Bos Mafia Playboy

Wanita Itu Adalah Ibuku



Wanita Itu Adalah Ibuku

0Entah mengapa, Brian langsung berpikir jika itu adalah ayahnya. Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Adi Prayoga tega melakukan hal selicik itu. Ia pun berniat untuk memastikan hal itu pada sosok wanita yang terlihat pasrah.     

"Apakah pria itu adalah papaku, Adi Prayoga?" tanya Brian dalam perasaan sangat cemas dan juga sedikit takut. Ia tak pernah berharap jika hal itu memang benar.     

"Bagaimana kamu bisa berpikir jika itu adalah Adi Prayoga?" Sandra tersenyum tipis pada pasangan yang berdiri di hadapannya. Ia merasa kasihan pada mereka berdua.     

Brian dan Imelda kembali saling memandang satu sama lain. Mereka terlihat begitu ragu pada ucapannya sendiri. Sepertinya tebakannya benar-benar salah besar.     

"Katakan saja, Sandra! Tak perlu berbelit-belit." Brian mulai kesal saat tak kunjung mendapatkan jawaban. Ia tak ingin bermain teka-teki ataupun tebak-tebakan untuk sesuatu yang sangat penting seperti itu.     

"Aku tak tahu nama lengkapnya. Namun ia dipanggil dengan nama Jeffrey. Aku sangat mengingat nama itu," jelas Sandra dalam wajah yang sangat menyakinkan. Tak ada keraguan ataupun kebohongan yang tersirat di dalam wajahnya. Ia terlihat cukup jujur mengatakan hal itu.     

Imelda tersenyum kecut mendengar ungkapan kisah masa lalu yang terlalu lama terkubur sangat rapat. Akhirnya, sebuah kebenaran baru telah terungkap. Ia bisa mengetahui sosok pria yang telah menjebak ayahnya.     

"Apa artinya ini, Brian? Bagaimana Om Jeffrey bisa menyebutkan jika dia mencintai Mama Irene? Rahasia apa lagi yang sedang mereka sembunyikan?" Imelda merasa sangat frustrasi dengan semua kejadian yang menimpa keluarganya. Ia tak pernah membayangkan jika semuanya menjadi semakin rumit dan di luar dugaan.     

Dengan perasaan tidak sabar, Imelda menarik tangan Brian lalu mengajaknya keluar dari ruangan itu. Sebelum mereka benar-benar keluar, Brian tiba-tiba saja menghentikan langkah lalu berbalik ke arah Sandra.     

"Apakah wanita yang mengancammu adalah ini?" Brian menunjukkan sebuah gambar yang memperlihatkan sebuah wajah dari wanita yang telah melahirkannya.     

"Bagaimana kamu tahu? Wanita itu yang selalu datang ke sini dengan beberapa anak buahnya." Sandra tak percaya jika Brian memiliki foto seorang wanita yang selalu mengancamnya.     

Brian kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Kemudian ia kembali menghampiri Imelda yang sudah tak sabar menunggunya.     

"Wanita itu adalah ibuku," ucap Brian tanpa perasaan apapun. Tak ada ekspresi keterkejutan yang tersirat dari wajahnya. Ia pun melemparkan sejumlah uang lalu meninggalkan ruangan itu.     

"Ayo, Sayang," ajak Brian pada wanita yang sejak tadi tak terlalu banyak berbicara. Mereka pun keluar dari night club itu dengan mendapatkan pengawalan ketat dari beberapa petugas keamanan.     

Begitu sampai di dalam mobil, Imelda juga masih terdiam dan terlihat sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat. Apa yang dikatakan oleh Sandra benar-benar menyita perhatiannya. Ia berpikir jika segalanya harus segera diluruskan.     

"Apakah kita harus menemui Papa sekarang, Brian?" tanya Imelda pada sang suami.     

"Terserah kamu saja, Sayang. Aku akan menemani ke manapun kamu pergi," sahut seorang pria yang sedang memandangi wajah istrinya yang mulai terlihat cukup bingung. "Sayang. Bagaimana kamu bisa berakting seperti seorang pembunuh berdarah dingin?" Brian merasa sangat ngeri mengingat Imelda yang begitu lihai memainkan pisaunya.     

Mendengar pertanyaan itu, Imelda langsung terkekeh geli. Ia tak dapat menahan tawa di dalam dirinya. Rasanya seperti baru saja mendapatkan sebuah pertanyaan yang berlebihan baginya.     

