Bos Mafia Playboy

Wanita Yang Membuat Brian Langsung Mengejarnya



Wanita Yang Membuat Brian Langsung Mengejarnya

0Telinga Brian langsung panas dengan emosi yang terus bergejolak di dalam dirinya. Rasanya begitu geram saat mendengar ucapan Tommy kepadanya. Meskipun perkataan pria itu tidak salah, ia merasa tak nyaman saat Tommy menyinggung tentang masa lalunya. Sebuah masa lalu yang sangat tidak pantas hanya sekedar diingat sekalipun. Apalagi harus mengulanginya kembali, Brian tak ingin melakukannya.     

"Lebih baik kita pergi saja, Martin. Daripada berbisnis dengan pria brengsek ini!" ajak Brian pada seorang pria yang tadi datang bersamanya.     

Martin langsung ikut bangkit dari kursinya, mengikuti Brian yang lebih dulu akan meninggalkan ruangan itu. Dia juga tak senang dengan sikap Tommy yang menyuguhkan beberapa wanita begitu sampai di meeting room.     

"Tunggu!" seru Tommy sambil bangkit dari tempat duduknya untuk menghentikan kedua pria itu meninggalkan ruangan. "Duduklah dulu, aku akan membahas tentang bisnis kita," bujuknya dengan wajah yang terlihat cukup cemas. Tommy sangat takut jika Brian dan Martin benar-benar pergi dari sana. Padahal niatnya ke hotel itu adalah untuk membahas bisnis dengan kedua pria itu.     

"Katakan saja apa yang seharusnya kamu katakan!" tegas Brian pada pria yang kembali duduk bersama beberapa wanita cantik dengan pakaian super sexy.     

Begitu mendengar ucapan Brian yang sangat tegas, Tommy pun tak berani menggoda anak dari Adi Prayoga itu. Dia pun langsung mengambil sebuah berkas di atas meja dan memberikannya pada Martin dan juga Brian .     

"Semua bahan baku yang kami ambil mengalami kenaikan. Jadi kami bermaksud untuk memberitahukan kenaikan harga senjata yang terbaru hasil dari pabrik kami." Tommy mencoba untuk menjelaskan alasan dirinya mengajak mereka berdua untuk datang menemuinya.     

Martin memperhatikan harga senjata terbaru ya mereka tawarkan. Pria itu langsung mengerutkan keningnya begitu melihat beberapa harga fantastis yang tertulis di selembar kertas yang dipegangnya.     

"Tiga ratus persen! Bukankah itu terlalu berlebihan? Rasanya aku ingin tertawa melihat selembar kertas bodoh ini," ujar Martin dalam wajah yang terlihat tidak senang dan juga sangat kesal. "Bagaimana menurutmu, Brian?" tanya Martin pada pria yang duduk tepat di sebelahnya.     

Dalam wajah yang serius, Brian masih memperhatikan selembar kertas yang diberikan oleh Tommy. Sejujurnya, ia tak begitu mengetahui harga senjata yang selama ini diperjualbelikan oleh anak buah ayahnya. Brian hanya membantu dalam bertransaksi tanpa bertindak secara langsung.     

"Walaupun aku tak mengetahui harga sebelumnya, kenaikan 300 persen tentu saja sangat berlebihan." Brian mengatakan hal itu dalam tatapan dingin dan wajah yang sangat serius. Dia mencium ada yang tidak beres dengan kenaikan harga yang cukup fantastis.     

"Bukankah sudah dijelaskan, jika hal itu karena harga bahan baku yang juga naik," jelas Tommy untuk menyakinkan kedua pria yang terlihat sangat serius memeriksa harga terbaru yang diberikannya.     

Tak ingin salah dalam mengambil keputusan, Martin terlihat memikirkannya cukup serius. Semua dilakukannya agar tak ada kesalahan fatal yang mungkin saja dilakukan dirinya dan Brian dalam negosiasi itu.     

"Apa kamu masih ingat alasan Bos Adi Prayoga mengambil barang dari pabrik milikmu?" Martin mencoba untuk memancing Tommy agar mengingat perjanjian jual-beli di antara mereka beberapa waktu lalu. Walaupun pria itu tak ikut dalam pertemuan antara Adi Prayoga dan ayahnya, Martin yakin jika Tommy juga mengetahui kontrak kerja sama itu.     

