Bos Mafia Playboy

Pernikahan Tanpa Cinta



Pernikahan Tanpa Cinta

0Imelda yang baru saja terbangun, mendengar suara keributan di depan rumah. Dengan perlahan dan juga hati-hati, ia berjalan menuju arah keributan itu berasal. Mencoba mengumpulkan setengah nyawanya yang belum menyatu, sayup-sayup terdengar suara ibu mertuanya yang berkata cukup lantang.     

Sampai di ruang tamu, Imelda langsung menghentikan langkah saat melihat Eliza juga berada di sana. "Apa yang wanita itu lakukan bersama Mama Natasya?" gumamnya pelan.     

Dengan sengaja, Imelda ingin mendengarkan pembicaraan mereka diam-diam. Ia cukup terkejut saat Natasya mengatakan sesuatu yang cukup menyayat tipis hatinya. Terasa menyakitkan, hingga air mata menetes tanpa permisi padanya.     

"Aku hanya tak habis pikir padamu, Adi Prayoga. Bagaimana kamu bisa menikahkan anakmu dengan anak dari seorang wanita yang menjadi simpananmu itu?" Sebuah ucapan lantang dari Natasya terdengar sangat jelas di telinga Imelda.     

Imelda mencoba berpegangan pada sebuah handle pintu di sebelahnya. Ia merasa tak sanggup mendengar sesuatu yang seharusnya ia juga mengetahuinya. Namun Imelda juga tak mengerti, saat ucapan itu keluar dari mulut Natasya ... terasa begitu menyakitkan hatinya. Seolah ia tak bisa menerima ibu mertuanya itu mengungkit tentang ibunya sendiri.     

Setelah melihat Adi Prayoga mengusir wanita itu, barulah Imelda keluar dari tempatnya berdiri. Dia menghampiri ayah mertuanya yang berdiri dengan wajah geram yang cukup menakutkan.     

"Apa yang terjadi, Pa?" Imelda bersikap seolah ia tak mendengar pembicaraan mereka. Ia justru mengembangkan senyuman di wajah cantiknya untuk menutupi kesedihan dalam hatinya.     

"Sayang ... kamu sudah bangun rupanya," sapa Adi Prayoga pada menantu kesayangannya. Ia tak menyangka jika Imelda akan bangun secepat itu. Adi Prayoga berharap jika Imelda tak mendengar ucapan menjijikkan yang tadi dilontarkan Natasya seperti seseorang yang tak waras.     

Brian terlihat sedikit ragu untuk mendekati istrinya. Dia sangat bersalah telah membuat Imelda harus terbaring lemah tak berdaya. Brian berpikir jika semuanya itu karena ulahnya yang terlalu berlebihan pada istrinya.     

"Maafkan aku, Sayang. Tak seharusnya aku memaksamu untuk melakukannya tadi pagi. Aku sangat menyesal telah membuatmu kelelahan seperti sekarang," sesal Brian Prayoga pada wanita yang sangat dicintainya itu.     

"Sudahlah, Brian. Tak ada yang salah denganmu. Aku sama sekali tak menyalahkan dirimu." Imelda bisa melihat jika suaminya itu sangat cemas dan juga menyesali perbuatannya. Dia tak ingin membuat Brian harus merasa bersalah atas sesuatu yang belum tentu salahnya.     

Begitu mendapatkan jawaban dari Imelda, pria itu berjalan ke arah istrinya. Memberikan sebuah tatapan hangat yang penuh arti. Brian masih merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.     

"Semua yang terjadi di restoran tadi hanyalah kesalahpahaman saja. Aku sama sekali tak sadar jika Eliza mengikutiku ke toilet. Kumohon, Sayang. Aku sama sekali tak melakukan apapun dengan wanita itu. Percayalah padaku, Sayang." Brian mencoba menjelaskan situasinya. Ia tak rela jika Imelda harus marah atau mendiamkan dirinya.     

Wanita itu memaksakan senyuman untuk suaminya. Meskipun tak marah terhadap suaminya itu, Imelda sedikit kesal setiap membayangkan Brian berduaan di toilet bersama Eliza. Mungkin saja, itulah yang dinamakan dengan perasaan cemburu. Ya ... Imelda sangat cemburu pada wanita agresif seperti seorang jaksa yang mengejar suaminya itu.     

"Lebih baik kita mengobrol di dalam saja," ucap Imelda pada ketiga pria yang berdiri di dekatnya. Wanita itu kembali masuk ke dalam dan langsung duduk di sebuah kursi yang berada di ruang tengah.     

