Bos Mafia Playboy

Cemburu Pada Istri Sendiri



Cemburu Pada Istri Sendiri

Mendengar Imelda yang akan memanggil Kevin ke kamar, Brian langsung panik dan bangkit dari tempat duduknya. Dia tak ingin istrinya membangunkan sahabat dekatnya itu di kamar. "Hentikan!" teriak Brian untuk menghentikan Imelda.     
1

"Biar aku saja yang memanggil Kevin," lanjut Brian sembari bergegas ke sebuah kamar di mana dokter itu berada.     

Mereka pun langsung menahan senyuman, saat melihat Brian berlari ke kamar di mana Kevin istirahat. "Dasar!" cibir Vincent pada adik iparnya.     

Tak berapa lama, Kevin dan Brian berjalan beriringan menuju ke meja makan. Tercetak sangat jelas dari wajahnya, Kevin terlihat sangat mengantuk. Bahkan kedua matanya belum terbuka dengan sempurna.     

"Buka matamu dulu, Kevin," goda Adi Prayoga pada sosok pria yang cukup dekat dengan keluarganya. "Nikmati makan malammu," tambahnya dengan penuh kehangatan.     

"Terima kasih, Om," sahut Kevin sambil berusaha untuk benar-benar sadar dari tidurnya. Dia cukup lega saat melihat ketegangan di antara mereka telah mencair. Terlebih, Imelda juga sudah memperlihatkan senyuman di wajahnya.     

Mereka semua menikmati makan malam dalam suasana hening. Tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan sepatah kata. Hanya suara benturan alat makan yang memberikan irama dalam keheningan malam itu.     

Begitu makan malam selesai, satu persatu seluruh penghuni rumah itu meninggalkan meja makan. Begitu juga Vincent yang memilih untuk langsung masuk ke dalam sebuah kamar yang sudah disiapkan sebelumnya. Tinggallah sepasang anak manusia yang menjalin hubungan rumit dan penuh dengan lika-liku.     

"Sebaiknya kamu istirahat di kamar, Sayang," ajak Brian dengan suara lembut dan penuh cinta. Dia memberanikan diri untuk menggenggam jemari tangan Imelda dan mengajaknya masuk ke dalam kamar.     

Sampai di dalam kamar, Brian membantu istrinya untuk memasangkan selimut lalu melangkahkan kaki ke pintu kamar itu. "Aku akan tidur di luar saja," pamitnya.     

"Silahkan, Brian. Aku mengerti ... kamu pasti ingin menelepon Eliza dan mengucapkan selamat tidur padanya," celetuk Imelda tanpa melihat sosok pria yang menjadi suaminya itu. Dia mengatakannya begitu mudah, seolah tanpa perasaan sedikit pun. Sejak tadi dia terdiam, Imelda berpikir untuk merelakan apapun yang akan dilakukan oleh Brian. Paling tidak sampai anak mereka terlahir.     

Brian menghela nafasnya cukup dalam setelah mendengar ucapan istrinya. "Bukan begitu, Sayang. Aku pikir kamu ingin menjauhkan diri dari suamimu yang tidak tahu diri ini," sahutnya.     

Pria itu mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar, ia pun duduk di sebelah Imelda yang sedang memiringkan tubuhnya. "Sayang ... aku sadar jika kesalahanku terlalu besar, tetapi percayalah padaku," pinta Brian dengan penuh harap.     

"Lalu ... untuk apa kamu ingin keluar malam-malam begini, kalau bukan untuk menghubungi wanita itu," tukas wanita yang masih bisa menahan amarahnya, meskipun ucapannya sedikit ketus.     

"Lagipula, bagaimana aku bisa menghubunginya, ponselku saja dirampas oleh sang bos mafia, Adi Prayoga," terang Brian sambil memperlihatkan senyuman di wajah tampannya.     

Seketika itu juga, Imelda langsung membalikan badannya dan memandang ke arah suaminya. Dia cukup terkejut mendengar pengakuan Brian, jika Adi Prayoga telah menyita ponsel milik suaminya itu. "Bagaimana Papa bisa melakukan hal itu?" Imelda bertanya-tanya dengan ekspresi bingung.     

"Bukankah itu sedikit gila? Untuk apa merampas ponselku, jika dalam satu gerakan saja ... Martin sudah bisa melihat apapun di dalam ponsel itu. Kali ini Adi Prayoga benar-benar kekanak-kanakan," cemooh Brian pada ayahnya sendiri. Bukan tanpa alasan, ia berpikir jika ayahnya sudah sangat keterlaluan. Padahal, Brian bukan lagi anak remaja yang bisa dikekang oleh orang tuanya sendiri.     

