Bos Mafia Playboy

Pencarian Vincent



Pencarian Vincent

0Davin Mahendra baru saja mendapatkan kabar jika Vincent Mahendra menghilang saat menjalani sebuah misi di pinggiran kota. Sebagai seorang atasan terlebih orang tua, Davin Mahendra tentu saja sangat panik. Dia langsung mengumpulkan orang-orang yang baru saja menjalankan sebuah misi dengan anaknya itu.     

"Coba kalian jelaskan! Bagaimana Vincent bisa menghilang?" Davin Mahendra tak bisa mengendalikan dirinya. Aura kemarahan dan juga kegelisahan tiba-tiba saja menguasai dirinya. Dia merasa sudah sangat gagal melindungi anaknya sendiri.     

Seorang dari mereka maju satu langkah dari barisan lalu berdiri di hadapan Davin Mahendra. "Saat kami melakukan penyergapan itu, terjadilah aksi serang dan juga saling menembak. Saya sempat melihat Vincent tertembak saat kami sibuk melakukan tembakan balasan," jelasnya dengan wajah ketakutan.     

"Lalu ... di mana Vincent sekarang?" Sebuah pertanyaan yang terdengar seperti sebuah bentakan yang cukup keras hingga membuat seisi ruangan ketakutan menyaksikan Davin Mahendra mengamuk.     

Seorang yang lain mengangkat kepalanya dan memberanikan diri untuk memandang wajah atasannya. "Saya melihat ada seseorang yang tidak dikenali membawanya pergi," terangnya dengan wajah pucat dan suara gemetar.     

"Apa orang itu salah satu dari mereka?" Davin Mahendra kembali menanyakan hal itu untuk memastikan keberadaan anaknya.     

"Saya sangat yakin itu bukan salah satu dari mereka. Orang itu tiba-tiba datang dan membawa Vincent keluar dari lokasi," jelasnya lagi.aaaaaa     

"Kita harus menyisir lokasi kejadian. Jangan sampai hal buruk terjadi pada Vincent." Davin Mahendra terlihat sangat frustrasi dan kehilangan akal sehatnya. Pria itu rasanya hanya ingin mengamuk menyalahkan anak buahnya yang tak bisa saling menjaga satu sama lain.     

Mendengar suara keributan di kantor, Jeffrey yang tak lain adalah atasan Davin Mahendra langsung mendatangi keramaian itu. "Apa yang sedang terjadi?" Pertanyaan dari Jeffrey itu langsung membuat orang-orang di dalam ruangan itu langsung membungkam mulutnya.     

"Pak Jeffrey ... " sapa Davin Mahendra dengan sedikit terkejut. Meskipun mereka berdua memiliki hubungan yang sangat dekat, Davin Mahendra selalu bersikap formal pada Jeffrey di hadapan anak buahnya.     

"Datanglah ke ruanganku sekarang juga." Jeffrey langsung berjalan ke ruangannya diikuti oleh Davin Mahendra di belakangnya. Sampai di sana, ia mempersilakan Davin Mahendra masuk lalu duduk bersamanya. "Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kamu bisa begitu murka seperti itu?" tanyanya dengan nada tidak formal.     

Davin Mahendra terlihat tak bersemangat, ia justru menekan kedua pelipisnya. Rasanya sakit kepala tiba-tiba saja menyerang isi otaknya. "Vincent menghilang saat menjalankan misi. Ada seorang pria yang tak dikenal membawa Vincent pergi," ungkapnya dengan wajah yang frustrasi.     

"Bagaimana hal itu bisa terjadi? Bukankah seharusnya mereka semua saling melindungi?" Jeffrey tiba-tiba saja tersulut emosi juga, melihat situasi dan kondisi yang harus dihadapi oleh mereka. "Mungkinkah itu adalah penculikan?" tanyanya dengan sangat cemas. Dia tak akan membiarkan Vincent menghilang begitu saja.     

"Kerahkan seluruh anak buah untuk mencari Vincent secepatnya," perintah Jeffrey pada temannya itu. Dia pun langsung menghubungi beberapa tim gabungan untuk melanjutkan pencarian itu.     

Tanpa pamit ataupun mengatakan sesuatu, Davin Mahendra meninggalkan ruangan itu. Dia terlihat sedikit linglung dan tentu saja bingung dengan kondisi yang sangat tidak menguntungkan baginya. Davin Mahendra kembali berdiri di hadapan anak buahnya. Dia menatapnya dengan wajah dingin. "Kita akan melakukan pencarian terhadap Vincent secepat mungkin dan jangan sampai ada yang terlewat. Seluruh tim gabungan juga akan membantu kita untuk melakukan pencarian," perintah Davin Mahendra pada anak buahnya.     

