Bos Mafia Playboy

Scandal Keluarga Prayoga



Scandal Keluarga Prayoga

0Brian langsung mengambil ponsel di dalam saku celananya. Kemudian ia memberikannya pada Natasya. "Tuliskan nomor ponsel Mama di sana," ucap Brian dalam wajah yang masih sangat terkejut dengan sebuah kebenaran yang baru saja didengarnya.     

Tanpa banyak bicara, Natasya langsung mengambil ponsel anaknya dan memasukkan nomor ponselnya ke dalam kontak Brian. Dia merasa harus menebus semua kesalahan di masa lalunya. Meskipun Natasya tak mampu memutar kembali waktu, ia masih bisa melakukan yang terbaik untuk anaknya.     

"Aku harus pergi sekarang, nanti aku akan menghubungi Mama secepatnya." Brian memberikan kecupan ringan di pipi Natasya lalu langsung pergi meninggalkan Diamond Hotel.     

Natasya hanya bisa memandangi kepergian Brian tanpa mampu mengatakan apapun padanya. Dia yakin jika semua yang baru saja dikatakannya pasti sangat mengejutkan untuk Brian. Namun, semua kebenaran pada akhirnya harus diungkapkan. Seberapa pedih dan menyakitkan sebuah kebenaran, itu jauh lebih baik daripada menjadi sebuah kebohongan agar tak tersingkap.     

Sedangkan Brian langsung keluar dari hotel berbintang itu lalu masuk di dalam sebuah mobil di mana Martin sudah menunggu. Dia langsung duduk dengan wajah yang sedikit pucat dan dada yang mulai sesak. Tiba-tiba saja, kedua bola matanya mulai berkaca-kaca. Butiran kristal yang telah mencair itu sudah siap untuk meluncur membasahi wajahnya.     

"Apa kamu baik-baik saja, Brian?" Martin tentu saja sangat mengkhawatirkan pria di sebelahnya itu. Dia yakin jika hal buruk baru saja terjadi dengan anak dari bosnya itu.     

Tak langsung memberikan jawaban, Brian justru memandang Martin dalam tatapan menyedihkan. Pria itu sengaja meninggalkan Natasya karena tak ingin terlihat lemah di hadapan wanita yang sudah menelantarkannya selama bertahun-tahun lamanya.     

"Ternyata dugaan Kak Vincent selama ini memang benar," ucap Brian dalam nafas tertahan karena terlalu berat untuk mengungkapkan sebuah kebenaran yang selama ini sengaja dikubur sangat dalam.     

"Dugaan yang mana? Apa maksud dari ucapanmu, Brian?" Martin menjadi sangat tidak sabar untuk mendengar maksud dari ucapan Brian kepadanya.     

Dalam kekecewaan dan juga sakit hati yang mendalam, Brian sengaja menarik rambutnya sendiri. Dia tak tahu lagi harus bersikap seperti apalagi pada istrinya. Sebuah kebenaran yang baru saja didengarnya, membuat Brian tak punya muka untuk bertemu dengan istrinya. Semua yang terjadi berada di luar dugaannya, ia merasa tak pantas untuk mendapatkan Imelda yang terlalu dicintainya itu.     

"Ternyata ... Papa dan Mama Irene benar-benar telah menjalin hubungan terlarang. Alasan itu juga yang membuat Mama langsung pergi meninggalkan Papa." Brian merasa sudah tak memiliki tenaga untuk menghadapi hidupnya lagi, terlebih terhadap Imelda.     

"Apakah seorang Natasya Prayoga yang mengatakan hal itu padamu?" Martin masih tak percaya jika seorang wanita seorang Natasya akan mengungkapkan sebuah kebenaran yang mampu menghancurkan anaknya sendiri.     

"Benar, Martin. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana aku harus menghadapi Imelda atas sebuah scandal yang menyeret seseorang yang sudah melahirkannya?" jawab Brian.     

Terlihat cukup jelas di wajahnya, Brian begitu frustrasi atas hubungan terlarang yang telah menyeret ayahnya dan juga ibu dari istrinya. Mendadak kepalanya serasa mau pecah, ia sudah tak bisa memikirkan apapun dengan benar.     

"Antar aku menemui Papa, Martin. Tak peduli di belahan dunia mana Papa berada, bawa aku bertemu dengan pria tua itu," pinta Brian begitu memohon pada seorang pria yang selama ini telah bekerja untuk Adi Prayoga.     

