Bos Mafia Playboy

Aku Tak Pantas Mencintainya



Aku Tak Pantas Mencintainya

0Mendengar nama 'Eliza' disebutkan oleh Brian, Kevin langsung naik pitam. Dia sangat tahu siapa wanita itu. Seorang teman kuliah Brian yang dahulu selalu mendekati dan juga mengejar sahabatnya itu. Namun sekarang, Eliza sudah menjadi penegak hukum yang patut diperhitungkan. Kevin sangat yakin jika kembalinya Eliza, pasti untuk mendekati Brian lagi.     

"Brengsek kamu, Brian! Jika kamu tak siap menikahi Dokter Imelda, biar aku saja yang menikahinya," seru Kevin dengan amarah yang meledak. Saat mendengar Imelda menikah dengan sahabatnya sendiri, dia sudah sangat terkejut. Dia merasa sangat tidak adil jika Brian sampai mengkhianati istrinya itu.     

Brian yang tersungkur di lantai kamarnya cukup terkejut dengan respon yang diberikan oleh Kevin. Dia tak pernah membayangkan jika Kevin bisa semurka itu. "Ada apa denganmu, Kevin? Ada apa di kepalamu itu?" protes Brian sambil terus menatap sahabatnya itu.     

Bagi Brian, apa yang baru saja dilakukan Kevin benar-benar tak terduga. Tak pernah terlintas di benaknya, saat Kevin memukul dirinya karena terlalu marah akan semua sikapnya. "Jangan bilang ... kamu juga mencintai istriku, Kevin!" cetus Brian tanpa memikirkan apapun lagi.     

"Jangan gila kamu, Brian. Bukannya aku tak mungkin jatuh cinta kepada Dokter Imelda, melainkan aku merasa tak pantas untuk mencintai seorang wanita seperti Dokter Imelda," ungkap Kevin pada pria yang masih terduduk di lantai dengan sudut bibirnya yang sedikit sobek.     

Dengan gerakan lambat, Brian berusaha bangkit dan duduk kembali di sisi ranjang. Dia sama sekali tak marah dengan pukulan Kevin terhadapnya. Brian merasa jika dirinya sangat pantas mendapatkan beberapa pukulan yang lebih dari itu. "Berikan vitamin dan obat-obatan untuk Imelda, aku tak ingin dia sakit dan sampai pingsan seperti sekarang," ucapnya sambil menatap Kevin sebentar lalu beralih memandang istrinya dengan penuh cinta.     

"Apa kamu tak ingin membalas pukulan dariku?" Kevin menjadi sangat heran dengan sikap Brian yang tidak seperti biasanya. Dia bisa melihat rasa bersalah dan juga kesedihan yang tersirat di wajah sahabatnya itu. "Dokter Imelda hanya terlalu stress dan juga banyak pikiran. Jangan biarkan dia memikirkan sesuatu yang berat. Itu bisa saja mempengaruhi janinnya," jelas Kevin pada pria yang terdiam di samping istrinya.     

Tanpa banyak bicara, Brian memandang Kevin lalu berdiri di sampingnya. "Terima kasih banyak, Kevin," ucapnya tulus pada seorang dokter yang selama ini selalu siap untuk membantunya. Selain sebagai dokter, Kevin adalah seorang sahabat bagi Brian. Dia yang selalu berada di sampingnya selama ini.     

"Apakah ada yang salah dengan kepalamu, Brian?" ledek Kevin sambil pura-pura memeriksa kepala sahabatnya itu.     

"Aku merasa berdosa pada Imelda, bagaimana aku berpikir untuk menemui Eliza? Aku merasa menjadi orang terbodoh di dunia," kesal Brian pada dirinya sendiri. Dia pun kembali duduk di samping Imelda sambil menggenggam tangannya. "Kevin! Mengapa tangan Imelda sangat dingin?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari sang istri.     

Tanpa berpikir panjang, Kevin langsung mendekati Imelda dan menyentuh jemari tangannya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan Brian barusan memang benar.     

"Jangan sentuh istriku!" Tiba-tiba saja Brian berteriak seperti sudah tidak waras.     

"Kamu sudah gila, Brian! Aku hanya ingin memastikan keadaan Dokter Imelda saja," kesal Kevin tanpa peduli sosok pria yang sejak tadi menatap tajam dirinya. "Matikan pendingin ruangan, berikan selimut pada Dokter Imelda. Dia hanya kedinginan karena terlalu lama berada di air, padahal kondisi tubuhnya sedang kelelahan," jelas Kevin sambil memperhatikan pasangan di depannya itu.     

