Bos Mafia Playboy

Selalu Salah



Selalu Salah

0Setelah mengambil sampel darah milik Vincent, pemilik dari klinik itu langsung keluar. Brian juga ikut cemas melihat wajah pucat kakak iparnya itu. Dia pun mendekati Imelda yang bisa duduk tenang sembari mengupas buah-buahan di tangannya.     

"Sayang ... apakah Kak Vincent akan baik-baik saja? Lihatlah! Wajahnya sangat pucat." Brian mencoba memastikan keadaan Vincent pada istrinya. Dia pun juga tak mengerti alasan Imelda bisa duduk tenang seolah tanpa beban sedikit pun di dalam hatinya.     

"Sebentar lagi, Dokter Kevin pasti datang dengan membawa hasil laboratorium. Kita bisa melihat sendiri, alasan Kak Vincent bisa demam." Dengan sangat santai, Imelda menjelaskan hal itu tanpa ada kekhawatiran sedikit pun.     

Brian merasa sangat heran dengan sikap dingin Imelda terhadap kondisi kakaknya. Tidak biasanya wanita itu terlihat cuek pada kakak laki-laki satu-satunya itu. "Sayang, bagaimana kamu bisa sedingin itu pada Kak Vincent?" tanyanya sangat penasaran.     

"Aku benci pada seorang pria yang mempermainkan hati seorang wanita. Hal yang baru saja dilakukannya pada Dokter Laura sungguh keterlaluan. Walaupun Dokter Laura langsung bisa memaafkannya, aku tak sebaik itu. Meskipun dia adalah kakakku sendiri," tegas Imelda dalam wajah yang cukup kesal mengingat sandiwara Vincent dan juga Kevin.     

Pria itu justru langsung memeluk istrinya, Brian tak ingin jika Imelda terlalu kesal pada kakaknya sendiri. Dengan sangat lembut dan juga penuh perasaan, ia pun membelai perut sang istri yang mulai terlihat membesar. Brian sudah sangat tidak sabar untuk menantikan sang buah hatinya.     

"Sayang ... jangan sampai anak kita juga kesal pada pamannya," goda Brian sambil beberapa kali mengecup tangan Imelda. Rasanya ia sudah tak sabar untuk menciumi istrinya yang cantik itu.     

"Apa-apaan kamu, Brian!" balas wanita cantik yang terlihat sibuk dengan buah-buahan di depannya. Imelda sangat mengerti dengan maksud ucapan suaminya. namun dia masih saja kesal dengan kelakuan Vincent yang keterlaluan.     

Tak berapa lama, datanglah Kevin dengan membawa hasil sampel darah yang baru saja diperiksanya. Dia juga langsung memeriksa luka bekas operasi pada tubuh Vincent. "Dokter Imelda! Pasien mengalami infeksi pada bekas luka operasi. Kita harus segera menanganinya secepat mungkin," jelas Kevin pada sosok wanita cantik yang sedang duduk di sebelah suaminya.     

"Sudah kuduga. Berikan saja antibiotik untuk mengobati infeksi, baik di dekat lokasi operasi atau di bagian lain tubuh lainnya. Itu akan sangat membantunya untuk segera pulih." Imelda mengatakan hal itu tanpa ekspresi apapun. Seolah itu bukan apa-apa baginya. Tanpa melakukan tes laboratorium, ia sudah tahu jika Vincent telah mengalami infeksi. Namun dia sengaja membuat Kevin memastikan semuanya.     

Kevin langsung melakukan apapun yang sudah dikatakan oleh Imelda. Dia melihat jika Laura masih saja cemas memikirkan keadaan Vincent. Seolah dia kehilangan keahliannya sebagai seorang dokter. "Ada apa dengan wajahmu, Laura? Bukankah kamu juga sudah terbiasa melihat hal seperti ini kepada pasien?" tanya Kevin pada teman dekatnya itu.     

"Kamu tahu sendiri, Kevin. Vincent adalah seorang pria yang sangat spesial untukku. Apapun yang menyangkut Vincent, bukan lagi hal biasa bagiku," sahut Laura sangat menyakinkan.     

"Istirahatlah di kamar belakang. Kamu terlihat sangat lelah," bujuk Kevin pada seorang wanita yang tak beranjak sedikit pun dari samping Vincent.     

