Bos Mafia Playboy

Cara Sendiri Untuk Balas Dendam



Cara Sendiri Untuk Balas Dendam

0Mereka semua langsung meninggalkan area basemen itu. Dengan wajah cemas, Imelda memakaikan blazer yang dipakainya untuk Laura. Ia tak tega melihat baju dari kekasih Vincent itu sudah robek dan terlihat sangat berantakan. Bahkan wanita itu terlihat sangat terpukul dengan kejadian buruk yang hampir saja merenggut kehormatannya.     

Di belakang dua wanita itu, Brian membantu Vincent yang berjalan dengan wajah lebam karena beberapa pukulan dari orang-orang yang bekerja pada Andra Gunadi. Segalanya benar-benar di luar dugaan. Brian sebenarnya sedikit heran karena kakak iparnya itu tak bisa mengalahkan mereka semua.     

Setelah berjalan beberapa saat, kedua pasangan itu langsung masuk ke dalam kamar Brian. Brian pun meminta kedua bodyguard untuk kembali ke kamar. Ia sengaja memberikan waktu istirahat pada mereka berdua.     

"Bagaimana Kak Vincent bisa berurusan dengan pria brengsek itu?" cetus Brian sangat penasaran. Ia cukup mengenal kakak iparnya itu, biasanya Vincent bukan tipe pria yang suka mencampuri urusan orang lain.     

Sebelum menjawab pertanyaan dari Brian, pria itu memandang ke arah Laura yang juga menatap dirinya. Ia sangat bersalah karena membuat kekasihnya itu pergi seorang diri. Vincent tak pernah bisa memaafkan dirinya sendiri jika hal buruk sampai menimpa wanita yang sedang diobati oleh Imelda itu.     

"Ini semua adalah kesalahanku sendiri, Vincent terluka juga karena berusaha untuk menyelamatkan aku." Laura mencoba menjelaskan hal itu pada Brian dan juga Imelda. Ia sama sekali tak ingin menyalahkan kekasihnya itu. Apalagi, ia melihat sendiri saat beberapa pria itu terus menyerang Vincent. Padahal kekasihnya itu sedang dalam tahap pemulihan pasca operasi yang dilakukannya beberapa waktu lalu.     

Tanpa sadar, Laura meneteskan air matanya saat istri dari Brian Prayoga itu memberikan obat pada lukanya. Sebuah isakan terdengar begitu jelas dan terasa sangat menyedihkan.     

"Apakah ini sangat sakit, Dokter Laura?" Imelda sengaja menanyakan hal itu untuk memastikan jika ia tak menambahkan sakit pada lukanya.     

"Bukan wajahku yang sakit, Dokter Imelda. Hatiku sangat sakit melihat Vincent terluka seperti itu. Entah mengapa, rasanya aku tak tahan melihatnya menahan rasa sakit?" ungkap Laura dalam sebuah kepedihan yang tersirat di wajahnya.     

Begitu selesai mengobati wanita yang dulu bekerja di rumah sakit yang sama dengannya, Imelda beralih ke dekat Vincent. Ia mengambil alih, apa yang sedang dilakukan oleh Brian kepada kakaknya. Dengan cukup hati-hati, wanita itu membersihkan beberapa luka di wajah Imelda. Sedikit menekan luka, ia memberikan obat pada kakaknya.     

"Ahh ... sakit! Tidak bisakah kamu lebih lembut sedikit pada kakakmu ini?" protes Vincent saat Imelda mulai mengobati luka di wajah kakaknya.     

"Begitu saja kesakitan!" ledek Imelda pada kakak laki-lakinya. "Pria macam apa yang lembek begitu?" Wanita kembali melontarkan sindiran pedas pada pria yang terlihat menahan kesakitan.     

Mendengar nada protes dari kekasihnya, Laura bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri mereka. Ia tak tega melihat Vincent begitu menderita karena ulahnya.     

"Dokter Imelda! Biar aku saja yang mengobati luka Vincent. Kamu bisa beristirahat lebih dulu." Laura mengambil obat dan juga kapas yang dipegang oleh calon adik iparnya itu. Ia tak mau semakin merepotkan menantu dari keluarga Prayoga itu.     

"Apakah kamu baik-baik saja, Dokter Laura? Istirahatlah saja! Biar aku yang mengurus Kak Vincent," bujuk Imelda pada seorang wanita yang sama sekali tak menggubris perkataannya.     