Mereka berempat duduk bersama dalam suasana hening. Tak ada pembicaraan apapun yang terjadi di sana. Brian hanya bisa duduk tenang sembari menggenggam jemari tangan istrinya.     

"Ada yang ingin Brian tanyanya pada Papa," ucap seorang pria yang duduk di sebelah Imelda. "Apa hubungan Mama dan Rizal Hartanto? Aku melihat Rizal Hartanto berada di samping mobilnya bersama Mama pagi-pagi sekali," terang Brian pada ayahnya.     

"Seharusnya kamu bertanya langsung pada mamamu tadi." Adi Prayoga terlihat enggan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Brian.     

"Papa sudah mendengarnya sendiri jika Mama menyangkal hal itu. Namun ... coba Papa pikir, seorang pria bernama wanita di pagi-pagi buta. Apa yang telah mereka lakukan bersama?" Brian juga sangat bingung dengan segala hal yang terjadi di dalam hidupnya. Segalanya terasa semakin rumit dan membingungkan baginya.     

Adi Prayoga justru menghela nafasnya mendengar ucapan Brian. Sesungguhnya, ia tak ingin terlibat dengan Natasya atau pria-pria yang bersama dengan wanita itu.     

"Rasanya aku tak ingin mengatakan hal ini padamu, Brian. Namun kamu juga berhak tahu akan kebenaran itu,"ujar Adi Prayoga pada anak semata wayangnya.     

"Sebelum menikah dengan Papa, Rizal Hartanto adalah kekasih dari mamamu. Mereka berdua berpisah lantaran Natasya harus menepati sebuah janji yang sudah diucapkannya pada sahabatnya sendiri, Irene Mahendra." Pria itu sengaja menggantung ceritanya pada Brian. Adi Prayoga tak ingin menambahkan beban di dalam hati anaknya.     

Brian akhirnya mengerti, mengapa Natasya bisa terlihat sangat akrab dengan ayah dari Eliza itu. Dia tak menyangka jika ibunya memiliki hubungan khusus dengan keluarga Hartanto.     

"Jika Mama tak mencintai Papa, mengapa harus ada pernikahan di antara kalian? Mengapa Papa justru mencintai istri dari sahabat Papa sendiri? Padahal Mama Natasya juga sangat cantik." Kali ini, Imelda yang melemparkan pertanyaan itu pada ayah mertuanya. Dia merasa ada yang janggal dalam hubungan mereka semua.     

"Apakah Papa wajib menjawabnya? Papa tak ingin membuka aib dari dua keluarga ini. Papa rasa semua sudah cukup jelas, tak perlu diperpanjang lagi." Adi Prayoga bangkit dari tempat duduknya dan berniat untuk meninggalkan mereka semua. Pria itu sengaja menghindari pertanyaan dari anak dan juga menantunya itu.     

Merasa tak puas dengan jawaban ayahnya, Brian langsung bangkit dan menyusul Adi Prayoga. Ia melemparkan tatapan tajam penuh kekesalan dan juga kekecewaan.     

"Inilah yang membuat aku semakin membenci Papa. Seolah dengan sengaja, Papa ingin menyembunyikan sebuah kebenaran yang seharusnya memang kami dengar." Brian mengatakan hal itu di hadapan ayahnya sendiri.     

"Papa lah yang telah menghancurkan hubungan kedua keluarga ini," tegas Brian dalam wajah yang penuh kekecewaan. "Begitu Imelda sudah membaik, aku akan membawa Imelda keluar dari rumah ini," lanjut Brian dalam kegelisahan yang tak mungkin bisa ditaklukkannya.     

Imelda tak mampu mengatakan apapun pada pasangan ayah dan anak itu. Sama seperti Kevin, ia memilih menjadi pendengar yang baik bagi mereka berdua. Ia tak ingin jika ucapannya justru akan memperkeruh keadaan saja.     

"Aku sangat membenci Papa. Perbuatan Papa terhadap keluarga Mahendra sangat memalukan bagiku." Brian sedikit berteriak pada ayahnya. Dia tak tahan terbayang hubungan ayahnya dan Irene Mahendra.     

Adi Prayoga hanya bisa tersenyum mendengar cacian dari anaknya sendiri. "Coba kalian tanyakan saja langsung pada Davin Mahendra. Dia yang berhak mengatakan kebenaran dari masa lalu kami berdua," ungkapnya dalam suara pelan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.