Secepat kilat, Imelda memukul lengan suaminya. "Tak sopan berkata seperti begitu. Papa Adi tetap menjadi yang terbaik bagiku," timpalnya dengan sangat menyakinkan.     

"Papa memang terlalu menyayangimu, tapi berbeda denganku. Kadang aku berpikir jika anak Papa adalah kamu, Sayang." Lagi-lagi Brian mengeluhkan pria yang selama ini sudah menyayangi dan juga merawatnya dengan sangat baik. Sebagai orang tua tunggal, Adi Prayoga telah memberikan yang terbaik untuk anaknya. Baik materi maupun kasih sayang yang berlimpah.     

Wanita itu mencoba untuk memahami suaminya sendiri. Imelda bisa melihat jika suaminya itu merasa iri terhadap perhatian dan kasih sayang Adi Prayoga kepada dirinya. "Jangan bilang kamu sedang cemburu dengan istrimu sendiri!" tuduh Imelda pada suaminya.     

Saat itu juga, muka Brian langsung memerah karena terlalu malu. Seolah dia baru saja ketahuan saat mencuri. "Cemburu?" ulangnya sembari menajamkan matanya ke wajah Imelda. "Seluruh duniaku adalah milikmu, Sayang. Apa yang harus aku cemburukan?" balas pria yang sejak tadi terus memandangi wajah cantik istrinya.     

"Hanya kamu yang tahu jawabannya, Brian," sahut Imelda. Wanita itu kemudian kembali membalikkan badannya membelakangi Brian. Dia terlalu malas berdebat dengan suaminya itu.     

"Sayang ... apa kamu sedang tidur?" tanya Brian pada wanita yang sangat sengaja ingin menghindarinya itu. Dengan gerakan cepat, Brian langsung membaringkan tubuhnya berhadapan langsung dengan Imelda. Membuat wanita itu terkejut dan secara spontan langsung memukuli dadanya.     

"Sepertinya kamu sengaja ingin mengejutkan aku!" seru Imelda dengan wajah kesal atas kelakuan pria yang sudah berbaring di sebelahnya.     

Dalam satu gerakan saja, Brian berhasil menangkupkan kedua tangannya di wajah Imelda. Menatapnya begitu tajam penuh dengan artian dan juga rasa cinta yang mendalam. Ada sebuah getaran yang tiba-tiba saja mengalir di dalam hatinya, memaksanya untuk semakin dekat dengan wanita cantik yang terbaring di sebelahnya.     

Pria itu mendaratkan sebuah kecupan hangat yang penuh kelembutan dan juga cinta yang mendalam. Merasakan tak mendapatkan balasan dari istrinya, Brian pun terlihat kecewa lalu menjauhkan wajahnya sehingga tercipta jarak di antara mereka.     

"Apa kamu masih sangat marah denganku, Sayang?" tanya Brian dengan penyesalan yang mendalam.     

"Apa aku tak boleh memberimu sebuah hukuman?" Bukannya memberikan jawaban, Imelda justru melemparkan sebuah pertanyaan pada suaminya.     

Hati Brian seakan berhenti untuk sesaat. Sejenak dunia berhenti berputar baginya. Dia takut ... Brian sangat takut jika Imelda akan memberikan hukuman yang tak bisa ditanggungnya. "Hukum aku sesukamu, Sayang. Asalkan cinta kita tetap bersemi dan menyatu di antara kita." Brian hanya bisa pasrah pada keputusan Imelda. Tak akan pernah bisa dirinya memaksa Imelda untuk tetap bersama.     

"Sejujurnya ... aku sangat membencimu, Brian. Namun aku tak bisa hidup tanpamu. Aku tak percaya dengan kebencian di dalam hatiku. Rasanya ... aku telah dikhianati oleh perasaanku sendiri," ungkapnya dengan senyuman yang tertahan di dalam bibirnya.     

"Itu artinya ... kamu sangat mencintai Brian Prayoga, Sayang." Sebuah pelukan dihadiahkan Brian pada wanita yang dicintainya. Pria itu sengaja menggelitik perut Imelda hingga ia berguling-guling karena geli.     

"Ampun, Brian. Tolong lepaskan aku," pinta Imelda sambil menahan rasa geli yang terus menerus menyiksa dirinya.     

Saat pasangan itu sedang menikmati momen romantis itu. Dengan sangat keras, pintu kamarnya diketuk. Bahkan terdengar akan segera dirobohkan     

"Brian! Cepat buka pintunya atau aku akan mendobraknya sekarang juga," teriak seseorang dari balik pintu kamarnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.