Tommy justru terdiam dengan sejuta tanya di dalam hatinya. Dia bisa mengingat sangat jelas, alasan di balik terjalinnya kerjasama antara Prayoga dan juga ayahnya, Tanu Chandra.     

"Aku sangat mengingatkannya cukup jelas. Bahkan Adi Prayoga sampai membatalkan sebuah transaksi besar dengan Dimitri, seorang penjual senjata terbesar di Asia dan juga Eropa." Terlukis sangat jelas ekspresi kebingungan yang ditunjukkan oleh Tommy. Dia juga tak mengerti alasan ayahnya tiba-tiba menaikan harga dengan dalih kenaikan bahan baku yang digunakan untuk produksi.     

Martin langsung bangkit dari tempat duduknya sembari melemparkan tatapan tajam pada pria di hadapannya. "Kami harus membicarakan hal ini dengan bos dulu. Dalam hal ini, aku dan Brian tak berhak mengambil keputusan sendiri," terang Martin pada seorang pria yang terlihat semakin bingung dengan apa yang dilakukannya sendiri.     

"Jika sudah ada keputusan yang pasti, langsung saja hubungi aku. Kita bisa menyusun surat perjanjian baru untuk kontrak jual belinya," sahut Tommy dalam posisi yang sudah bangkit dari kursinya. Dia bermaksud untuk mengantarkan mereka berdua untuk keluar dari ruangan itu.     

Dengan sengaja, Tommy mendekati Brian yang berjalan di belakang Martin. Dia merasa sangat penasaran terhadap satu hal yang sejak tadi mengusik rasa penasaran di dalam hatinya.     

"Sebelum kamu pergi, ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan padamu," ucap Tommy penuh keraguan dan juga sedikit kecemasan terhadap respon Brian kepadanya.     

"Apa yang ingin kamu ketahui? Tak perlu terbelit-belit dalam mengatakan pertanyaanmu." Brian langsung menanggapi hal itu tanpa mengulur waktu sedikit pun.     

Sebuah jawaban yang membuat Tommy merasa sedikit lega. Setidaknya Brian tak melakukan penolakan sebelum ia mengungkapkan pertanyaan yang membuatnya sangat penasaran sejak tadi. Bahkan rasanya begitu menyiksa hingga tak sanggup untuk menahan tanya di dalam dadanya.     

"Apa yang membuatmu bisa sangat berubah seperti sekarang ini? Atau ... siapa wanita yang membuatmu bisa berhenti melakukan kebiasaanmu dalam mempermainkan banyak wanita?" Tommy menanyakan hal itu dalam rasa ketakutan di dalam dirinya. Dia sangat takut jika Brian akan tersinggung dengan pertanyaannya itu. Namun Tommy juga tak mampu menahannya di dalam hati. Setidaknya, ia sudah mempersiapkan diri untuk kemarahan Brian yang mungkin saja bisa terjadi.     

Brian langsung menghentikan langkahnya seketika itu juga. Dia tak pernah menyangka jika banyak orang yang menilai dirinya begitu buruk selama ini. Namun hal itu tak mungkin dihindarinya, karena ia sendiri juga sering menghabiskan waktu dengan beberapa wanita di night club. Semua orang yang pernah datang ke sana pasti pernah melihat dirinya. Tak terkecuali, istrinya sendiri. Bahkan Imelda juga beberapa kali melihatnya sedang bermesraan dengan wanita-wanita di night club itu.     

"Apakah kamu sebegitu penasarannya dengan seseorang yang membuatku bisa berhenti dari kebiasaan burukku?" tanya Brian dalam tatapan tajam ke arah pria di sebelahnya.     

"Aku sangat penasaran hingga dadaku menjadi sesak karena menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu padamu," sahut Tommy dengan sedikit senyuman di sudut bibirnya.     

Brian merasa tak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya. Ucapan Tommy tadi cukup mengusik hatinya. "Sebenarnya ... aku sudah menikah," ungkap Brian pada pria di sebelahnya.     

Namun tiba-tiba saja, Brian langsung berlari mengejar seorang wanita yang baru saja dilihatnya. Dia sangat yakin jika wanita itu adalah seseorang yang sangat dikenalnya. Martin dan Tommy menjadi bingung dan juga cemas melihat kepanikan Brian saat itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.