Bos Mafia Playboy

Bagaimana Bisa Sekeras Itu?



Bagaimana Bisa Sekeras Itu?

0Seketika itu juga, ingin rasanya Brian mengumpat dan juga berkata-kata kotor pada ibunya. Namun ia memaksakan diri untuk menahan kekesalannya atas permintaan Natasya yang terdengar sangat tak masuk akal baginya. Sampai kapan pun ... Brian tak mungkin bisa melakukan permintaan dari ibunya itu.     

"Apa Mama sudah kehilangan akal sehat? Bagaimana Mama bisa meminta hal itu padaku? Sampai mati pun aku tak akan pernah meninggalkan Imelda. Semoga saja Mama akan selalu mengingat hal itu!" tegas Brian Prayoga pada seorang wanita yang tak lain adalah ibunya sendiri.     

Natasya tak menyangka jika Brian akan memberikan sebuah jawaban yang cukup tegas dan sangat menyakinkan. Dia berpikir jika anak semata wayangnya itu hanya seorang pria playboy yang suka bermain dengan banyak wanita. Namun jawaban yang diberikan oleh Brian sudah cukup menyakitkan untuk sebuah tamparan telak baginya.     

"Bukankah Davin Mahendra tak pernah menyetujui pernikahan kalian?" Natasya masih saja terus mencari celah untuk memisahkan Brian dan juga Imelda. Rasanya ia tak rela jika Brian menikahi anak dari sahabatnya sendiri yang telah bermain belakang dengannya.     

"Jika Mama masih mengatakan hal tidak berguna ini lagi, lebih baik aku pergi dari sini," sahut Brian pada perkataan sang ibunda. Dia pun langsung bangkit dari kursi dan bersiap kembali ke kamarnya. Namun tiba-tiba saja ....     

Melihat Brian yang akan pergi, Natasya langsung berdiri dan menarik tangan Brian. Ia tak rela jika anaknya pergi begitu saja dari hadapannya.     

"Tunggu, Brian! Setidaknya kamu bisa memikirkan permintaan Mama." Natasya masih saja mencoba untuk membujuk anak semata wayangnya itu.     

"Hentikan, Ma! Aku tak ingin mendengarnya lagi." Brian langsung meninggalkan Natasya begitu saja, ia tak peduli jika wanita itu akan kecewa atau kesal kepadanya. Dia tak peduli lagi, Brian justru semakin muak dengan segala perbuatan dan juga perkataan ibunya itu.     

Saat berjalan menaiki anak tangga, ia melihat seberkas bayangan yang langsung menghilang begitu ia akan sampai di atas. Tanpa memikirkan apapun, ia masuk ke dalam kamarnya dan langsung melihat Imelda yang sudah berdiri di dekat jendela di kamar itu.     

"Sayang ... kamu sudah bangun?" Brian menghampiri istrinya dan memberikan sebuah pelukan hangat pada wanita yang terdiam sembari memandang ke arah luar dari jendela kaca di kamarnya.     

"Aku sudah bangun sejak tadi, Brian. Bahkan aku juga mendengar pembicaraanmu dan juga Mama Natasya. Aku tak pernah menyangka jika Mama cukup tak menyukaiku," balas Imelda dengan panjang lebar. Ia cukup terkejut saat Natasya menginginkan dirinya untuk segera bercerai dari Brian.     

Brian semakin mempererat pelukannya. Ia merasa sangat bersalah karena Imelda harus mendengarkan sesuatu yang tak seharusnya didengar. Dia merasa jika Natasya sangat ingin memisahkannya dan juga Imelda.     

"Aku tak akan bisa hidup tanpamu, Sayang," bisik Brian pelan di dekat telinga istrinya.     

Wanita itu langsung membalikkan badannya, memandang wajah Brian penuh arti. Di saat jarak yang cukup dekat, bahkan sangat dekat. Imelda bisa mendengar setiap hembusan nafas pria yang berdiri sangat dekat dengannya itu.     

"Mengapa Mama sangat tak menyukai hubungan kita berdua? Bahkan sampai memintamu untuk menceraikan aku setelah melahirkan anakku." Imelda merasa tak bersemangat untuk mengatakan hal itu pada Brian. Dia cukup terkejut dengan permintaan Natasya kepada suaminya.     

