Bos Mafia Playboy

Terlalu Drama



Terlalu Drama

0Brian menuju ke sebuah ruangan di mana Kevin berada. Baru saja membuka pintu, ia sudah melihat sosok sahabat yang selalu mendukungnya itu. Dia pun menghampiri pemilik klinik itu yang terlihat sedang sibuk memperhatikan video tentang sebuah operasi.     

"Apa seorang dokter masih harus menonton video seperti itu?" Sebuah pertanyaan Brian langsung saja mengejutkan Kevin yang terlihat sangat serius dalam melihat video di layar komputernya.     

Dengan sorotan mata dingin disertai dengan wajah terkejut, Kevin langsung mengalihkan pandangan kepada sahabatnya itu. Dia tersenyum singkat lalu memperlihatkan wajah kesalnya. "Tidak bisakah kamu mengetuk pintu dulu?" protesnya pada pria yang masih berdiri dengan angkuhnya.     

"Apakah ada yang kamu rahasiakan di ruangan ini?" balas Brian sembari berjalan mengelilingi seisi ruangan. Dia berpikir jika Kevin sedang menyembunyikan sesuatu darinya.     

Kevin melemparkan senyuman sinis pada Brian yang tiba-tiba saja datang dan juga mencari-cari kesalahannya. "Aku sedang melihat video ini sangat serius, dan tiba-tiba kamu datang tanpa permisi. Tentunya itu sangat mengejutkanku dan juga mengganggu konsentrasi." Sebisa mungkin Kevin menjelaskan hal itu pada sahabatnya itu.     

"Dan satu lagi .... Seorang dokter terhebat pun pasti juga akan melihat video seperti ini. Video ini benar-benar sangat membantu untuk memperhatikan prosedur operasi yang tepat dalam menangani pasien." Kevin kembali menjelaskan hal itu. Entah Brian paham atau tidak, ia tak peduli.     

Brian langsung duduk di sebuah kursi yang berada tepat di hadapan Kevin. Memandangi sahabatnya itu dengan tatapan penuh tanda tanya besar. "Apakah kondisi Kak Vincent sedang memburuk? Mengapa Dokter Laura berlari masuk dengan wajah panik ke ruangan Kak Vincent?" tanyanya.     

"Kondisi Vincent sebenarnya baik-baik saja. Namun dia sengaja memintaku untuk mengatakan pada Laura jika kondisinya kembali kritis." Kevin mengatakan yang sebenarnya tanpa menambahkan ataupun mengurangi ucapan Vincent kepadanya.     

"Sepertinya kakak iparku mulai tidak waras. Bagaimana dia bisa mempermainkan wanita sesuka hatinya? Aku tak bisa membayangkan, apa yang akan dilakukan Dokter Laura saat menyadari kalian telah membohonginya?" sahut Brian pada sahabatnya itu. Dia tak menyangka jika Kevin mau bersekongkol dengan sosok Vincent Mahendra.     

Kevin membereskan meja kerjanya lalu berjalan menuju pintu. "Di mana Dokter Imelda? Apa kamu membiarkannya sendirian?" tanyanya pada pria yang masih duduk santai di kursi.     

"Aku meninggalkannya sebentar untuk menemuimu, Bodoh!" kesal Brian pada Kevin yang justru berjalan keluar dari ruangan itu. Brian juga langsung mengikuti sahabatnya itu untuk melihat keberadaan Imelda yang masih duduk sendirian di depan kamar perawatan Vincent.     

Dari kejauhan, terlihat Imelda sedang duduk seorang diri sambil menatap layar ponselnya. Kevin langsung mempercepat jalannya dan berdiri tak jauh dari istri sahabatnya itu. "Kenapa Dokter Imelda tidak masuk ke dalam?" tanya Kevin pada wanita cantik yang masih sibuk dengan ponselnya.     

"Aku sengaja membiarkan Kak Vincent dan juga Dokter Laura untuk menikmati kebersamaannya." Imelda langsung mengembangkan senyuman hangat di wajahnya. Dia tahu jika Kevin sengaja meminta temannya itu untuk dayang ke klinik.     

"Apa Dokter Imelda mengetahui alasan Laura berusaha untuk menghindari Vincent? Padahal jelas-jelas dia sudah sangat peduli kepadanya, bahkan sepertinya ia sudah jauh cinta pada kakak laki-laki Anda." Kevin sengaja mengatakan hal itu pada Imelda agar wanita itu mau membantu teman dekatnya itu untuk mendekati seseorang yang dicintainya.     

