Bos Mafia Playboy

Kesalahan Fatal



Kesalahan Fatal

0Kevin tak langsung menjawab pertanyaan Adi Prayoga. Dia sedang memikirkan cara untuk memberikan jawaban tepat yang tidak menimbulkan kecurigaan pada sang bos mafia. "Sebenarnya ... aku baru saja memeriksa .... "     

"Dokter Kevin!" Tiba-tiba saja Imelda keluar dengan penampilan yang jauh lebih baik dari pada terakhir Kevin melihatnya. "Papa sudah datang ," sapa Imelda dengan senyuman ramah, seolah dia baik-baik saja. Dia pun sengaja duduk tepat di samping ayah mertuanya itu.     

"Siapa yang sakit? Kenapa Kevin berada di sini dengan peralatan medis yang biasa di bawanya?" Adi Prayoga akhirnya bertanya langsung pada menantu kesayangannya. Dia juga ikut khawatir jika sampai terjadi apa-apa pada wanita di sebelahnya itu.     

Tak langsung memberikan jawaban, Imelda justru memandang Kevin sebentar penuh arti lalu beralih ke Adi Prayoga yang sejak tadi terus memperhatikannya. "Sepertinya, Brian sedikit kelelahan dan tak enak badan. Jadi aku menyuruhnya untuk istirahat sebentar," jelasnya.     

Seketika itu juga Kevin sedang meminum secangkir kopi yang tadi disiapkan oleh seorang pelayan, langsung terbatuk-batuk karena tersedak minumannya sendiri. Wajahnya menjadi memerah dengan ekspresi panik bercampur sedikit ketakutan. "Aku permisi ke toilet sebentar," pamitnya sebelum menghilang dari ruangan itu.     

"Ada apa dengan Kevin? Bisa-bisanya sampai tersedak seperti itu?" tanya Adi Prayoga sambil memandang dokter kepercayaannya yang benar-benar masuk ke toilet.     

"Mungkin Dokter Kevin hanya kurang berhati-hati saat meminum kopinya," sahut Imelda tanpa perasaan cemas sedikit pun. Wanita itu berhasil menyembunyikan kebohongannya dari Adi Prayoga. Bukan tanpa alasan, Imelda hanya tak ingin jika suaminya akan menjadi objek kemarahan bagai ayahnya. Dia sangat yakin, Adi Prayoga pasti akan murka jika mendengar Brian akan menemui wanita lain di belakang istrinya sendiri.     

Meskipun perkataan Imelda cukup meyakinkan, Adi Prayoga sangat yakin jika sesuatu telah terjadi di antara mereka. Entah itu kebetulan atau takdir, ia merasa semua ucapan dari wanita di sebelahnya itu adalah sebuah kebohongan. Rasa cinta dan juga perasaan kasih sayang telah membutakan mata Imelda. "Jangan menutupi apapun dari Papa, Sayang," tegasnya dengan perubahan ekspresi yang membuat mereka berdua menjadi tidak nyaman.     

"Apa maksud, Papa?" Seolah tanpa dosa, Imelda tetap berusaha menyakinkan ayah mertuanya. "Papa bisa melihat sendiri keadaan Brian di kamar," lanjutnya sambil memandang ke arah kamarnya berada.     

Tak mau membuang waktu, Adi Prayoga langsung bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke sebuah kamar di mana Brian berada. Dengan sedikit rasa ragu dan juga penasaran, ia memutar handle pintu lalu mendorongnya keras.     

"Papa!" Brian yang sedang memakai pakaiannya sangat terkejut ketika ayahnya sudah berada di depan pintu. "Apakah semua orang sudah datang?" tanya Brian sambil memasang kancing kemejanya.     

"Jika kamu sedang sakit, tak perlu memaksakan diri," sahut Adi Prayoga sambil memperhatikan kamar pasangan suami istri itu. Dia ingin menemukan bukti jika Imelda sedang menutupi sebuah kebohongan. Adi Prayoga juga sangat penasaran, untuk apa menantu kesayangannya itu harus berbohong dengan dirinya?     

"Aku baik-baik saja. Siapa bilang aku sedang sakit?" jawab Brian tanpa berpikir panjang.     

Adi Prayoga tersenyum kecut mendengar jawaban dari anaknya. Dia pun berjalan ke sebuah meja yang berada di sebelah ranjang. Terlihat ada beberapa obat-obatan dan juga vitamin untuk seorang wanita hamil. "Apa ini milik Imelda?" tanyanya sambil mengangkat dan memperlihatkan obat itu pada anaknya.     