"Baik, Pak. Siap laksanakan!" sahut mereka semua hampir bersamaan. Satu persatu seluruh orang keluar dari ruangan, menyisakan Davin Mahendra dan juga Alex yang masih berada di sana.     

Alex mendekati atasan dan berdiri tepat di hadapannya. "Bos ... haruskah kita meminta bantuan Marco?" tanyanya dengan wajah serius.     

"Sepertinya itu tak perlu. Biarkan Marco beristirahat saja, aku merasa jika bocah itu dalam keadaaan tidak baik-baik saja," sahut Davin dan cukup menyakinkan. Dia melihat sendiri saat Marco memperlihatkan rasa sakit yang sengaja ditahannya beberapa hari lalu saat bertemu dengannya di kediaman Mahendra.     

Sebuah anggukan kepala diperlihatkan Alex pada atasannya itu. Dia sangat tahu kondisi Marco yang sebenarnya. Setelah insiden penembakan itu, Marco sering mengeluhkan rasa sakit di lengannya. Beberapa kali, pria itu harus menelan obat anti nyeri untuk mengurangi rasa sakit akibat luka tembakan itu.     

Davin Mahendra terlihat berpikir sejenak lalu memandang Alex penuh arti. "Jika Vincent benar-benar telah diculik oleh mereka, aku hanya bisa meminta Adi Prayoga untuk membantuku. Dia pasti mengenal beberapa orang dalam bisnis itu," ucapnya dengan sedikit ragu dan juga masih saja sangat cemas.     

"Sebaiknya, Anda menghubungi Adi Prayoga sekarang juga," sahut Alex pada atasannya itu. Dia berpikir jika Adi Prayoga adalah seseorang yang paling tepat untuk membantu menemukan Vincent lebih cepat.     

"Kita harus menunggu hasil pencarian dari tim gabungan dulu. Jika tak ada hasil, barulah aku akan meminta Adi Prayoga untuk membantuku," terang Davin Mahendra pada Alex yang langsung menganggukkan kepalanya mendengar penuturan dari atasannya sendiri.     

Sambil menunggu hasil pencarian dari beberapa tim, Davin Mahendra dan juga Alex mencoba untuk memeriksa kamera dashboard mobil yang tadi berada di lokasi menghilangkannya Vincent. Dalam rekaman itu terlihat seseorang memang membawa Vincent sambil berlari ke arah lain. Sayangnya, wajah dari pria itu sama sekali tidak jelas.     

"Tidak ada petunjuk apapun di sini," ungkap Alex sambil memeriksanya sekali lagi.     

"Periksa saja lagi," sahut Davin Mahendra dengan suara dingin.     

Tak berapa lama, tim pertama kembali tanpa mendapatkan jejak apapun. Tim kedua, ketiga dan seterusnya kembali tanpa membawa apapun. Davin Mahendra merasakan kekecewaan yang semakin besar. Hatinya menjadi terasa sesak, seolah dia baru saja kehilangan seorang anak yang sangat disayanginya.     

Davin Mahendra mendatangi kantor atasannya dan melaporkan hasil dari pencarian mereka semua. "Tidak ada yang menemukan jejak Vincent di mana pun," ucapnya tak bersemangat.     

"Apakah aku harus mengumumkan untuk melakukan pencarian berskala besar?" Jeffrey terlihat ikut cemas saat Vincent belum ditemukan juga. Padahal hari sudah hampir malam. Vincent bukan hanya bawahannya, dia sudah seperti seorang keponakan bagi Jeffrey. Apalagi saat mengingat kedekatannya dulu ketika Vincent masih kecil.     

Bukannya menjawab pertanyaan dari atasannya, Davin Mahendra justru menatap layar ponselnya. Dia berpikir untuk menghubungi Adi Prayoga saat itu juga. Namun sengaja diurungkan karena masih belum yakin untuk meminta bantuan dari seseorang yang sudah seperti musuh baginya.     

"Aku akan memakai caraku sendiri dulu untuk mencari Vincent. Jika tetap tak bisa ketemu, aku ingin memanfaatkan otoritasmu di organisasi untuk menemukan Vincent," terang Adi Prayoga sebelum meninggalkan ruangan atasannya yang tak lain adalah temannya sendiri.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.