Imelda langsung bangkit dari tempat duduknya, memberikan tatapan penuh arti pada pria yang bersahabat cukup lama itu. "Aku tidak yakin dengan alasan Dokter Laura menghindari Kak Vincent. Namun aku cukup yakin jika dia sudah jatuh cinta pada kakakku. Apalagi saat kamu mengatakan kakakku kembali kritis, Dokter Laura langsung berlari ke sini," terang Imelda pada kedua pria itu.     

"Sepertinya kita harus masuk dan mengakhiri drama yang sedang dilakoni oleh kakakku." Imelda langsung masuk ke dalam ruangan itu lalu berdiri di sebelah Vincent.     

"Dokter Imelda!" Laura terlihat cukup terkejut dengan kedatangan teman satu profesinya itu. Dia langsung bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di sebelah Vincent yang terlihat masih memejamkan mata. "Apa yang sebenarnya terjadi pada Vincent? Bagaimana kondisinya bisa kembali kritis?" tanya Laura dalam wajah panik dan juga melukiskan kesedihan yang mendalam.     

Kepanikan di wajah Laura berhasil menggugah rasa kasihan pada teman dokternya itu. Dia tak tega Laura harus masuk dalam drama yang telah dilakukan oleh Kevin dan juga Vincent. "Kamu tak perlu khawatir, Dokter Laura. Kak Vincent baik-baik saja, tak perlu panik ataupun bersedih," hiburnya sembari semakin mendekatkan diri pada kakak laki-laki kesayangannya.     

Wanita itu justru semakin bingung dengan ucapan dari Imelda. Dia tak menyangka jika Imelda bisa setenang itu. "Bagaimana kamu bisa setenang itu, Dokter Imelda?" tanya Laura heran.     

"Bangunlah, Kak Vincent. Haruskah aku menyuntikkan sesuatu yang membuatmu benar-benar koma?" Suara Imelda terdengar cukup jelas dan juga terasa tak berperasaan. Dia sungguh tidak tega melihat kesedihan Laura yang tercetak di wajahnya.     

"Apa maksudmu, Dokter Imelda? Bukankah Vincent benar-benar sedang koma?" tanya Laura dalam kebingungan yang menuntut sebuah jawaban. Sekuat tenaga ia mencoba untuk menelaah perkataan Imelda. Namun tetap saja, tak mampu memahami hal itu.     

Terlalu membuang waktu jika harus menjelaskan semuanya, Imelda pun sedikit memaksa Vincent untuk bangkit dari tidurnya. "Bangunlah, Kak. Jangan sampai kamu terus-terusan membodohi Laura!" Tetap saja Vincent tak membuka matanya sedikit pun. Dia tetap berpura-pura tak sadarkan diri.     

"Jangan menarik pasien seperti itu, Dokter Imelda. Kamu bisa saja melukainya," protes Laura pada wanita yang sengaja menarik Vincent sedikit kasar.     

"Tenanglah, Dokter Laura," sahut Imelda cukup menyakinkan. "Dokter Kevin! Cepat siapkan prosedur Kraniotomi, aku harus membuka kepala Kak Vincent untuk melihat isi otaknya itu." Imelda mengucapkan hal itu begitu ringan tanpa beban sedikit pun. Dia terlalu kesal dengan kelakuan Vincent yang begitu kekanak-kanakan.     

Mendengar ucapan Imelda yang sangat serius, sontak saja Vincent langsung membuka matanya. Dia langsung melemparkan tatapan ke arah Laura lalu beralih ke Imelda. "Sepertinya kamu berniat untuk membunuh kakakmu sendiri." Kalimat itu yang diucapkan oleh Vincent begitu mendengar hal gila yang akan dilakukannya.     

"Apa maksudnya ini semua? Berarti sejak tadi Vincent sama sekali tidak koma." Laura langsung kehilangan kata-katanya sendiri. Dia tak tahu harus berkomentar seperti apalagi. "Apa maksudmu, Kevin? Kamu sengaja membodohiku!" Laura merasa tak terima dengan kebohongan Kevin terhadapnya.     

"Aku hanya menuruti keinginan Vincent saja," sahut Kevin pada temannya itu. Dia juga tak ingin disalahkan atas drama yang dilakukan oleh Vincent.     

Mendadak Laura langsung memucat dengan sorotan mata penuh kekecewaan. "Jadi ... kalian semua sengaja membodohiku." Laura langsung berlari keluar dari ruangan itu.     

"Tunggu, Laura!" teriak Vincent pada sosok wanita yang baru saja meninggalkannya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.