Bos Mafia Playboy

Kembali Mengidam?



Kembali Mengidam?

0Mendengar permintaan maaf dari suaminya yang sangat tulus, hati Imelda bergetar hebat. Ia tak menyangka jika Brian begitu cepat menyesali perbuatannya. Meskipun cinta pria itu begitu besar untuknya, Imelda tak ingin jika suaminya itu bersikap berlebihan akan dirinya. Ia berpikir, apapun yang berlebihan pastilah tak akan baik bagi mereka.     

"Tak masalah, Brian. Aku hanya tak ingin kamu terlalu cemburuan saja. Bukankah segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik?" tegas Imelda dalam tatapan lembut yang penuh arti. Ia sama sekali tak menunjukkan kemarahan pada suaminya. Hanya dengan sedikit kekesalan saja, Brian sudah sangat cemas akan dirinya.     

"Aku akan mencoba untuk mengikis kecemburuanku yang semakin berlebihan itu. Kuharap kamu bisa membantuku untuk melakukannya," sahut Brian diiringi sebuah senyuman penuh arti pada wanita yang duduk di sebelahnya.     

Pasangan itu saling memandang satu sama lain, melemparkan sorot mata tajam penuh akan cinta yang mendalam. Menciptakan sebuah getaran di dalam hati mereka berdua. Entah sadar atau tidak, Brian sudah menyentuh jemari Imelda dan mengecupnya beberapa kali.     

"Aku mencintaimu, Sayang." Sebuah kata ajaib terucap dari bibir manis Brian. Sebuah ungkapan perasaan yang mendalam terukir indah dalam wajahnya. Membuat wanita yang mendengarnya seolah melayang seperti kapas yang tertutup angin.     

"Aku pun juga merasakan hal yang sama, Brian," balas Imelda tak kalah tulus dan penuh perasaan cinta. Sebuah cinta yang begitu besar dan juga mendalam di antara mereka berdua.     

Terlalu tenggelam dalam buaian kata cinta yang begitu indah, mereka tak sadar jika seseorang sudah berjalan ke arah mereka. Pelayan yang tadi memasak di dapur pun harus menyaksikan betapa dalamnya cinta di antara pasangan itu.     

"Silahkan, Nona. Sup hangat sudah siap, saya sengaja membuat dua porsi untuk kalian berdua," ucap seorang pelayan itu dengan suara lirih yang sangat sopan.     

Begitu menyadari akan hal itu, Imelda langsung memalingkan wajahnya dan memandang wanita paruh baya yang masih berdiri di dekat meja itu.     

"Terima kasih, Bik. Maaf sudah merepotkan malam-malam begini." Imelda terlihat sangat sungkan pada wanita yang masih berdiri dengan senyuman hangat di wajahnya.     

"Tak perlu sungkan, Nona. Saya sangat senang bisa memasak untuk Anda. Jika masih ada yang bisa saya bantu lagi, saya ada di dapur, Nona," pamit pelayan itu sebelum kembali ke dapur untuk membereskan peralatan masak yang tadi sudah dipakainya.     

Imelda mengambil semangkuk sup hangat itu dan langsung menyantapnya dengan lahap. Seolah sudah beberapa hari ia tak makan, wanita itu sangat menikmati kelezatan makanan yang sedang disantapnya.     

"Makanlah, Brian. Sup ini sangat lezat, kamu pasti akan menyukainya," bujuk Imelda pada pria di sebelahnya.     

Dengan sedikit ragu, Brian mengambil semangkuk sup yang berada di atas meja. Ia tak mengerti dengan yang dirasakannya, begitu ingin memasukkan sup itu ke dalam mulutnya ... Brian merasakan perasaan aneh yang langsung membuatnya pusing dan langsung mual mencium aroma sup itu. Dalam wajah pucat, Brian berlari ke arah kamar mandi di dekat dapur dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Terdengar suara cukup keras saat pria itu mengeluarkan seluruh makanan di dalam perutnya.     

Melihat dan mendengarkan keanehan pada suaminya, Imelda langsung menyusul Brian yang sudah duduk di kamar mandi dengan tubuh sangat lemas. Wajahnya sangat pucat tak berdaya. Imelda menjadi sangat panik dengan kondisi suaminya itu.     

