Bos Mafia Playboy

Penolakan Martin Atas Eliza



Penolakan Martin Atas Eliza

0Begitu keluar dari night club itu, Martin langsung saja membawa Eliza untuk masuk ke dalam mobilnya. Ia menitipkan mobil Eliza dan juga Vincent pada petugas parkir yang berjaga di sana. Martin pun langsung menghubungi teman lamanya, Johnny Hartanto. Ia ingin memberitahukan kondisi Eliza pada kakaknya itu.     
0

"Aku baru saja menemukan Eliza di sebuah night club dalam keadaan sangat mabuk. Di mana aku bisa mengantarkan adikmu pulang?" tanya Martin pada seseorang yang berbicara dengannya via telepon.     

"Apa! Pulang ke apartemenku dulu?" Martin sedikit terkejut dengan jawaban yang diberikan oleh Johnny Hartanto. Ia tak menyangka jika pria itu sangat mempercayakan Eliza kepada dirinya.     

"Okay ... okay ... segera jemput Eliza jika pekerjaanmu sudah selesai. Aku akan mengirimkan lokasinya nanti." Martin mengakhiri panggilan itu dan langsung membawa Eliza pergi dari sana. Ia sedikit bingung harus membawa wanita itu ke mana ... tak mungkin Martin membawa Eliza ke rumah yang selama ini menjadi tempat persembunyiannya.     

Setelah berpikir untuk beberapa saat, akhirnya Martin memutuskan untuk membawa Eliza ke apartemen adiknya, Marco. Ia merasa jika di apartemen itu adalah tempat yang paling pas untuk membawa wanita yang sudah sangat tergila-gila pada Brian Prayoga.     

Beberapa saat mengemudikan mobilnya, Martin akhirnya sampai di sebuah gedung pencakar langit di mana selama ini Marco tinggal. Ia sengaja membelikan adik laki-laki satu-satunya itu sebuah apartemen sebagai wujud rasa sayangnya pada Marco. Meskipun sempat menolak pemberian kakaknya, Marco akhirnya menerima apartemen itu setelah mendapatkan sebuah ancaman dari kakaknya sendiri.     

Masih dalam gendongannya, Martin membawanya Eliza memasuki sebuah lift yang akan membawa mereka ke unit apartemen milik Marco. Begitu sampai di depan pintu, ia langsung menekan bel yang berada di sebelah pintu.     

Tak berapa lama, pintu sudah terbuka. Marco berdiri sambil menajamkan matanya menatap Martin yang sedang menggendong wanita yang tidak sadar.     

"Apa Kak Martin telah membuat wanita ini tidak sadarkan diri? Apa yang Kakak rencanakan pada wanita itu?" Pertanyaan itulah yang pertama kali ditanyakan Marco pada kakaknya.     

"Dasar adik yang gila! Dia adalah adik dari teman lamaku dan juga wanita yang tergila-gila pada suami Imelda. Aku hanya merasa kasihan padanya saja karena terlalu mabuk di night club. Sebentar lagi, kakaknya akan datang untuk menjemputnya." Martin mencoba menjelaskan hal itu pada adik kandungnya. Ia tak ingin membuat Marco salah paham dan berpikir yang tidak-tidak.     

Marco hanya bisa senyum-senyum melihat Martin yang mulai kesal terhadap dirinya. Ia pun membukakan sebuah kamar yang biasa dipakai Martin saat bermalam di apartemen itu.     

"Baringkan wanita itu di kamarmu." Marco masih saja senyum-senyum sendiri saat Martin memperlakukan wanita di gendongannya itu dengan sangat lembut. Dia berpikir jika Martin memiliki perasaan khusus pada wanita itu. "Aku akan berangkat ke markas dulu. Bersenang-senanglah dengan wanita itu," goda Marco pada kakaknya.     

"Dasar bocah menyebalkan!" gerutu Martin sembari melemparkan sebuah bantal ke arah Marco yang sudah meninggalkan kamar itu. Ia merasakan sangat kesal pada ucapan adiknya.     

Saat terdengar suara pintu tertutup, Martin sangat yakin jika adiknya itu sudah meninggalkan apartemen. Tiba-tiba saja, jantungnya berdegup kencang. Hatinya serasa berdebar berada di sebelah Eliza yang masih belum membuka matanya. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba saja singgah di hati Martin. Ia merasa ada daya tarik tersendiri di dalam diri seorang Eliza Hartanto.     

