Bos Mafia Playboy

Gara Gara Semangkuk Bubur



Gara Gara Semangkuk Bubur

0Setelah menyelesaikan aktivitas panas yang menguras tenaga, pasangan itu memilih duduk di bawah selimut karena merasa kedinginan. Apalagi kondisi tubuh Brian terlihat tidak baik-baik saja. Pria itu terlihat sedikit pucat dan sangat kelelahan setelah menghabiskan waktu berjam-jam di kamar mandi.     

"Apa kamu merasa tidak enak badan, Brian?" tanya Imelda cemas begitu melihat suaminya yang begitu pucat. Dia langsung mengambil stetoskop miliknya dan memeriksa keadaan Brian.     

"Aku baik-baik saja, Sayang. Mungkin hanya kelelahan saja," jawab Brian dengan sebuah senyuman yang sengaja dipaksakan.     

Imelda langsung banyak dari tempat tidurnya dan mengambil termometer miliknya. Sepertinya dugaannya, Brian benar-benar demam. Suhu tubuhnya meningkat drastis. "Kamu demam, Brian. Aku akan mengambil air untuk meminum obatnya." Imelda langsung keluar dari dari kamar dengan terburu-buru. Dia benar-benar takut jika Brian sampai sakit.     

Saat ke dapur mengambil air, Imelda baru ingat jika mereka telah melewatkan makan siang. Dia pun kembali ke kamar dengan segelas air di tangannya. "Brian ... minumlah obatmu dulu. Istirahatlah! Aku akan membuat makanan untukmu," ucapnya pada sang istri.     

"Tak perlu repot-repot, Sayang," sahut pria yang terbaring di atas ranjang besar di kamar itu.     

Wanita itu langsung menuju dapur dan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat bubur. Dengan penuh keraguan, Imelda merebus air dan juga beras di atas nyala api. Dia menunggu sambil menyiapkan bahan pelengkap lainnya.     

"Biar kami saja yang memasak, Nyonya." Tiba-tiba saja orang pelayan datang dan berniat untuk membantunya. Bukan tanpa alasan, selama ini Imelda sama sekali tak pernah menyentuh dapur. Bahkan untuk membuat jus saja, Brian yang selalu melakukannya. Bukan meragukan kemampuan Imelda untuk memasak semangkuk bubur. Hanya saja, Adi Prayoga pernah berpesan agar mereka tidak membiarkan Imelda bekerja di dapur.     

Imelda memalingkan wajahnya lalu memandang kedua pelayan yang berdiri tak jauh darinya. "Apa kalian berdua sedang meremehkan kemampuanku untuk memasak?" kesalnya pada mereka berdua.     

"Bukan begitu, Nyonya. Kami hanya tak ingin Anda kelelahan," jelas seorang dari mereka. Mereka merasa ketakutan saat Imelda menatapnya seperti itu.     

"Pergilah dari sini! Aku ingin fokus untuk memasak saja," usir Imelda pada kedua pelayan itu.     

Mereka pun tak berani membantah ucapan Nyonya rumahnya. Pelayan itu langsung meninggalkan dapur dan membiarkan Imelda menguasai isi dapur untuk membuatkan bubur spesial bagi suaminya.     

Dengan sangat percaya diri, Imelda melakukan apapun yang diketahuinya tentang memasak. Dalam beberapa menit kemudian, ia berhasil menyajikan semangkuk bubur ayam special komplit dengan pelengkapnya. Tanpa menunggu lagi, Imelda membawa buburnya ke kamar. Meletakkannya di sebuah meja di depan sofa besar di dekat jendela.     

"Brian ... ayo makan dulu buburnya. Aku sudah memasaknya secara special untukmu." Imelda membangunkan Brian dan mengajaknya duduk di dekat jendela.     

Brian yang tadinya sudah terlelap, langsung membuka. Kemudian dia mengikuti Imelda yang sudah duduk di sofa lebih dahulu. "Kamu benar-benar memasaknya untukku, Sayang." Pria itu sangat terharu pada perhatian Imelda yang cukup berlimpah.     

"Cobalah dulu!" Imelda memberikan mangkuk itu kepada suaminya. Dia berharap jika Brian akan menyukai makanan yang baru pertama kali dimasaknya itu untuk suaminya.     

"Terima kasih, Sayang." Dengan lembut Brian mengambil mangkuk itu dan langsung menyantap bubur yang sudah disiapkan oleh suaminya. Baru satu suapan saja, wajah Brian langsung berbinar dan memperlihatkan senyuman penuh arti. Dia sedang berusaha untuk terlihat baik-baik saja di hadapan istrinya.     