"Brian! Apa yang terjadi padamu?" tanya Imelda sangat panik. Ia mengambil beberapa tissue untuk mengusap keringat dingin di wajah suaminya itu. Bisa terlihat jika Brian seolah telah kehilangan separuh nyawanya.     

"Entahlah, Sayang. Rasanya aku sangat mual saat akan memasukkan sup itu ke dalam mulutku," sahut seorang pria yang sudah kehilangan kekuatan di dalam dirinya.     

Imelda pun membantu suaminya itu untuk berdiri lalu mengajaknya untuk masuk ke dalam kamar. Setelah berhasil membaringkan tubuhnya, Imelda mengambil beberapa peralatan medis miliknya dan memeriksa kondisi Brian. Wanita itu tak menemukan keanehan pada tubuh suaminya. Dia pun berpikir jika itu hanya kondisi khusus yang sedang dialami oleh Brian.     

"Sepertinya kamu kembali mengidam, Brian. Perasaan mual yang kamu rasakan mungkin saja karena ikatan batin antara dirimu dan juga bayi di dalam perutku," jelas Imelda tak terlalu yakin. Ia sendiri sebenarnya juga bingung, mengapa suaminya itu bisa mengidam sangat parah. Padahal tak sekalipun dirinya merasakan sesuatu yang aneh selama kehamilannya itu.     

"Bukankah aku pernah mengalami hal itu, Sayang. Apakah kamu yakin jika aku tidak keracunan makanan atau apa begitu?" Brian terlihat meragukan penjelasan istrinya. Dia merasa sangat lemas dan juga tak berdaya di depan Imelda.     

Ketidakpercayaan Brian sama sekali tak membuat Imelda marah ataupun tersinggung pada suaminya. Meskipun pria itu meragukan kemampuannya sebagai seorang dokter, ia sama sekali tak memikirkan hal itu.     

"Keracunan apa, Brian? Bahkan sup itu sama sekali belum masuk ke dalam mulutmu. Mungkin ini akan hilang setelah kehamilan memasuki trimester kedua. Namun kondisi setiap orang itu berbeda. Kamu tak perlu khawatir, Brian. Aku akan tetap memastikan jika kamu akan baik-baik saja." Imelda bangkit dari tempat duduknya lalu menuliskan beberapa resep obat dia atas secarik kertas.     

"Aku akan menyuruh seseorang untuk membelikan beberapa obat untukmu. Istirahatlah dulu, aku akan segera kembali." Imelda lalu keluar dari kamar itu untuk mencari seseorang yang bisa membantunya membeli beberapa obat untuk suami. Ia pun meminta seorang bodyguard yang berjaga untuk pergi ke apotek yang tak jauh dari rumah itu.     

Belum sempat masuk ke dalam rumah, Imelda melihat sebuah mobil masuk ke dalam rumahnya. Sebuah mobil yang sangat dikenalnya dan juga sangat ia ketahui siapa pemilik mobil itu.     

Begitu mobil berhenti, seorang pria keluar dan berjalan ke arah rumah utama. Pria itu tersenyum tipis melihat keberadaan Imelda di depan rumah kediaman Mahendra.     

"Untuk apa malam-malam datang ke sini, Alex?" tanya Imelda pada anak buah Davin Mahendra itu.     

"Aku juga ingin menanyakan hal yang sama, Imelda. Untuk apa malam-malam kamu berdiri di sini? Bukankah wanita hamil tak baik berada di luar saat tengah malam?" Lagi-lagi Alex tersenyum tipis memandang anak dari atasannya itu. Sebenarnya ia cukup terkejut mendapati Imelda berdiri di depan pintu utama rumah itu.     

Wanita itu tersenyum sinis atas ucapan Alex kepadanya. Imelda tak suka dengan gaya bicara anak buah ayahnya itu. Ia sangat yakin jika ada hal penting yang ingin dilakukan oleh Alex.     

"Jangan menceramahi aku, Alex! Bahkan kamu saja tak pernah memiliki seorang kekasih, bagaimana kamu bisa menasehati tentang kehamilanku ini?" protes Imelda diikuti sebuah pertanyaan yang cukup menohok untuk menusuk hati pria yang baru saja datang.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.