"Itu vitamin punya Imelda." Entah bodoh atau memang belum tersadar dari mimpinya, Brian justru telah mengatakan semuanya tanpa memikirkan akibatnya. Dia seolah tak bisa menduga atau membaca setiap ekspresi mencurigakan yang ditunjukkan oleh Adi Prayoga.     

Pria tua itu berjalan keluar sambil membawa beberapa obat dan vitamin tadi. "Cepatlah keluar!" seru Adi Prayoga sebelum benar-benar keluar dari kamar anaknya.     

"Ada apa dengan Papa? Sangat aneh," gumam Brian sambil berdiri di depan kaca besar di dalam kamarnya. Tak berapa lama, dia baru menyadari jika ada yang tidak beres dengan ayahnya.     

"Sial! Apa aku baru melakukan sebuah kesalahan fatal?" Tiba-tiba saja Brian menjadi panik dan langsung keluar dari kamarnya. Secepat mungkin ia berusaha untuk segera menemui ayahnya. "Papa! Aku bisa jelaskan semuanya," lontar Brian pada Adi Prayoga yang sedang duduk bersama Imelda dan juga Kevin di ruang tengah.     

Semua orang di ruangan itu langsung menatap ke Brian. Imelda menjadi gelisah karena takut jika suaminya itu melakukan sebuah kebodohan. Menjadikan semua kebohongannya menjadi sia-sia.     

"Katakan! Apa yang seharusnya kamu katakan?" sahut Adi Prayoga dengan wajah dingin yang cukup mengintimidasi seisi ruangan. Suasana menjadi sangat mencekam dan juga menegangkan.     

"Itu semua hanya kesalahpahaman saja. Aku tak bermaksud untuk .... " Brian mencoba menjelaskan pada ayahnya. Namun, Imelda justru menyela pembicaraannya.     

"Brian!" sela Imelda dengan suara tegas dan wajah yang sangat kesal pada kebodohan suaminya. Dia berpikir, usahanya akan sia-sia jika Brian mengungkapkan semuanya. Rasanya menjadi sangat mendebarkan berada di situasi seperti itu. "Cukup!" Imelda bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri suaminya itu.     

"Aku sudah mengatakan pada Papa jika kamu sedang tak enak badan," lontar Imelda sambil menatap pria di depannya dengan penuh arti.     

Langit seolah runtuh bagi Brian. Dia benar-benar baru paham, alasan kedatangan ayahnya ke kamar. Brian telah merasa sangat bodoh karena tak mengerti dengan usaha Imelda untuk menutupi semuanya. Tak ada cara apapun lagi yang bisa menyelamatkan dirinya dari kebodohannya sendiri. Tanpa sadar, Brian menarik rambutnya sendiri. Berharap ada seseorang yang bisa menyelamatkannya.     

Adi Prayoga semakin yakin jika ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh menantunya itu. "Kemarilah, Sayang," ucapnya pada Imelda yang masih berdiri di dekat suaminya.     

Wanita itu sedikit ragu untuk menghampiri Adi Prayoga berdiri tak jauh darinya. Sayangnya, Imelda tak memiliki pilihan lainnya yang lebih baik. Dengan setengah hati, ia pun mendekat ke ayah mertuanya.     

Sebagai seorang ayah, Adi Prayoga ingin melindungi Imelda dari apapun yang bisa mengancamnya, termasuk dari anaknya sendiri. "Kamu tak perlu mengatakan apapun pada Papa. Biar suamimu itu yang mengatakan semuanya. Kamu tak perlu menutupi kebusukan suamimu itu, Sayang," ujarnya.     

"Tapi, Papa ... " sahut Imelda dengan keraguan yang sangat jelas. Dia seolah terjebak dalam kebohongannya sendiri. Rasa bersalah dan juga sangat menyesal dirasakannya karena telah membohongi seseorang yang begitu menyayanginya dengan tulus.     

"Cepatlah katakan semuanya!" tegas Adi Prayoga dengan emosi yang tertahan di dalam hatinya.     

Brian mengerutkan keningnya beberapa saat. Kemudian terdengar suara helaan nafas yang begitu dalam sebelum mengatakan hal itu.     

"Imelda mendengar jika aku akan menemui Eliza, dia akhirnya menjadi salah paham terhadapku ... " ungkap Brian dengan suara bergetar karena tak bisa membayangkan hal apa yang mungkin saja terjadi selanjutnya.     

"Siapa Eliza?" Tiba-tiba saja Vincent datang dan menanyakan hal itu kepada mereka.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.