Bos Mafia Playboy

Alat Pelacak Dan Penyadap



Alat Pelacak Dan Penyadap

0Brian masih tenggelam dalam pemikiran sendiri. Dia masih memikirkan perkataan Martin kepadanya. Asyik melamun, ia sampai tak sadar saat Imelda sudah berada di dekatnya.     

"Brian!" panggil seorang wanita pada suaminya. Namun seorang pria yang dipanggilnya tak kunjung tersadar dari lamunannya. Dengan sedikit kesal, Imelda menepuk pundak Brian yang masih menatap dengan pandangan kosong. "Apa yang sedang kamu pikirkan hingga tak mendengar panggilanku?" tanyanya dengan cukup jelas.     

"Sayang!" sahut Brian dengan wajah gugup karena terlalu terkejut dengan kehadiran istrinya. "Apakah sudah selesai?" tanyanya sambil mengembangkan senyuman hangat dan penuh dengan perasaan cinta yang mendalam.     

Imelda mengerucutkan bibirnya sambil menatap kesal sang suami. "Sudah sejak tadi," jawabnya singkat. "Ayo kita pulang saja," ajak Imelda sambil berjalan lebih dulu menuju pintu keluar.     

"Bagaimana dengan Martin? Bukankah dia masih di toilet?" sahut Brian sambil setengah berlari mengejar wanita yang melangkahkan kakinya dengan sangat cepat.     

"Martin sudah menunggu di mobil," jawab Imelda tanpa melirik sedikit pun ke arah suaminya. Dia hanya fokus untuk segera keluar dan meninggalkan rumah sakit secepat mungkin.     

Brian terus mengikuti istrinya sampai masuk ke dalam mobil. Begitu masuk ke dalam, Martin terlihat sedikit panik dan tidak tenang. Brian pun menjadi ikut penasaran dan juga panik melihat tangan kanan ayahnya itu.     

"Ada apa, Martin?" tanya Brian sambil memandang sekeliling. "Aku merasa ada yang tidak beres denganmu," tambahnya sambil terus memandangi Martin yang sejak tadi menatap kaca spion mobilnya.     

Pria itu sama sekali tak memberikan jawaban apapun pada Brian. Hal itu membuat Imelda menjadi sedikit kesal. "Katakan, Martin! Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Imelda dengan suara tegas dan banyak penekanan dalam setiap kata yang terucap.     

"Ada seseorang yang sejak tadi mengintai kita. Aku baru menyadari saat keluar dari gedung rumah sakit. Kita harus lebih berhati-hati dan juga memastikan tak ada penyadapan ataupun pelacak di mobil ini," jelas Martin sambil memikirkan cara yang cepat dan tepat untuk lepas dari pengawasan mereka.     

"Jangan kembali ke villa dulu!" sahut Imelda sambil memperhatikan sebuah mobil dengan beberapa orang di dalamnya. "Sepertinya mereka mengincar tempat persembunyian kita," lanjutnya dengan wajah cemas. Imelda sangat tahu jika dirinya sedang berada dalam bahaya. Nyawanya bisa saja terancam dan juga hilang kapan saja. Sekuat tenaga, ia mencoba tetap tenang dan ketakutan pada situasi seperti itu.     

Brian menatap wajah istrinya yang terlihat sedikit cemas. Dengan perlahan namun pasti, ia menyentuh jemari tangan Imelda. "Jangan takut, Sayang," hiburnya dengan tatapan penuh cinta.     

"Tanganmu sangat dingin, Brian. Mungkinkah kamu yang ketakutan?" Imelda memandang wajah suaminya dengan cukup dalam, mencoba untuk memahami perasaan yang ditunjukkan oleh Brian. Dia merasakan jika pria yang sedang duduk di sebelahnya itu, terlalu mengkhawatirkan keselamatannya dan juga bayinya.     

Sebuah tatapan tajam dan penuh arti dilemparkan Brian pada istrinya. Sebuah perasaan cinta yang membuatnya tak berdaya dan begitu lemah. Di hadapan sang istri, Brian seolah tak memiliki kekuatan apapun. Cintanya untuk Imelda telah membuat seorang Brian Prayoga telah kehilangan kekuatan dan juga arogansi atas dirinya.     