"Tak perlu dipikirkan lagi Sayang. Aku tak peduli dengan permintaan Mama terhadapku. Bagiku ... kamu adalah segalanya. Tanpa Mama, aku juga masih bisa hidup selama ini. Lebih baik kita segera meninggalkan rumah mengerikan ini," bujuk Brian pada wanita yang memaksanya untuk tetap tinggal.     

Imelda langsung memperlihatkan sebuah senyuman hangat di wajahnya. Ia bisa merasakan kecemasan Brian terhadap dirinya. "Ada yang ingin kukatakan, Brian," ucap Imelda pada suaminya.     

"Katakan, Sayang," jawabnya dengan tidak sabar.     

Imelda melihat ke langit-langit kamar itu sebentar lalu beralih memandang ke wajah suaminya. Dalam hati, ia merasa sangat ragu pada sesuatu yang ingin dikatakannya itu. Namun ... Imelda tetap harus memberitahukan hal itu kepada suaminya sebelum mereka pergi dari rumah itu.     

"Ada beberapa kamera tersembunyi di kamar ini, apakah kamu menyadarinya?" tanya Imelda.     

"Benarkah?" Brian terlihat sangat terkejut dan juga tak menyangka dengan hak itu. Dia pun memperlihatkan sekeliling kamar itu dan ingin memastikan semuanya. "Lalu ... bagaimana dengan yang kita lakukan semalam? Apakah hal itu juga terekam di sana?" Timbul perasaan khawatir di dalam hatinya. Sangat jelas di kepalanya jika baru semalam mereka berdua melakukan hubungan suami istri di dalam kamar itu.     

Wanita itu kembali tersenyum memandang suaminya. Imelda sangat memahami perasaan pria yang sudah menjadi suaminya yang sah itu. "Tak perlu mengkhawatirkan aktivitas kita semalam. Bukankah kita juga mematikan lampu kamar ini?" balas Imelda pada pria yang sudah sangat gelisah.     

"Lihatlah benda kecil di sebelah lampu itu," lanjut Imelda sembari menunjuk ke sebuah kamera kecil di dekat lampu di kamar itu.     

"Bagaimana kamu bisa menemukan benda sekecil itu, Sayang?" Brian menjadi sangat penasaran karena istrinya bisa sangat teliti soal sesuatu yang tak pernah dipikirkannya.     

"Aku tak sengaja menemukannya di sana saat aku akan beristirahat saat kita baru sampai ke sini," jelas Imelda cukup menyakinkan.     

Brian akhirnya mengerti jika Imelda selalu berhati-hati dalam hal apapun. Dia merasa semakin beruntung mendapatkan Imelda. Namun Brian masih belum mengerti alasan ibunya tidak menyukai wanita cantik yang begitu mencintainya itu.     

"Lanjutkan tidurmu, Sayang. Jangan sampai kamu kelelahan." Brian menarik Imelda dan membawanya ke ranjang besar di kamar itu. Tiba-tiba saja ada perasaan ya timbul di hatinya. Sesuatu yang membuat Brian ingin berada di dekat istrinya. Pria itu hanya bisa menahan dirinya agar Imelda tak mengatahui sesuai yang mulai memenuhi sesuatu di dalam dirinya.     

"Ada apa denganmu, Brian? Wajahmu terlihat sangat menderita dan tak enak dipandang." Tanpa basa-basi Imelda menanyakan hal yang membuatnya sangat penasaran.     

Brian berusaha untuk lebih dekat pada wanita yang masih memandangnya penuh arti. "Apa kamu benar-benar ingin mengetahuinya, Sayang?" godanya setengah berbisik pada istrinya.     

"Katakan saja, tak perlu berbelit-belit," pinta Imelda dengan wajah yang semakin tak sabar untuk mendengar jawaban dari suaminya itu.     

Brian duduk semakin dekat dengan Imelda lalu memegang jemari tangannya dengan lembut. Dengan tiba-tiba, ia langsung mengarahkan tangan Imelda ke sebuah tempat yang berada di antara pahanya.     

"Rasanya aku tak tahan jika harus berdekatan denganmu, Sayang. Kamu bisa merasakan sendiri." Tanpa malu sedikit pun, Brian justru membuat Imelda menyentuh bagian inti dari dirinya.     

"Apa-apaan kamu, Brian! Bagaimana bisa sekeras itu?" Imelda terlihat bingung dan juga terkejut dengan respon dari suaminya itu.     

"Bagaimana jika kita mandi bersama saja?" ajak Brian pada wanita cantik yang terlihat sangat malu akan kegilaannya itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.