Bos Mafia Playboy

Janji Seorang Kekasih



Janji Seorang Kekasih

0Adi Prayoga baru saja kembali dari sebuah rumah di mana Brian dan juga Imelda tinggal. Baru beberapa langkah saja turun dari mobil, ponsel miliknya berdering cukup nyaring. Terlihat sebuah nomor baru sedang menghubunginya. Dengan sedikit ragu dan bertanya-tanya di dalam hati, Adi Prayoga menerima panggilan itu. "Dengan siapa ini?" sapanya tanpa basa-basi sedikit pun.     

"Mahendra! Tidak biasanya kamu menghubungiku," ucapnya lagi pada orang di dalam telepon. "Apa maksudmu?" Adi Prayoga terlihat sangat panik setelah melakukan pembicaraan itu.     

"Aku akan membantumu untuk menemukan Vincent, bagaimanapun caranya," tegas Adi Prayoga sangat menyakinkan.     

Adi Prayoga berjalan ke beberapa anak buahnya yang sedang duduk di bawah pohon. "Apa kalian tahu keberadaan Martin?" tanyanya pada beberapa pria yang terlihat sedikit lelah karena baru saja melalui hari yang panjang.     

"Sejak pagi kami tak melihatnya. Bahkan saat kami semua hampir tertangkap, Martin sama sekali tak menampakkan dirinya," jelas seorang dari mereka. Tak biasanya Martin sama sekali tak kelihatan dalam transaksi yang biasa dilakukannya.     

Sang bos mafia itu menjadi khawatir, tak biasanya Martin menghilang tanpa kabar. Padahal ia sempat mengabari orang kepercayaannya itu untuk membatalkan transaksi mereka. "Bagaimana Martin sampai tidak datang? Aku sendiri yang sudah menghubunginya dan memintanya untuk membereskan kekacauan itu," lontarnya pada beberapa anak buahnya yang masih berada di sana.     

Tanpa membuang waktu, Adi Prayoga langsung menghubungi Martin. Beberapa kali dering berbunyi, orang kepercayaannya itu sama sekali tak menerima panggilannya. Keadaan menjadi semakin mencemaskan, kegundahan dan juga kebingungan bercampur aduk menjadi satu. Dia takut jika hal buruk menimpa Martin saat di jalan.     

Dengan sedikit harapan yang tersisa, Adi Prayoga kembali menghubungi Martin. Dalam hitungan 7 detik, akhirnya panggilan itu diterima juga. "Apa yang terjadi padamu? Mengapa kamu tak menerima semua panggilanku?" Beberapa pertanyaan langsung dilontarkan Adi Prayoga tanpa jeda sedikit pun.     

"Jangan minta maaf sekarang! Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi padamu?" seru Adi Prayoga dengan wajahnya yang mulai kesal karena sudah sangat tidak sabar untuk mendengar penjelasan dari Martin.     

"Apa! Bagaimana itu bisa terjadi?" Air muka Adi Prayoga langsung berubah seketika itu juga. Dia masih tak dapat percaya dengan semua yang dikatakan oleh Martin di dalam panggilan teleponnya. "Aku akan segera ke klinik Kevin." Begitu panggilan itu berakhir, Adi Prayoga langsung membawa dua bodyguard untuk mendatangi klinik Kevin.     

Macetnya jalanan disertai kecemasan yang cukup besar, membuat Adi Prayoga langsung naik darah. "Apakah kamu tidak bisa membawa mobilnya lebih cepat?" Pria itu berteriak pada seorang bodyguard yang menjadi sopirnya. "Tambah kecepatan!" Lagi-lagi ia kembali meneriaki seseorang yang sedang membawa mobilnya. Rasanya Adi Prayoga hampir meledak harus berada di situasi yang paling menegangkan di dalam hidupnya.     

Begitu mendengar kondisi Vincent, hatinya bergetar hebat. Ada rasa takut yang tiba-tiba saja bersemayam di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Adi Prayoga merasa seolah akan kehilangan anaknya sendiri. Apalagi mereka berdua pernah berhubungan cukup baik saat Irene Mahendra masih hidup.     

Adi Prayoga tak mengerti pada dirinya sendiri, mengapa ia bisa begitu frustrasi mendengar kondisi Vincent? Padahal mereka berdua sudah cukup lama tak berhubungan. Mereka baru saja bertemu setelah Imelda dan Brian menikah. Sebelumnya, sama sekali tak tak ada komunikasi di antara mereka berdua.     

"Bos ... kita sudah sampai," lapor sang bodyguard pada bos-nya.     