"Apakah kamu sudah melupakan pekerjaanku, Brian? Istrimu ini adalah seorang dokter bedah terhebat seantero negeri." Imelda sengaja memuji dirinya sendiri. Bukan karena ingin menyombongkan kemampuan, ia hanya ingin agar suaminya itu mengetahui kehebatan yang dimilikinya.     

"Aku percaya, Sayang. Kamu memang yang terhebat," puji Brian pada wanita yang duduk di sebelahnya. "Lalu ... sekarang kita ke mana sih?" Akhirnya ia menanyakan hal itu pada wanita yang sangat dicintainya itu.     

Imelda terdiam sejenak lalu memandang suaminya itu. Ia berharap langkah yang telah diambilnya tidaklah salah. Semua yang dilakukannya, hanya untuk kebaikan kedua keluarga.     

"Sebaiknya kita temui Papa Davin terlebih dahulu, setelah itu kita memberitahukan Papa Adi lalu beristirahat sekalian," ujar Imelda dalam wajah yang senyum-senyum tak jelas.     

Tanpa membantah ucapan istrinya, Brian langsung melajukan mobilnya menuju ke kediaman Mahendra. Ia juga sudah tak sabar untuk memberitahukan kabar itu pada ayah mertuanya. Setidaknya, Davin Mahendra akan lebih berhati-hati dalam menghadapi atasannya itu.     

Baru memasuki gerbang tinggi di kediaman keluarga Mahendra, pasangan itu melihat mobil sang tuan rumah baru saja keluar dari gerbang. Begitu mobil berhenti, Imelda langsung turun dan menghampiri seorang penjaga yang kebetulan berada tak jauh dari mobilnya.     

"Ke mana Papa pergi?" tanya Imelda pada seseorang yang kebetulan sedang berada tak jauh dari mobilnya.     

"Bos baru saja mendapatkan panggilan telepon dari atasannya. Ia diminta untuk segera datang ke markas." Pria itu mencoba menjelaskan alasan dari kepergian Davin Mahendra yang terlihat terburu-buru.     

Wanita itu kembali masuk ke dalam mobilnya, Brian juga ikut kembali masuk dengan perasaan yang cukup cemas karena melihat ketegangan di wajah istrinya. Sebagai seorang suami, tentunya Brian sangat mencemaskan keadaan istrinya.     

"Kita ikuti Papa, Brian! Kalau bisa menyusul, kita hadang saja biar Papa segera mengetahui kebenaran itu," pinta Imelda tanpa bisa menghilangkan perasaan cemas di dalam hati.     

Tak mungkin bisa menolak hal itu, Brian langsung menyalakan mesin mobil dan segera berangkat untuk menyusul mobil yang dibawa oleh Davin Mahendra. Jalanan yang sangat ramai membuat ia tak sanggup untuk mengejar ayah mertuanya.     

"Kita harus segera menyusul Papa sebelum sampai di markas." Imelda semakin tidak sabar untuk segera berbicara pada ayahnya. Ia semakin tak sabar, saat Brian mengemudikan mobilnya dengan kecepatan standard.     

Ia pun berinisiatif untuk bertukar posisi dengan suaminya. Meskipun awalnya Brian sempat menolak, akhirnya ia pun menyetujui hal itu. Namun ia berpesan agar tetap berhati-hati saat membawa mobil itu.     

Dengan berat hati, Brian menghentikan mobilnya di jalanan yang tidak terlalu ramai. Begitu bertukar posisi, Imelda langsung tancap gas dengan kecepatan maksimal. Dalam beberapa menit saja, pasangan itu sudah bisa melihat mobil Davin Mahendra yang melaju cukup kencang.     

"Bukankah itu mobil Papa?" seru Imelda sambil menambahkan kecepatan mobilnya. Ia akan berusaha untuk berada di depan mobil ayahnya.     

"Itu mobil Papa, Sayang. Sepertinya Papa sedang terburu-buru." Brian bisa melihat jika ayah mertuanya begitu ingin segera sampai di markas.     

Tanpa membuang waktu lagi, Imelda menambahkan kecepatan mobilnya lalu melakukan sebuah adegan sangat berbahaya dan bisa saja membuat mereka kehilangan nyawanya.     

Begitu berada di belakang mobil ayahnya, Imelda membunyikan klakson. Namun pria tua sama sekali tak peduli dengan mobil yang berada di belakangnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.