Bos Mafia Playboy

Upaya Untuk Melindungi Imelda



Upaya Untuk Melindungi Imelda

0Davin Mahendra langsung membulatkan matanya, saat melihat sebuah mobil yang sangat dikenalinya berhenti tepat di depan pintu rumah mantan anak buahnya. Dia masih tak dapat mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu. "Apa kamu sengaja merekayasa video ini?" tanyanya pada Adi Prayoga yang masih berdiri di sampingnya.     

"Kamu gila, Mahendra! Untuk apa aku merekayasa video bodoh itu?" Adi Prayoga merasa tidak terima dengan tuduhan yang dilontarkan oleh Davin Mahendra. Dia pun kembali mengambil ponsel miliknya dari tangan mantan sahabatnya itu. "Percuma aku memperlihatkan video ini padamu! Sepertinya kebodohan di masa lalu telah semakin menutupi akal sehatmu," kesal Adi Prayoga sambil berjalan meninggalkan pria yang masih terlihat mematung karena terlalu terkejut. Tanpa banyak kata lagi, ia pun langsung meninggalkan rumah mewah itu begitu saja. Rasanya Adi Prayoga sudah tak tahan melihat kebodohan Davin Mahendra.     

Begitu Adi Prayoga meninggalkan rumahnya, Davin Mahendra langsung menghubungi Alex. Rasanya sangat tidak sabar untuk mengetahui kebenaran yang baru saja dilihatnya. "Alex! Coba kamu cek dalam seminggu ini, siapa saja yang membawa keluar mobil dinas yang biasa kupakai?" ucapnya sambil menempelkan ponsel di telinga. "Lakukan saja perintahku!" tegas Davin Mahendra sebelum kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.     

Dengan wajah yang kesal dan juga penasaran, Davin Mahendra langsung masuk ke dalam ruang kerjanya. Hatinya menjadi sangat gelisah membayangkan Imelda hampir saja dilukai oleh seseorang. Dia pun bangkit dari tempat duduknya, berjalan kesana-kemari tanpa henti. Ada rasa cemas dan juga ketakutan yang tiba-tiba menguasai dirinya. Davin Mahendra tak rela jika sampai Imelda terluka karena dendam orang-orang yang memiliki pernah berurusan dengannya. Dalam sekali gerakan, ia mengambil kunci mobilnya dan langsung melaju dengan kecepatan penuh menuju sebuah tempat di mana anak perempuan kesayangannya berada.     

Dalam beberapa menit saja, Davin Mahendra sudah berada di depan gerbang villa Prayoga. Dia sudah beberapa kali mendatangi tempat itu, menjadikannya tak perlu melewati pemeriksaan ketat seperti biasanya. "Apa Imelda ada di rumah?" tanyanya pada seorang bodyguard yang datang menyambut dirinya.     

"Beliau ada di dalam. Mari saya antar." Dengan sopan dan tentu saja cukup ramah, pria tinggi besar itu mengantarkan Davin Mahendra masuk ke ruangan tamu. Setelah itu, barulah ia masuk ke dalam untuk memanggil sang empunya rumah. Seluruh orang di villa itu sangat tahu siapa sosok Davin Mahendra. Selain Davin Mahendra adalah ayah dari Imelda, mereka juga tahu jika pria itu anggota intelijen.     

Kebetulan sekali, Imelda sedang berada di taman belakang dengan suaminya. Mereka berdua sedang menikmati saat-saat kebersamaan dan juga kedekatan mereka yang baru saja dimulai sejak semalam. Tiba-tiba saja, mereka berdua dikejutkan dengan suara seorang bodyguard yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya.     

"Permisi, Tuan. Nona. Pak Davin Mahendra sudah menunggu di ruang tamu," ucap pria tinggi besar itu dengan sopan.     

"Baiklah, kami akan segera kesana," jawab Brian tanpa memalingkan wajahnya. Dia pun menggenggam tangan Imelda dan mengajaknya untuk masuk. "Ayo, Sayang. Papa pasti sudah menunggu kita," ucapnya lembut pada sang istri. Brian melihat jika Imelda seolah tak bersemangat untuk bertemu dengan ayahnya. Seolah wanita itu menjadi sangat kesal saat bodyguard tadi memberitahukan kedatangan Davin Mahendra.     