Sebuah rasa terkejut langsung diperlihatkan Adi Prayoga saat menyadari dirinya sudah berada di depan klinik. Tanpa membuang waktu, ia membuka pintu dan berlari masuk ke dalam klinik milik Kevin. Hanya kecemasan dan juga ketakutan yang diperlihatkan oleh ayah dari Brian itu.     

"Bagaimana kondisi Vincent?" lontar Adi Prayoga begitu melihat Martin yang duduk di depan ruangan di mana Vincent sedang dirawat.     

Begitu melihat sosok pria yang baru saja datang, Martin langsung bangkit dan berdiri. Dia pun memandang ke arah Adi Prayoga yang berdiri tak jauh darinya. "Kondisinya yang sempat membaik ... tiba-tiba saja menjadi kritis. Dokter Kevin dan juga Dokter Laura sedang menanganinya." Martin langsung menjelaskan kondisi Vincent pada bos-nya itu.     

"Aku akan menghubungi Davin Mahendra. Dia sudah bersusah payah mencari anak laki-lakinya." Dalam sekejap saja, Adi Prayoga sudah mendekatkan ponselnya di telinga. Dia melakukan panggilan telepon itu dengan wajah tegang dan juga terlihat sangat cemas.     

"Aku sudah menemukan Vincent. Akan aku kirimkan lokasinya, kamu bisa langsung datang kesini." Adi Prayoga langsung memasukkan kembali ponselnya. Dia sengaja mengatakannya tanpa penjelasan sedikit pun. Membiarkan Davin Mahendra melihat kondisi Vincent secara langsung adalah penjelasan yang terbaik menurut dirinya.     

Martin sudah cukup mendengar percakapan bos-nya dengan Davin Mahendra. Dia pun tak ingin menunjukkan dirinya pada sosok yang cukup berpengaruh di satuan intelijen itu. "Aku harus menghilang untuk beberapa saat. Setelah Davin Mahendra pergi, aku akan kembali ke sini, Bos," pamitnya lalu menghilang begitu saja.     

"Berhati-hatilah!" Hanya itu yang bisa diucapkan Adi Prayoga pada orang yang sangat dipercayainya untuk mengurus apapun. Dia bisa menghargai setiap alasan Martin ingin menyembunyikan dirinya dari sosok Davin Mahendra.     

Beberapa menit kemudian, Davin Mahendra datang dengan wajah sangat panik. Wajahnya terlihat sangat tegang dan juga penuh kesedihan. "Di mana Vincent?" Pertanyaan itu yang pertamakali dilontarkannya pada Adi Prayoga yang masih berdiri di depan pintu ruangan di mana Vincent sedang berjuang.     

"Vincent sedang berada di dalam. Kevin sedang berusaha untuk menyelamatkannya." Sebuah jawaban yang sangat memilukan menggetarkan hati kedua pria yang pernah menjalin hubungan dekat itu.     

"Bagaimana Vincent bisa berada di sini?" Dengan frustrasi, Davin Mahendra menanyakan hal itu. Meskipun ia sangat yakin jika jawabannya tak jauh berbeda dari yang telah dipikirkannya.     

Terdengar helaan nafas panjang yang dilakukan oleh Adi Prayoga. "Mengapa kamu menyeret Vincent dalam kubangan lumpur itu bersamamu?" tuduhnya telak pada sang mantan sahabat. "Apa kamu sengaja ingin merusak masa depan Vincent?" Lagi-lagi Adi Prayoga melemparkan sebuah tuduhan pada Davin Mahendra.     

"Kamu pikir aku segila itu sampai melakukannya! Aku bahkan tak tahu jika Vincent sudah mengajukan diri untuk bergabung dalam satuan intelijen," terang Davin Mahendra pada sosok pria yang berusaha untuk terus menyudutkannya.     

"Sepertinya kamu sedang membodohiku," sindir Adi Prayoga sembari melirik pria di hadapannya. Menatap dingin dan seolah tak peduli pada sosok di hadapannya. Padahal ia sangat mengkhawatirkan seluruh anggota keluarga Mahendra. Kekhawatirannya seolah tak pernah menghilang, justru semakin meluas semakin besar.     

"Aku tak peduli kamu berada di ujung dunia atau di neraka, asal jangan kamu seret Imelda dan Vincent bersamamu. Aku sudah berjanji pada Irene untuk menjaga anak-anakmu itu." Adi Prayoga kembali melontarkan kata-kata yang terlihat sangat serius.     

Davin Mahendra langsung tersenyum sinis dengan tatapan setajam belati. "Ternyata ... Janji seorang kekasih," cibirnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.