Bos Mafia Playboy

Alasan Yang Memaksa Untuk Pergi



Alasan Yang Memaksa Untuk Pergi

0"Siapa yang sedang dikejar oleh Brian?" ucap Martin dalam wajah bingung karena melihat kepanikan Brian saat mengejar seorang wanita.     

Tommy juga ikut bingung pada sikap Brian. Tak biasanya seorang Brian Prayoga mengejar seorang wanita seperti itu. Biasanya para wanita yang selalu mengejar pria tampan pewaris tunggal dalam keluarga Prayoga itu.     

"Sepertinya wanita itu baru saja keluar dari lift lalu berjalan ke sana," sahut Tommy sembari menunjuk ke arah di mana Brian juga baru saja berlari ke sana. "Haruskah kita menyusul Brian? Aku khawatir jika ada hal buruk yang menimpanya," ungkap Tommy penuh kekhawatiran.     

"Bukankah kamu sangat membenci Brian? Bagaimana kamu bisa ikut mencemaskannya?" Martin merasa sedikit aneh dengan sikap yang baru saja ditunjukkan oleh Tommy di hadapannya.     

Tak langsung menjawabnya, Tommy justru memandang Martin yang berdiri tak jauh darinya. Dia cukup mengenal sosok Martin yang selalu menemani Brian dalam berbagai hal yang dilakukannya. Tak sedikit yang mengetahui jika pria di sebelahnya itu selalu menghindari banyak wanita. Martin hampir tak pernah menyentuh wanita di club malam itu.     

"Aku sangat mengenalmu, begitu juga aku mengenal Brian. Jika dulu aku membenci Brian karena menyakiti banyak wanita ... sekarang, apa yang harus kubenci darinya?" Tommy sengaja memberikan jeda ucapannya.     

"Rasanya sangat jelas di benakku, saat Brian membuang wanita seperti barang sekali pakai. Hal itu membuatku berpikir jika seorang Brian Prayoga sangat arogan dan juga terlalu sok hebat. Sekarang, semua telah berbeda. Aku tak memiliki alasan untuk terus membencinya," ungkap Tommy pada orang kepercayaan dari Adi Prayoga itu. Dia mencoba untuk mengatakan semua yang selama ini cukup mengganggu dirinya.     

Penjelasan Tommy terdengar masuk akal bagi Martin, ia pun bisa sedikit lebih tenang mendengar hal itu. Setidaknya musuh Brian berkurang satu. Kedua pria itu akhirnya memutuskan untuk menyusul Brian ke arah yang sama. Dari kejauhan, mereka melihat jika Brian berdiri di depan pintu toilet hotel.     

"Apa yang kamu lakukan di sana, Brian?" Pertanyaan itulah yang dilemparkan oleh Tommy saat melihat Brian sedang berdiri di depan pintu toilet wanita.     

Pria itu langsung memandang ke arah suara dalam wajah cemas. Brian merasa sudah tidak sabar untuk bertatap muka dengan wanita yang sedang ditunggunya itu.     

"Mengapa kamu ikut ke sini? Bukankah seharusnya kamu bersenang-senang dengan para wanita yang bersamamu tadi?" lontar Brian dengan ekspresi yang bercampur aduk menjadi satu. Dia tak mengerti alasan kepedulian Tommy terhadap dirinya.     

"Aku bisa bersenang-senang dengan mereka kapan saja. Namun melihatmu berlari dalam wajah yang sangat panik, membuat aku sangat cemas," sahut Tommy cukup menyakinkan di hadapan pria itu.     

Perkataan Tommy terdengar sangat aneh bagi Brian. Seseorang yang seolah sangat membencinya, tiba-tiba saja menunjukkan sebuah kepedulian yang cukup besar. Ada sesuatu yang masih belum ia ketahui apalagi mengerti dari pria yang biasanya selalu sinis kepadanya. Namun Brian harus menahan diri dari rasa penasaran yang singgah dalam hatinya karena tiba-tiba saja ....     

"Tunggu, Ma!" teriak Brian pada wanita yang baru keluar dari pintu toilet wanita.     

Antara yakin dan juga tak yakin, Martin dan Tommy langsung menajamkan tatapan ke seorang wanita yang di anggap Brian adalah ibunya. Antara yakin dan tak yakin, mereka melihat sendiri saat wanita yang berhenti, memalingkan badannya dan terakhir memberikan pelukan pada seorang Brian Prayoga.     