Imelda merasa senang karena Brian terlihat sangat menyukai bubur buatannya. Bahkan pria itu terlihat sangat lahap memakannya. "Apakah sangat enak, Brian. Kamu memakannya dengan sangat cepat," tanyanya penasaran.     

"Enak kok, Sayang. Aku ingin segera menghabiskannya." Tanpa ragu, Brian mempercepat makannya. Dia tak ingin menyisakan sedikit pun masakan istrinya itu.     

Tiba-tiba saja, Imelda merasa aneh pada suaminya itu. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Brian. "Berhenti, Brian!" Imelda langsung merebut mangkuk yang menyisakan beberapa suap bubur yang masih tersisa di dalam mangkuk.     

"Aku masih lapar, Sayang. Aku akan menghabiskan bubur itu." Brian berusaha untuk merebut mangkuk itu dari tangan istrinya. Namun, Imelda terus saja menghalanginya untuk mendapatkan mangkuknya kembali.     

Secepat kilat, Imelda langsung mengambil sendok bekas suaminya dan menyuapi dirinya dengan sesendok bubur buatannya. Seketika itu juga air mata langsung mengalir ke wajahnya. Dia tak menyangka jika Brian akan melakukan semuanya itu.     

"Kenapa kamu tak mengatakan jika bubur ini terlalu asin, Brian? Kenapa kamu malah menghabiskannya?" Imelda terlihat sangat emosional karena suaminya itu dengan sengaja ingin menutupi hal itu.     

Brian langsung memberikan pelukan hangat pada istrinya. Dia bisa mengerti jika Imelda kecewa terhadap dirinya. "Jangan menangis, Sayang. Aku pasti akan memakan apapun yang kamu masak untukku. Aku bangga memiliki kamu menjadi istriku," hiburnya pada sang istri.     

"Apa yang kamu banggakan, Brian? Memasak bubur saja aku tak bisa. Aku telah gagal menjadi istrimu." Air mata langsung jatuh begitu saja. Imelda terlalu kecewa terhadap dirinya sendiri. Dia merasa tak pantas disebut seorang istri.     

"Sayang .... Kamu bisa mencintai aku saja itu sudah sangat luar biasa. Yang aku butuhkan itu seorang istri, bukan seorang tukang masak. Kamu tak perlu menjadi pintar memasak hanya untuk menjadi istrinya." Brian mencoba untuk menjelaskan tentang perasaannya itu. Dia tak pernah peduli apakah istrinya itu bisa memasak atau tidak. Asalkan Imelda berada di sisinya, itu sudah lebih dari cukup.     

Imelda bangkit dari kursinya dan langsung keluar dari kamar itu. Dengan penuh kekecewaan, ia meletakkan mangkuk tadi di meja dapur. Belum juga sampai di tempat yang pas, mangkuk itu justru jatuh dan langsung hancur. Dia kembali menangisi dirinya sendiri. Memunguti pecahan kaca itu hingga jarinya sampai terluka.     

Brian yang baru saja menyusul Imelda, langsung menarik istrinya ke dalam pelukannya. "Tinggalkan itu! Biar pelayan yang memberikannya," ucapnya pada sang istri.     

"Tidak, Brian. Itu adalah tugasku, akulah istrimu bukan orang lain." Imelda mendorong Brian lalu kembali membereskan pecahan kaca di atas lantai. Goresan kaca itu telah membuat darah langsung mengalir dari jemari tangannya.     

"Hentikan, Imelda!" Brian berusaha untuk menghentikan istrinya membereskan kekacauan itu. Bahkan pria itu sampai menaikan suaranya serta memberikan sedikit tekanan dalam ucapannya.     

"Lepaskan aku, Brian! Jangan sentuh aku!" teriak Imelda dalam derai air matanya. Dia tetap saja bersikukuh untuk membereskan semuanya.     

Di saat yang sama, Adi Prayoga baru saja masuk ke dalam rumah itu. Dia mendengar teriakan Imelda dari dapur. Dengan wajah cemas dan juga panik, Adi Prayoga berlari ke arah suara.     

"Sayang ... apa yang terjadi? Bagaimana kamu bisa terluka seperti ini?" Adi Prayoga langsung menarik Imelda untuk menjauhi pecahan kaca itu.     

"Apa yang sudah kamu lakukan pada putriku, Brian?" Adi Prayoga berpikir jika anaknya itu sengaja melukai Imelda.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.