Laura tersenyum memandangi temannya itu, kemudian beralih menatap pria yang sudah menjerat hatinya. "Bukankah kamu juga mendengarnya ... jika Vincent menginginkan aku tetap berada di sampingnya?" Dengan sangat yakin, ia memberikan tanggapan atas ucapan Kevin kepadanya.     

Mendengar perkataan teman seprofesinya, Imelda langsung bangkit dari tempat duduknya. Dia pun memandang Laura dan juga Vincent secara bergantian. "Sepertinya aku sudah tak berguna berada di sini, lebih baik aku pulang saja," pamitnya pada kedua orang yang sedang jatuh cinta itu.     

"Brian ... ayo kita pulang saja," ajak Imelda pada suaminya. Dia pun beralih ke Kevin yang masih berada di ruangan itu. "Dokter Kevin. Aku titip Kak Vincent dan juga kekasih barunya itu," goda Imelda sambil senyum-senyum melirik calon kakak ipar masa depannya. Dia berpikir jika perjalanan cinta mereka tak akan mudah. Namun dia juga tak ingin mengambil pusing, setiap manusia memiliki takdirnya masing-masing. Hal itu tak ingin diambil pusing.     

"Siap, Dokter Imelda. Aku akan menjaga kakakmu dan juga calon kakak iparmu," sahut Kevin sembari tersenyum melihat lirikan Laura terhadapnya.     

Pasangan suami istri itu akhirnya benar-benar meninggalkan klinik milik Kevin. Mereka berdua langsung kembali ke sebuah tempat di mana mereka bisa tinggal dengan tenang.     

Beberapa menit perjalanan, sampailah Brian dan Imelda di depan rumah yang berbentuk villa yang dimiliki oleh keluarga Prayoga. Brian langsung menggenggam tangan istrinya dan mengajaknya masuk ke dalam.     

"Sayang. Lebih baik kamu istirahat saja di kamar. Jangan sampai kamu kelelahan," bujuk Brian pada wanita yang masih berdiri di sampingnya. Dia bisa melihat wajah lelah Imelda setelah seharian berada di luar. Sejak kehamilannya, kondisi fisik Imelda tidak seperti dahulu. Dia mudah lelah dan juga terlalu sensitif terhadap apapun.     

"Kamu mau kemana, Brian?" tanya Imelda sembari menatap tajam suaminya.     

Brian membalas tatapan tajam istrinya dengan sebuah senyuman tulus dan juga penuh cinta. "Ada apa, Sayang? Apakah kamu ingin aku menemanimu berbaring?" tanyanya penasaran.     

"Temani aku, Brian. Aku tak mau sendirian," jawab Imelda dalam suara yang terdengar manja dan cukup menggoda.     

Pria itu merangkul pundak Imelda lalu masuk ke dalam kamarnya. Setelah membuka kaca jendela di kamar, Brian langsung menghampiri Imelda yang sudah duduk di tepian ranjang. "Apa kamu ingin membersihkan dirimu dulu, Sayang?" tanyanya pelan pada sang istri.     

"Apakah kamu tak mau memelukku jika aku tak mandi dulu, Brian?" Sebuah pertanyaan dari Imelda keluar begitu saja. Wanita itu langsung menunjukkan wajah kesal dan juga tidak senang kepada suaminya. Imelda berpikir jika secara tak langsung, Brian sedang menolak dirinya.     

Seolah drama akan segera dimulai. Brian langsung menghela nafasnya sebelum memberikan jawaban pada Imelda. "Bukan begitu, Sayang. Ini sudah menjelang sore, akan lebih baik jika kamu mandi sekarang. Takut nanti kemalaman, Sayang." Brian mencoba menjelaskan hal itu dengan sangat hati-hati, ia tak ingin jika istrinya menjadi salah paham.     

"Bilang aja kamu tak ingin menyentuhku jika belum mandi. Tak perlu berputar-putar seperti itu!" Imelda menjadi semakin tak terkendali. Dia selalu sana sensitif dengan suaminya itu.     

Lagi-lagi Brian harus mengelus dada melihat dan juga mendengar Imelda yang sedang kesal terhadap perkataannya. Dia merasa jika ucapannya tak pernah sesuai dengan keinginan sang istri. Semua selalu salah bagi Imelda.     

"Apa yang harus aku lakukan, Sayang? Aku tak ingin kamu kesal seperti itu," bujuk Brian pada wanita yang sangat dicintainya. Jika bukan Imelda, mungkin Brian sudah memilih untuk meninggalkannya sejak dulu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.