Antara yakin dan tak yakin, Imelda membiarkan pasangan yang sama-sama terluka itu untuk duduk saling berhadapan. Ada perasaan cinta yang berbalut luka yang terlukis di wajah mereka. Hanya mereka berdua yang mengerti setiap tatapan kepedihan yang saling dilemparkan satu sama lain.     

Imelda akhirnya menyusul Brian yang duduk di tepian ranjang. Terlihat pria itu sedang menatap layar ponsel dengan wajah sangat serius.     

"Siapa sebenarnya pria yang menyerang Kak Vincent dan juga Laura, Brian?" tanya Imelda pada suaminya. Wanita itu tentunya sangat penasaran pada sosok pria yang begitu bodoh dan juga bejat yang telah melecehkan kekasih dari kakaknya. Seolah tanpa rasa takut, pria itu telah berani melakukan hal itu di tempat umum.     

"Dia anak dari Arya Gunadi, salah satu orang yang berbisnis dengan Papa. Aku sedikit terkejut melihat kegilaan Andra Gunadi. Meskipun pria itu sering bermain dengan banyak wanita, rasanya cukup mengejutkan saat ia hampir saja merusak kehormatan Laura." Brian memperlihatkan wajah cemas dan juga terkejut mengingat kejadian di area parkir basemen itu.     

Mendengar penuturan Brian, wanita itu kembali memikirkan banyak hal di kepalanya. Ia tak mungkin membiarkan siapapun menghancurkan keluarganya. Kalau saja Imelda tidak sedang mengandung, ia pasti sudah menghabisi pria itu dengan tangannya sendiri.     

"Apa yang akan kamu lakukan, Brian? Apa kamu hanya diam saja setelah hal buruk ini terjadi? Ini bukan hanya tentang kamu saja, Brian. Ada Kak Vincent dan juga Laura yang juga harus menjadi korban atau kebrengsekan Andra Gunadi." Imelda tentunya tak ingin hal ini berlalu begitu saja. Pria itu pantas mendapatkan balasan yang setimpal.     

"Besok pagi, aku akan mendatangi kediaman Arya Gunadi. Pria tua itu harus mengetahui kebodohan yang telah dilakukan oleh anaknya sendiri," jelas Brian dalam sedikit keraguan di dalam dirinya. Sebenarnya, ia tak terlalu yakin untuk menemui rekan bisnis ayahnya itu. Meskipun Brian pernah bertemu dengan pria itu, kejadian itu sudah sangat lama terjadi.     

Seketika, Imelda merasakan hatinya berdebar memikirkan jawaban dari suaminya. Ia tak akan pernah membiarkan Brian kembali berada dalam bahaya sendirian. Wanita itu pun mencoba untuk memikirkan sebuah solusi yang paling pas dan juga bisa memastikan keselamatan suaminya.     

"Aku akan ikut denganmu menemui Arya Gunadi," tegas Imelda tanpa keraguan sedikit pun. Ia sangat yakin untuk bersama suaminya dalam keadaan apapun.     

"Tidak, Sayang! Itu sangat berbahaya, lebih baik kamu di sini saja bersama Kak Vincent dan Laura," balas Brian tanpa mampu menutupi kekhawatiran di dalam dirinya. Ia tak mungkin membawa istrinya berada dalam situasi yang mungkin saja akan sangat berbahaya baginya.     

Tentunya Imelda bisa menebak jawaban apa yang akan diberikan oleh suaminya. Semua sudah diprediksi sebelum Brian memberikan jawaban itu. Ia pun tak mungkin kehilangan akal untuk memaksa Brian membawanya menemui Arya Gunadi.     

"Tak masalah jika kamu tak membawaku, Brian. Aku punya cara sendiri untuk membalaskan dendamku pada pria itu." Dalam senyuman licik yang penuh arti, Imelda bangkit dari sebelah Brian dan memandang pasangan yang masih begitu terpukul dan juga terluka atas penyerangan yang terjadi pada mereka.     

"Bahkan ... aku bisa menghabisi pria brengsek itu dengan tanganku sendiri. Pria itu harus menerima sebuah balasan yang setimpal. Andai tadi aku yang membawa senjata, sudah kupastikan jika aku akan menembak ke kepala atau jantungnya saja." Imelda bisa mengatakan hal itu tanpa beban sedikit pun. Seperti seorang pembunuh berdarah dingin yang sangat mengerikan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.