Bos Mafia Playboy

Istri Kedua



Istri Kedua

0Untung saja sebuah pukulan itu tak membuat Brian jatuh. Dia pun tersenyum sinis pada kakak laki-laki dari Eliza. Melemparkan sebuah tatapan yang seolah mampu menghujam sekaligus merobek jantung. Tanpa rasa berdosa, ia tertawa kecil di hadapan mereka semua. Brian seperti sedang hilang kendali atas dirinya sendiri.     

"Coba saja tanya pada adik kesayanganmu itu, bagaimana aku bisa sampai menidurinya?" Sebuah pertanyaan sengaja dilemparkan Brian pada Johnny Hartanto sekaligus sebagai tamparan keras untuk Eliza.     

"Apa maksudmu, Brian Prayoga?" Johnny Hartanto semakin penasaran dengan sebuah malam terlarang yang sudah dilakukan oleh adiknya bersama seorang pria playboy penerus keluarga Prayoga.     

Imelda pun juga ikut penasaran dengan hubungan Eliza dan juga Brian yang sebenarnya. Dia sama sekali tak pernah tahu, apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua. Menjadi pendengar yang baik adalah pilihan Imelda saat itu. Tak pernah rela jika dirinya ikut terseret dalam kemelut cinta di masa lalu suaminya.     

Dengan langkah perlahan namun pasti, Brian berjalan mendekati Eliza yang sudah duduk di atas ranjangnya. Memandang wanita itu dengan sorotan mata yang sedikit aneh. "Mau aku yang mengatakannya atau kamu sendiri yang berbicara, Eliza?" Sebuah pertanyaan yang tentu saja tidak ada untungnya bagi wanita itu.     

Tiba-tiba saja, wajah Eliza berubah sangat pucat. Ada ketakutan dan juga kegelisahan yang bersarang di hatinya. Dia berusaha keras untuk tetap tenang tanpa terprovokasi ucapan Brian kepadanya. Namun, usahanya sama sekali tak berhasil. Eliza lebih memilih untuk diam daripada mengungkapkan aibnya sendiri. Apapun yang dikatakannya, pastilah akan sangat merugikan bagi dirinya.     

"Sepertinya adikmu ingin aku yang membuka semua kebenaran itu," ucap Brian dalam tatapan tajam mengarah ke Johnny Hartanto. Dia pun berjalan ke arah pria yang berdiri tak jauh dari Imelda.     

"Adikmu itu sengaja memberikan obat perangsang pada minumanku. Eliza sangat mengharapkan aku menidurinya, hingga dia kehilangan akal sehatnya dan melakukan .... " Belum juga selesai menceritakan kisah memalukan itu, Eliza sudah berteriak pada Brian.     

"Cukup, Brian! Kumohon jangan teruskan." Eliza merasa sangat malu pada mereka semua. Rasanya ia sudah kehilangan muka di hadapan mereka semua. Wanita itu menarik rambutnya sendiri karena merasa sangat frustrasi. Rasanya dia sudah tak tahan sudah dipermalukan oleh sosok pria yang dicintainya. Bahkan selama ini, Eliza selalu menjaga dirinya agar tak tersentuh dengan pria lain selain Brian. Namun semua yang dilakukannya telah sia-sia. Brian tetap saja tak pernah memberikan tempat di dalam hatinya.     

Johnny Hartanto merasa sangat bersalah karena sebuah pukulan yang telah dilayangkannya. Dengan sangat sungkan, ia mendekati Brian dalam sebuah penyesalan yang terlukis di wajahnya.     

"Sepertinya aku sudah sangat bersalah telah memukulmu, Brian Prayoga. Aku tak menyangka jika Eliza bisa melakukan hal segila itu. Terimalah permohonan maaf dariku, Brian." Johnny Hartanto mengulurkan tangannya untuk memohon sebuah maaf atas kesalahan adiknya.     

Melihat ketulusan dari pria itu, Brian Prayoga langsung mengembangkan senyuman dan membalas uluran tangan Johnny Hartanto. "Kuharap kamu bisa menjaga Eliza untuk ke depannya. Sekeras apapun Eliza mencoba memaksaku, aku tak pernah bisa mencintainya," balas Brian Prayoga pada kakak laki-laki dari Eliza Hartanto itu     

"Hanya Imelda yang aku cintai ... sampai mati, aku tak akan pernah bisa berhenti mencintai istriku." Brian langsung mendekati Imelda dan memberikan sebuah belaian di kepalanya. Sebuah sentuhan lembut yang memperlihatkan betapa besar cinta Brian kepada Imelda Mahendra.     