"Aku tak takut pada apapun, Sayang. Yang aku takutkan jika aku gagal untuk melindungi kamu dan juga bayi kita," ungkap Brian Prayoga dengan sangat serius namun tersirat kehangatan atas setiap kata yang diucapkannya. "Lebih baik kita pulang ke rumah besar dulu untuk mengalihkan perhatian mereka," lanjut Brian sambil memandang ke arah Martin.     

Martin tak menyangka jika dirinya sepemikiran dengan Brian. Biasanya mereka berdua selalu berselisih paham.     

"Kita akan pergi setelah beberapa bodyguard datang ke sini. Aku sudah meminta mereka untuk segera datang," sahutnya sambil melirik pasangan itu dari kaca yang berada di dalam mobil itu.     

"Pantas saja, Papa sangat menyukaimu. Kamu bekerja dengan sangat cepat tanpa membuang waktu sedikit pun." Brian memperlihatkan sedikit senyuman sambil menepuk bahu pria yang sudah duduk di belakang kemudi. Tiba-tiba saja, ia merasa sangat beruntung memiliki Martin di sisinya.     

Setelah beberapa menit, sebuah pesan masuk di ponsel Martin. Dia langsung memeriksa dan membaca sebuah pesan yang baru saja diterimanya. "Mereka sudah datang, kita bisa meninggalkan tempat ini sekarang juga." Martin langsung melajukan mobilnya menyusuri jalanan ramai yang cukup padat.     

Ternyata benar, sebuah mobil hitam yang terlihat mencurigakan masih mengikutinya sejak keluar dari rumah sakit. Brian beberapa kali melihat ke arah belakang. Dia ingin memastikan jika istrinya akan baik-baik saja. "Berhati-hatilah, Martin!" seru Brian dengan wajah cemas.     

Tanpa Brian mengatakan hal itu, Martin sudah sangat berhati-hati dalam membawa mobil yang berisi anak dan menantu dari Adi Prayoga itu. Jika mereka berdua sampai terluka, dia tak bisa membayangkan betapa murkanya Adi Prayoga jika mereka berdua terluka.     

Begitu mobil itu memasuki gerbang tinggi di rumah, mobil yang sejak tadi mengikuti mereka langsung tancap gas dengan kecepatan tinggi. Martin langsung menghentikan mobilnya di depan rumah yang terlihat seperti istana itu.     

"Periksa seluruh isi mobil! Pastikan tak ada penyadap atau pelacak di seluruh sudut mobil itu," perintah Martin pada beberapa bodyguard yang juga bekerja untuk Adi Prayoga.     

"Apakah kita perlu melakukannya sampai seperti itu?" tanya Imelda pada dua pria yang masih berdiri sambil memperhatikan beberapa orang sedang memeriksa mobil.     

Martin tersenyum singkat sambil terus memandangi mobil itu. Dia tak ingin hal buruk terjadi saat Imelda dan Brian bersamanya. "Sebentar lagi kamu juga akan tahu," cetus Martin dengan suara dingin yang terdengar sangat tegas.     

"Bos! Kami menemukan dua penyadap dan satu pelacak di mobil itu," lapor salah seorang dari mereka.     

"Lakukan pengecekan secara menyeluruh sekali lagi. Jangan sampai ada yang terlewat." Martin berjalan ke arah seorang bodyguard yang sejak tadi sudah menunggunya. "Apa yang kalian dapat?" tanya Martin pada pria tinggi besar yang bekerja untuk Adi Prayoga.     

Pria itu langsung menunjukkan sebuah gambar dari kamera ponsel. "Itu nomor plat mobil yang mengikuti kalian sejak keluar dari rumah sakit," ucapnya.     

"Kirimkan padaku sekarang, aku ingin melihat siapa orang-orang itu," balas Martin lalu kembali menghampiri Brian dan Imelda yang masih berdiri di dekat mobil miliknya. "Ayo kita masuk ke dalam. Apakah kalian tidak penasaran dengan orang-orang yang berada di balik semua ini?" tanya Martin sebelum berjalan memasuki rumah Adi Prayoga.     

Pria itu langsung masuk ke dalam sebuah ruangan di mana dirinya dapat melihat seluruh dunia. Dengan kelincahan tangannya, Martin mencoba untuk memeriksa nomor plat mobil yang mengikutinya tadi. Dan hasilnya, sangat di luar dugaan. "Apa-apaan ini! Brengsek!" kesal Martin sambil melemparkan sebuah botol plastik kosong ke dinding.     

"Ada apa, Martin?" Imelda menjadi sangat penasaran dengan sesuatu yang membuat pria itu murka.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.