Setelah meletakkan beberapa obat dan vitamin di atas meja, Kevin pun membereskan barang-barangnya dan akan segera meninggalkan rumah itu. Namun Brian justru menghalanginya dan menahannya untuk tetap tinggal.     

"Tunggu, Kevin! Jangan pergi dulu sebelum Imelda bangun. Aku yakin jika terjadi apa-apa dengannya," pinta Brian dengan wajah memohon dan tentunya sangat memelas. Dia hanya bisa berharap pada sosok pria yang sudah cukup lama dikenalnya itu.     

Seolah tak memiliki pilihan lain, Kevin pun memutuskan untuk tetap tinggal di sana. Dia menunggu di ruang tengah, sambil setiap 30 menit melihat kondisi Imelda.     

Saat matahari mulai menghilang, Imelda mulai tersadar dan membuka matanya. Dia melihat Brian sedang duduk di sampingnya dengan wajah sangat lelah dan mata terpejam. Mungkin saja, pria itu tertidur saat menemani istrinya.     

Di saat yang sama, Kevin baru saja masuk dan mendapati Imelda sudah bangun. "Dokter Imelda!" serunya dengan wajah sangat terkejut. Dia langsung menghampiri wanita itu dan memeriksa kondisinya sekali lagi. "Maaf ... aku harus memastikan jika Anda baik-baik saja," ucap Kevin dengan sangat ramah.     

"Aku baik-baik saja, Dokter Kevin. Hanya mandi terlalu lama saja hingga membuatku menjadi demam," jelas Imelda pada sahabat dari suaminya. Dia tak tahu jika Kevin sudah mengetahui ketegangan dalam hubungan mereka. "Dokter Kevin ... tolong bantu aku memindahkan Brian ke ranjang," pinta seorang wanita dengan wajahnya yang masih sangat pucat.     

Tanpa memberikan jawaban apapun, Kevin langsung membantu Imelda untuk memindahkan Brian ke atas ranjang. Dia semakin mengagumi sosok wanita di depannya itu. Meskipun hubungannya dengan Brian sedang memburuk, Imelda masih saja peduli dengan suaminya itu.     

"Kalau begitu, aku pamit kembali ke klinik. Tadi Brian hanya meminta aku untuk berada di sini sampai Dokter Imelda sadar," ucapnya pada sosok wanita yang masih berdiri tak jauh dari ranjang di kamarnya.     

"Tunggu dulu, Dokter Kevin!" panggil Imelda pada sahabat dari suaminya itu. "Pergilah setelah makan malam. Kebetulan Papa Adi juga akan datang ke sini bersama Papa Davin juga," jelasnya dengan senyuman kecil di wajah cantiknya.     

Akhirnya Kevin pun menuruti permintaan Imelda kepadanya. Dia pun memutuskan untuk menunggu keluarga besar Prayoga dan Mahendra di sebuah kursi ruang tengah. Sambil menunggu, Kevin membaca beberapa buku yang tergeletak di atas meja. Begitu asyik membaca, ia tak sadar saat Adi Prayoga sudah berada di sana juga.     

"Kevin!" panggil Adi Prayoga pada seorang dokter kepercayaannya dan juga sudah seperti seorang anak baginya.     

Kevin yang cukup terkejut langsung memalingkan wajahnya ke arah suara. Dia langsung menatap Adi Prayoga dengan senyuman hangat di wajahnya. "Selamat malam, Om Adi," sapanya dengan cukup sopan.     

Adi Prayoga menatap Kevin penuh selidik, dia melihat jika dokter muda itu membawa peralatan medis miliknya. Mendadak pria tua itu sangat cemas, dia langsung mengkhawatirkan keadaan Imelda yang tengah mengandung. "Siapa yang sedang sakit? Jangan bilang kamu sengaja diundang untuk makan malam!" cetus Adi Prayoga dengan penuh kecurigaan.     

Untung saja, Kevin langsung mengerti kecurigaan Adi Prayoga. Dia tak ingin terjebak dalam sebuah kebohongan yang tak mungkin bisa dimenangkannya. "Sebenarnya ... aku baru saja memeriksa .... "     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.