"Kalau diperhatikan lebih dalam, kamu cukup cantik Eliza. Sayangnya kamu sudah jatuh cinta pada sosok Brian Prayoga. Seorang pria yang jelas-jelas tak akan pernah bisa mencintai wanita lain selain istrinya sendiri, Imelda Mahendra." Martin langsung terdiam setelah mengatakan hal itu pada wanita yang masih belum tersadar ataupun membuka matanya.     

"Dan lebih bodohnya lagi ... aku justru mencintai wanita yang menjadi istri dari Brian Prayoga itu." Martin justru berbicara pada dirinya sendiri. Tiba-tiba ia tertawa kecil menertawakan dirinya yang masih belum bisa menemukan wanita lain.     

Masih dalam keadaan setengah sadar, Eliza mencoba untuk membuka matanya. Sayup-sayup ia mendengar suara seorang pria sedang mengungkapkan segala perasaan di dalam hatinya. Sekuat tenaga, ia mencoba untuk membuka matanya. Eliza ingin memastikan sosok pria yang berada di sampingnya itu.     

"Martin!" panggil Eliza pelan. Ia merasa sangat berhutang budi pada pria itu. Untuk kesekian kalinya, Martin kembali menyelamatkan dirinya.     

Martin tentunya cukup terkejut dan juga sangat lega saat mendengar Eliza sudah membuka matanya. "Kamu sudah bangun? Aku akan mengambil lemon madu hangat untuk mengurangi pengar di dalam dirimu." Pria itu langsung meninggalkan Eliza sendirian di kamar itu.     

Sedangkan Eliza merasa sangat asing pada ruangan di mana ia berada. Ia memandang sekeliling dan mendapati sebuah pigura foto di meja yang berada di sebelah ranjang. Sebuah foto yang memperlihatkan sosok Martin yang sedang berdiri di sebelah pria yang lebih muda darinya.     

"Mungkinkah itu adiknya?" tanya Eliza pada dirinya sendiri. "Mereka terlihat cukup mirip satu sama lain." Wanita itu tersenyum memandangi gambar dua pria tampan beda usia itu.     

"Apa yang kamu lihat?" Tiba-tiba saja Martin datang dengan segelas minuman di tangannya. Ia pun langsung memberikan minuman itu pada wanita yang masih setengah sadar. "Habiskan lemon madu hangat ini. Setidaknya akan menghilangkan pengar," ucapnya dengan tatapan penuh arti.     

Eliza tentunya langsung menuruti ucapan Martin untuk menghabiskan minuman hangat itu. Ia merasa jauh lebih baik setelah meneguk habis segelas penuh. Dengan sengaja, ia memandang sosok pria yang selalu menyelamatkan hidupnya. Ada sebuah daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh Martin di depan matanya. Entah perasaan apa, Eliza sama sekali tak bisa mengartikannya.     

Wanita itu mencoba untuk bangkit dan berdiri berhadapan langsung dengan Martin. Eliza masih saja memandangi wajah tampan di depannya itu dengan cukup lama. Meskipun sosok pria itu sama sekali tak memberikan respon apapun kepadanya.     

"Terima kasih, Martin. Kamu selalu saja menyelamatkan hidupku," ucap Eliza tulus dalam suasana hati yang terlihat menyedihkan. Ia merasa sangat malu harus terus bertemu Martin dalam keadaaan yang selalu saja menyedihkan.     

"Itu hanya kebetulan saja. Lagi pula, kamu adalah adik dari teman dekatku, Johnny Hartanto" balas Martin dalam wajah tenang tanpa ada ekspresi yang berlebihan.     

Entah mendapatkan keberanian dari mana, tiba-tiba saja ... Eliza mengecup bibir Martin dengan sangat lembut. Pria itu langsung membelalakkan matanya begitu kedua bibir itu saling menyentuh, meninggalkan perasaan mendebarkan yang sulit untuk ditaklukkannya.     

"Apa-apaan kamu, Eliza!" Bukannya mendapat balasan atas ciuman lembutnya, Martin justru mendorong wanita itu hingga terjatuh di atas ranjang. Pria itu terlalu terkejut pada tindakan Eliza yang berada di luar dugaan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.