Mendengar ungkapan cinta dari suaminya, Imelda merasa sangat terharu hingga terbawa perasaan. Bahkan tanpa sadar, air matanya sudah menggenang di kelopak mata. "Aku mau ke toilet sebentar." Wanita itu langsung berlari keluar dari kamar itu.     

"Bukankah di sini ada toilet?" gumam Brian begitu melihat Brian keluar melewati pintu kamar. Dia tak mengerti kemana Imelda akan pergi. Namun ia sama sekali tak mengkhawatirkan hal itu, karena rumah sakit itu seperti rumah kedua baginya.     

Di sisi lain, Eliza masih terdiam dengan air mata yang tertahan. Dia sudah sangat malu terhadap mereka semua dan juga dirinya sendiri. "Kak! Bisakah tinggalkan aku sendirian? Aku ingin istirahat sendirian." Tanpa daya dan juga ekspresi, Eliza meminta agar mereka meninggalkan dirinya sendirian. Wanita itu membutuhkan sedikit waktu untuk menata hatinya. Dia tak pernah membayangkan jika akan berakhir seperti itu.     

Brian dan Johnny Hartanto berniat untuk keluar dari kamar itu. Belum juga melewati pintu, terdengar cukup jelas panggilan Eliza pada sosok pria yang dicintainya selama bertahun-tahun itu.     

"Tunggu, Brian!" seru Eliza dalam kesedihan yang mendalam.     

Brian langsung menghentikan langkahnya lalu berbalik dan memandang Eliza yang masih duduk di atas ranjang. Pria itu hanya menatapnya tanpa mengatakan apapun pada Eliza. Dia bisa melihat betapa hancurnya wanita itu dengan segala perkataan yang telah diucapkannya. Namun, Brian tak memiliki pilihan lainnya. Dia tak mungkin mengorbankan Imelda hanya untuk wanita lain yang tidak dicintainya.     

"Tidak bisakah kamu menjadikan aku istri kedua untukmu?" tanya Eliza dengan sebuah harapan yang cukup besar. Dia sangat berharap jika Brian mau bersamanya meskipun hanya sebagai wanita kedua.     

"Jaga mulutmu, Eliza! Jangan sampai kamu mengatakan hal bodoh seperti itu!" Johnny Hartanto berteriak dengan keras dan juga sangat tegas pada adik perempuan satu-satunya itu. Dia tak mengerti dengan pemikiran Eliza terhadap Brian. Seolah cinta telah menutupi akal sehatnya.     

Mendengar teriakan dari Johnny Hartanto, wanita itu semakin tak terkendali. Dia tak peduli lagi dengan harga diri di dalam dirinya. "Diamlah dulu, Kak! Aku ingin berbicara dengan Brian dulu," sahutnya cukup jelas.     

"Dasar ... adik tak tahu diri. Sudah ketahuan salah masih saja .... " Johnny Hartanto seolah telah kehilangan kata-katanya atas Eliza. Dia tak pernah membayangkan jika adik perempuannya itu bisa melakukan hal yang memalukan seperti itu.     

Brian masih terdiam mendengarkan pertengkaran adik dan kakak itu. Sebenarnya dia tak ingin terlibat di antara mereka. Namun apa daya ... Brian sudah terjebak di antara mereka.     

"Apa yang ingin kamu katakan padaku, Eliza?" tanya Brian dalam tatapan dingin yang sulit diartikan.     

Tanpa membuang waktunya, Eliza membalas tatapan Brian kepadanya. Antara kekecewaan dan juga luka hati yang begitu dalam. Eliza tak mungkin menyembunyikan hal itu di dalam dirinya. Sudah bertahun-tahun dia menunggu, untuk mendapatkan Brian secara utuh. Namun yang didapatkannya hanya luka yang begitu dalam dan sangat menyakitkan baginya.     

"Brian .... Bukankah kamu sudah berjanji akan menikahiku? Apakah kamu melupakan janjimu di malam itu?" Eliza pada akhirnya harus mengungkit sebuah janji yang diungkapkan Brian kepadanya. Dia berpikir mungkin saja pria itu mau memberikan sedikit hatinya. Tak peduli jika harus menjadi yang kedua atau ketiga di dalam hidup Brian.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.