik klinik.     

"Panggil saja Martin. Biasanya dia juga yang membantuku dalam kondisi seperti ini." Kevin pun langsung menghubungi Martin yang belum meninggalkan meninggalkan klinik itu. Terlihat dari mobilnya yang masih berada di depan Klinik. "Martin! Cepatlah di sini, kami membutuhkan bantuanmu." Kevin langsung mematikan panggilan dan memasukan kembali ponsel ke dalam saku jubah dokternya.     

Dalam hitungan menit saja, Martin sudah berada di sana. "Apa yang bisa kubantu, Imelda?" tanyanya begitu melihat Imelda yang sedikit gelisah menunggu kedatangannya.     

"Wanita di ranjang paling pojok itu harus segera dibawa ke rumah sakit. Ambulans juga baru saja pergi membawa pasien kecelakaan beruntun yang lainnya." Imelda mencoba untuk menjelaskan situasinya pada Martin yang sejak tadi terus menatapnya.     

"Baiklah. Aku akan mengantarkannya ke rumah sakit secepat mungkin. Bisakah kamu membantuku untuk membawanya ke dalam mobil?" Martin terlihat cukup antusias untuk membantu Imelda menangani pasien.     

Dengan langkah yang cepat, Imelda mengambilkan sebuah surat pengantar untuk merujuk wanita tadi ke rumah sakit yang lebih besar. "Ini surat pengantar yang harus kamu bawa, Martin," ucapnya.     

"Baiklah. Ayo kita bawa pasien untuk masuk ke dalam mobilku," ajak Martin sambil berjalan ke sudut ruangan untuk mengambil sebuah kursi roda.     

Dalam langkah yang pasti, Martin mengikuti Imelda berjalan ke sebuah ranjang paling pojok. Dia bisa melihat sangat jelas, saat Imelda mencoba untuk menjelaskan tentang prosedur pemindahan pasien itu.     

"Teman saya akan membantu Anda untuk sampai di rumah sakit dengan lebih cepat. Saya terlalu mengkhawatirkan kaki kiri Anda yang tak bisa digerakkan," jelas Imelda. "Martin! Tolong pindahkan ke kursi roda," seru wanita itu pada pria yang berada sedikit jauh dari mereka.     

Martin memajukan langkahnya dan tiba-tiba saja jantungnya seolah berhenti berdetak. "Eliza! Bagaimana dia bisa berada di sini?" Pria itu hanya mampu berucap di dalam hatinya. Sekuat hati dan tenaganya, Martin mencoba untuk mengendalikan dirinya. Mengangkat Eliza hingga terduduk di kursi roda lalu mendorongnya sampai ke tempat di mana mobilnya berada.     

"Aku akan memindahkan Anda ke dalam mobil," ucap Martin pada wanita yang hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Rasanya jantung Martin akan meledak saat itu juga. Banyak hal tak terduga datang dan menyapa dirinya.     

"Martin! Bawa mobilnya dengan hati-hati, pastikan pasien sampai di rumah sakit dengan selamat." Imelda mengucapkan salam perpisahan pada pasien itu dan menyuruh Martin segera berangkat ke rumah sakit.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.