Tanpa banyak bicara, Imelda berjalan di samping Brian. Dia terlihat sangat tidak bersemangat untuk menemui ayahnya. Begitu sampai di ruang tamu, Imelda hanya memandangi Davin Mahendra tanpa menyapa atau mendekati pria tua itu. Dengan acuh tak acuh, ia pun akhirnya membuka suaranya. "Untuk apa Papa ke sini?" tanyanya tanpa ekspresi yang berarti.     

"Sayang. Jangan berbicara seperti itu kepada Papa," sahut Brian sambil sedikit menarik Imelda untuk duduk di dekat ayahnya. Dia sama sekali tak ingin jika istrinya itu harus bersikap kasar terhadap orang tua yang sudah merawatnya selama ini. Brian sangat menghormati Davin Mahendra seperti orang tua yang sesungguhnya.     

Davin Mahendra tersenyum kecil sambil memperhatikan wajah anaknya itu. "Tak apa-apa, Brian. Biarkan Imelda mengungkapkan kekesalannya pada Papa. Walau bagaimanapun, semua yang sudah terjadi adalah kesalahan Papa," sesalnya dengan wajah cemas. "Apa kamu baik-baik saja, Imelda?" Sebuah pertanyaan yang memperlihatkan kekhawatiran bagi seorang Davin Mahendra.     

"Selama aku berada di sini, tentu saja aku akan baik-baik saja. Tak akan ada yang bisa melukaiku saat aku tinggal di sini. Keadaan akan jauh berbeda saat aku tinggal bersama Papa. Setiap waktu, rasanya aku tak bisa hidup dengan tenang. Selalu saja ada orang yang mengusik hidupku." Imelda mengungkapkan segala kekesalan dan kekecewaannya pada pria tua yang selalu sibuk dengan segala urusannya.     

Davin Mahendra sangat menyadari jika Imelda harus menjalani kehidupan yang sulit seorang diri. Sejak ibunya meninggal, Vincent justru meninggalkan dirinya begitu saja. Sedangkan sebagai gadis muda yang masih duduk di bangku SMA, Imelda harus berjuang sendirian. Dalam hatinya, Davin Mahendra sangat bangga pada anak perempuannya itu. Namun dia juga cukup menyesal tak memberikan kasih sayang yang cukup untuknya. "Maafkan Papa, Sayang. Papa tak pernah berniat untuk mengabaikan kamu, semua yang Papa lakukan selama ini hanya untuk melindungimu," sesal Davin Mahendra dengan sorot mata tulus begitu jelas terlukis di wajahnya.     

"Aku tak percaya dengan ucapan Papa," tegas Imelda dengan suara bergetar karena sedang berusaha menahan perasaan di dalam hatinya. "Terlalu banyak hal yang Papa sembunyikan dariku. Bagaimana bisa Papa menyebutkan hal itu sebagai upaya untuk melindungi aku?" tambahnya dengan wajah penuh kekecewaan yang semakin dalam.     

Di samping Imelda, Brian hanya terdiam sambil menggenggam erat tangan istrinya. Dia tak ingin memperkeruh suasana di antara ayah dan anak itu. Brian hanya ingin istrinya itu bisa lebih tenang dan tak terbawa oleh emosi. "Tenanglah, Sayang," ucapnya lirih dengan penuh kecemasan.     

Dengan segenap kekuatan di dalam dirinya, Davin Mahendra berusaha untuk tetap tenang. Dia tak ingin terbawa perasaan dengan setiap kata yang diucapkan oleh anak perempuannya. Namun, dia sadar jika semua sudah sangat terlambat. Masa lalu juga tak akan mungkin kembali lagi. "Papa hanya bisa berharap kamu bisa percaya dengan semua ucapan ini. Semua yang Papa lakukan hanya demi keselamatanmu," terang Davin Mahendra sambil bangkit dari tempat duduknya. "Melihatmu baik-baik saja, sudah lebih dari cukup. Papa pamit pulang," ucapnya sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan ruang tamu.     

"Tunggu, Pa!" panggil Imelda pada sosok pria yang sudah berdiri di depan pintu.     

Davin Mahendra langsung membalikkan badannya dan menatap hangat anaknya. "Ada apa?" tanyanya singkat.     

"Apa orang-orang itu juga berhubungan dengan kematian Mama?" Sebuah pertanyaan yang dilontarkan Imelda berhasil membuat ekspresi Davin Mahendra berubah seketika. Pria itu langsung mematung seketika.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.