Bos Mafia Playboy

Brian Menyakiti Imelda?



Brian Menyakiti Imelda?

0Adi Prayoga baru saja keluar dari ruang kerjanya. Saat ingin mengambil minuman di dapur, ia mendengar teriakan Imelda dari depan kamarnya. Seketika itu juga, Adi Prayoga menghentikan langkahnya dengan wajah panik dan juga khawatir.     

"Ampun, Brian. Tolong lepaskan aku." Terdengar suara Imelda seolah sedang kesakitan dan juga ketakutan.     

Tanpa banyak berpikir, Adi Prayoga langsung mengetuk pintu itu cukup keras. "Brian! Cepat buka pintunya atau aku akan mendobraknya sekarang juga," teriaknya sangat keras seolah ingin segera menghancurkan pintu itu.     

Beberapa orang yang mendengar keributan itu langsung mendatangi depan kamar Brian dan Imelda. Ada Vincent dan juga Kevin yang juga datang secara bersamaan. "Apa apa, Om?" tanya kedua pria itu hampir bersamaan.     

"Aku khawatir Brian telah menyakiti Imelda. Tadi aku mendengar sangat jelas saat Imelda berteriak dan meminta Brian untuk melepaskannya," jelas Adi Prayoga dengan wajah panik.     

"Kenapa Brian tak membuka pintunya?" Vincent juga ikut panik bersama dengan ayah dari Brian itu. "Lebih baik aku mendobraknya sekarang, sebelum Imelda kenapa-kenapa." Pria itu langsung mendekati pintu lalu menghimpun kekuatan di dalam dirinya.     

Kevin yang juga berada di sana juga ikut mendekat di samping Vincent. "Aku akan membantu mendobrak pintu ini. Sedikit pun aku tak rela jika Dokter Imelda sampai terluka," imbuhnya sambil menyiapkan diri untuk merobohkan pintu.     

"Dalam hitungan ketiga kita dorong bersama," ucap Vincent sambil menatap Kevin.     

"Aku mengerti," sahut pria yang sudah terbiasa tinggal di rumah itu.     

"Satu! Dua! Ti .... " Belum juga berhitung sampai selesai, pintu sudah terbuka lebar. Terlihat Brian dan Imelda sudah berdiri di depan pintu.     

"Apa yang sedang terjadi? Apakah ada serangan bom lagi?" Imelda langsung menanyakan hal itu karena melihat kepanikan di antara mereka semua.     

Ketiga pria yang berdiri di depan pintu kamar itu langsung menatap tajam wanita yang baru saja keluar bersama suaminya. Bahkan Vincent sampai mendekati Imelda untuk memastikan jika adiknya baik-baik saja.     

"Apakah pria brengsek ini menyakitimu?" tanya Vincent sembari memperhatikan Imelda dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dia ingin memastikan sendiri jika adiknya tak terluka karena pria di sebelahnya. Bahkan Vincent sampai menarik Imelda dan memperhatikan setiap inci tubuh wanita itu.     

Imelda terlihat sangat bingung dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba di depan kamarnya. Dia meyakini jika ada kesalahpahaman di antara mereka semua. "Aku baik-baik saja, Kak. Papa ... Dokter Kevin ... kenapa kalian berada di sini?" tanya Imelda lagi tanpa mengurangi kebingungan di dalam hati.     

"Papa tadi mendengar kamu sedang berteriak seolah sedang kesakitan ... jadi Papa langsung panik dan mengetuk pintu kamarmu. Sepertinya ini hanyalah kesalahpahaman saja," papar Adi Prayoga dengan wajah yang sedikit malu karena kesalahpahaman yang cukup memalukan untuk dirinya. "Sebaiknya kita istirahat, sebelum hari menjadi pagi." Adi Prayoga langsung meninggalkan tempat itu untuk beristirahat di sebuah kamar yang biasa dipakainya, saat menginap di rumah itu.     

Mereka semua kembali ke kamar masing-masing. Begitu pula Imelda dan Brian yang juga kembali masuk ke dalam kamar. "Gara-gara ulah kamu, Brian. Seisi rumah langsung heboh," cibir Imelda pada suaminya. Dia pun memilih untuk langsung merebahkan diri di ranjang besar di depannya.     

Imelda merasa jika hari yang baru saja dilewatinya terlalu berat. Tidur adalah cara yang paling sempurna untuk melepaskan kepenatan dan juga rasa lelah di dalam dirinya. Baru sebentar saja berbaring, Imelda sudah terbuai dalam mimpi indah yang membuatnya serasa sedang di awang-awang.     