"Brian! Kamu sudah sangat berubah dan menjadi sangat tampan," ucap wanita itu lirih di dalam pelukannya.     

"Kemana Mama Natasya selama ini? Aku sudah mencari selama bertahun-tahun dan tak pernah menemukan keberadaan Mama," sahut Brian tanpa melepaskan pelukan dari seorang wanita yang sudah melahirkannya. Rasanya seolah kebencian yang pernah dirasakannya langsung menghilang begitu saja. Dia juga tak percaya saat yang dirasakannya hanya kerinduan saja.     

Melihat momen mengharukan antara ibu dan anak itu, Martin langsung mengajak Tommy untuk meninggalkan mereka berdua. Dia ingin memberikan waktu kepada Brian dan juga ibunya, Natasya Prayoga.     

Setelah bertahun-tahun menghilang, tiba-tiba saja Natasya muncul di hadapan Brian. Hal itu pasti sangat mengejutkannya dan juga menjadi momen yang luar biasa bagi Brian Prayoga. Segalanya pasti akan terasa hanya mimpi dalam benaknya.     

"Kembalilah ke ruangan yang sudah kamu pesan tadi. Aku akan menunggu Brian di dalam mobil saja," ucap Martin pada seorang pria yang sejak tadi mengikutinya.     

"Benarkah wanita tadi adalah Natasya Prayoga yang selama ini telah menghilang?" tanya Tommy pada Martin yang sudah memintanya untuk segera pergi.     

Martin melemparkan tatapan tajam pada pria di depannya. Dia bisa melihat jika Tommy sangat penasaran pada wanita di pelukan Brian. "Aku juga tak yakin dengan hal ini. Baru pertama kalinya aku bertemu dengan wanita yang tadi memeluk Brian," jelas Martin tanpa menutupi apapun yang diketahuinya.     

Setelah mendengarkan jawaban itu, Tommy kembali ke sebuah ruangan di mana para wanita sudah menunggu dirinya. Sedangkan Martin memilih untuk menunggu Brian di dekat mobilnya. Dia tak ingin merusak momen indah dan tentu saja mengharukan antara ibu dan anak itu. Apalagi dia sangat tahu, bagaimana Brian sangat merindukan wanita yang sudah melahirkannya itu?     

Di sisi yang lainnya, Brian sudah duduk berdua saja dengan Natasya di sebuah kursi yang berada di dekat lobby hotel. Tanpa bosan, ia terus saja menatap ibunya dalam perasaan yang masih tidak percaya. Brian tak menyangka jika tanpa sengaja bisa berjumpa secara langsung dengan wanita yang selama ini dicarinya.     

"Selama ini, di mana Mama tinggal? Apakah Mama tak pernah merindukan aku?" Brian langsung melemparkan dua pertanyaan sekaligus kepada wanita yang sejak tadi terus memandangi dirinya.     

Natasya melukiskan sebuah senyuman yang begitu hangat untuk Brian. Menatap anak kesayangannya itu dengan lembut dan juga penuh kasih sayang. Rasanya terlalu sulit untuk menjawab pertanyaan dari seorang anak yang sudah beberapa tahun berpisah darinya. Terasa begitu menyesakkan dada dan juga dirinya.     

"Maafkan Mama, Brian. Tak seharusnya Mama meninggalkanmu di saat kamu masih sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu. Aku memang sangat berdosa telah mengabaikan kamu selama ini." Natasya terdengar sangat menyesali semua perbuatannya di masa lalu. Namun semua telah berlalu, ia tak mungkin bisa memutar kembali waktu yang sudah terlewati.     

"Apa alasan Mama meninggalkan aku dan Papa begitu saja? Apakah Mama tak memiliki perasaan sedikitpun pada kami?" Brian mulai tersulut emosi mengingat betapa teganya Natasya meninggalkan rumah tanpa mengatakan apapun padanya.     

Pertanyaan Brian kali ini terlihat membuat Natasya cukup terkejut. Terlihat rona wajahnya langsung berubah dengan cepat.     

"Coba tanyakan pada papamu, kenapa Mama langsung pergi begitu saja dari rumah itu?" sahut Natasya dalam suara bergetar dan juga wajah yang terlihat begitu terluka.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.