Martin tak punya pilihan lain selain mempertemukan Brian dengan Adi Prayoga. Meskipun sang bos mafia itu sedang berada di pinggiran kota, tak jadi masalah bagi Martin untuk menerobos keramaian jalanan di sepanjang pusat kota.     

Dalam beberapa menit saja, mobil sudah berhenti di sebuah bangunan bekas pabrik yang terlihat cukup sepi. Seolah sudah sangat lama lokasi itu tak pernah disentuh oleh manusia. Martin langsung membuka pintu mobilnya, dan turun lebih dulu. Dia memperhatikan kondisi sekeliling lokasi itu. Martin ingin memastikan jika keadaan cukup aman bagi mereka berdua.     

"Keluarlah! Aku akan mengantarmu menemui Bos Adi Prayoga," ucap Martin tegas dalam wajah yang terlihat cukup waspada. Dia hanya berjaga-jaga jika tiba-tiba musuh datang menyerang mereka.     

Tanpa tenaga dan juga sedikit nyawa yang seolah masih singgah di dalam dirinya, Brian mengikuti Martin berjalan ke belakang pabrik itu. Setelah beberapa puluh meter berjalan, Martin lalu berhenti dan memalingkan wajahnya pada pria yang masih berjalan di belakang.     

"Kuharap kamu bisa berpikir jernih dan tidak menyebabkan kekacauan apapun di sana. Kamu juga tahu, Bos menginvestasikan seluruh uangnya di sini," jelas Martin pada anak dari bos-nya.     

"Aku bukan orang bodoh, Martin. Tanpa kamu mengatakannya, aku sudah sangat mengetahui semua bisnis gelap keluarga Prayoga," sahut Brian dalam wajah dingin dan seolah telah kehilangan separuh jiwanya.     

Walaupun balasan Brian terdengar sangat menyakinkan, Martin tak ingin lengah terhadap anak Adi Prayoga itu. Brian seperti bom waktu bagi sang bos mafia, yang sewaktu-waktu bisa meledak dan menghancurkan segalanya. Oleh karena itu, meskipun Martin membiarkan Brian menemui ayahnya seorang diri ... ia tetap mengawasi apapun yang akan dilakukan oleh seorang Brian Prayoga.     

Memasuki gudang yang berada di belakang pabrik, Brian langsung menyuruh seluruh anak buah ayahnya untuk menjauhi tempat itu. Dia tak ingin scandal di dalam keluarganya akan di dengar oleh orang lain selain anggota keluarganya. Pengecualian untuk Martin, dia sudah sangat mengenal dan juga mengetahui baik buruknya keluarga Prayoga. Jadi tak masalah jika pria itu mengetahui scandal memalukan di dalam keluarganya.     

Begitu Brian masuk, Adi Prayoga langsung meletakkan sebuah senjata yang baru saja diperiksanya. Dia bisa merasakan jika ada sesuatu yang sangat menggangu anaknya. Pria tua itu langsung menghampiri Brian yang menatapnya dingin tanpa ada kehangatan sedikit pun.     

"Apa yang membuatmu tiba-tiba datang ke sini, Brian?" tanya Adi Prayoga dengan tatapan tajam dalam rasa penasaran yang tersirat di wajahnya.     

"Kenapa selama ini Papa harus membohongi aku?" Brian langsung tersulut amarah begitu mengingat perkataan Natasya kepadanya tadi.     

Adi Prayoga tentu saja sangat bingung dengan pertanyaan anaknya. Dia sama sekali tak mengerti arah pembicaraan Brian kepadanya. "Kebohongan mana yang kamu maksudkan, Brian? Bukankah kamu mengetahui semua yang Papa lakukan selama ini?" balasnya sambil menahan diri untuk tidak terprovokasi.     

"Kenapa Papa tak pernah mengatakan jika Mama pergi karena Papa telah mengingkari sebuah janji?" sahut Brian pada ayahnya.     

"Aku tak mengerti dengan pembicaraanmu, Brian. Janji apalagi yang kamu maksudkan ini?" Adi Prayoga seolah masih belum menyadari arah pembicaraan Brian kepadanya. Dalam benaknya, ia merasa telah menjanjikan banyak hal kepada Natasya selama masih hidup bersama.     

Brian seolah tak sanggup untuk berbasa-basi lagi. Dia pun langsung melemparkan poin penting dalam perbincangan itu.     

"Apakah Papa benar-benar terlibat dalam hubungan terlarang dengan mamanya Imelda, Irene Mahendra?" tanya Brian.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.