"Selamat tidur, Sayang," ucap Brian diiringi sebuah kecupan yang mendarat di kening sang istri. Pria itupun ikut berbaring di samping Imelda sambil memeluknya.     

Waktu berjalan terlalu cepat. Baru sebentar saja memejamkan mata, matahari sudah menampakkan cahayanya yang menyilaukan mata. Imelda baru saja terbangun dari mimpinya, ia mendapati Brian masih terlelap di sampingnya. Wanita itu tersenyum memancarkan kecantikan alami yang begitu sempurna. Hingga menyilaukan pria yang sejak tadi sebenarnya sudah terbangun namun terlalu malas membuka matanya.     

"Selamat pagi, Sayang," sapa Brian pada wanita yang sejak tadi terus menatap wajahnya.     

"Apa kamu baru saja berpura-pura tidur?" Imelda langsung melemparkan sebuah tuduhan pada pria di depannya. Senyuman indah di wajahnya pun langsung menghilang begitu saja. Hanya tinggal kekesalan dan juga wajah cemberut yang merusak pemandangan cantik yang tadinya tersaji sangat indah.     

Brian masih memandangi wajah kesal istrinya. Meskipun sedang marah atau kesal, Imelda masih saja sangat cantik. "Tidak, Sayang. Aku sengaja menunggumu bangun," balasnya.     

"Aku akan Mandi dulu, sebelum mereka menunggu kita untuk sarapan." Imelda langsung turun dari ranjang berjalan menuju kamar mandi di pojok ruangan. Dengan sangat terburu-buru, Imelda segera masuk dan langsung menanggalkan pakaiannya. Barulah setelah semua menjadi basah, ia baru ingat jika tak membawa handuk ataupun barthrobe saat masuk tadi.     

"Sial! Bagaimana aku bisa lupa membawa handuk?" gerutu Imelda sambil berdiri di depan kaca besar di kamar mandi. Dia pun terlihat sangat ragu untuk meminta bantuan Brian. Namun dia tak mungkin keluar tanpa selembar kain pun.     

Dengan berat hati dan seolah tak rela, Imelda akhirnya meminta bantuan pria yang masih berada di kamarnya itu. "Brian!" panggilnya dengan suara yang terdengar nyaring. Tak langsung mendapatkan jawaban, ia pun membuka pintu kamar mandi dan mengintip keberadaan suaminya itu. Namun Brian tak terlihat di manapun juga. Imelda pun membuka pintunya lebih lebar dan kembali memanggil suaminya. "Brian! Tolong .... "     

Tanpa diduga, Brian sudah berada di hadapannya dengan selembar handuk di tangan. "Apa kamu mencari ini, Sayang?" Sebuah tatapan tajam yang penuh arti tersorot jelas dari matanya. Brian memandangi tubuh polos Imelda yang terlihat sangat menggoda sekaligus menggiurkan mata.     

Dalam sekali gerakan saja, Imelda sudah berhasil menarik handuk dari tangan suaminya. Dia langsung melilitkan handuk itu di tubuhnya yang mulai terlihat berisi dan semakin sexy. "Jangan menatapku seperti pria yang haus akan belaian!" ketus Imelda sembari berjalan keluar dari kamar mandi. "Mandilah! Aku akan mengganti bajuku," usirnya pada Brian.     

"Aku sudah mandi di kamar mandi luar. Sebaiknya aku membantumu bersiap, semua orang sudah menunggu kita untuk sarapan." Tanpa menunggu jawaban dari istrinya, Brian langsung mengambil hair dryer untuk mengeringkan rambut Imelda.     

Tanpa disuruh pun, Brian berinisiatif untuk mengambil sebuah mini dress bunga-bunga yang akan dipakaikan untuk Imelda. "Berdirilah, Sayang. Aku akan membantumu memakaikan pakaian," bujuknya dengan lembut.     

"Jangan mencari kesempatan dalam kesempitan!" tegas Imelda tanpa ampun.     

Pria itu hanya tersenyum tipis tanpa memperdulikan istrinya yang terus menggerutu. Begitu selesai, mereka berdua-duaan langsung bergabung dengan semua orang di meja makan. Ada Vincent, Kevin dan juga Adi Prayoga yang sudah duduk di kursinya.     

"Maaf membuat kalian menunggu, mari kita nikmati sarapan ini," ucap Imelda begitu bergabung dengan mereka.     

"Tunggu!" Tiba-tiba saja Martin datang dan langsung duduk di sebuah kursi yang kosong.     

Brian langsung memperlihatkan sebuah perubahan ekspresi yang begitu ketara dan sangat jelas di wajahnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.