Bos Mafia Playboy

Wanita Itu Tak Pantas Hidup!



Wanita Itu Tak Pantas Hidup!

Brian dan Imelda langsung saling memandang satu sama lain. Mereka tak menduga jika kedatangan Arya Gunadi jauh lebih cepat dari perkiraannya. Tak bisa dipungkiri jika pasangan suami istri itu cukup cemas dengan kedatangan salah satu pemasok yang bekerja sama dengan keluarga Prayoga.     

"Apa Papa akan menemuinya?" Brian menanyakan hal itu dalam wajah sangat panik dan juga sedikit takut. Tiba-tiba saja, ia merasa khawatir jika ayahnya akan memberikan pelajaran pada keluarga Gunadi.     

Adi Prayoga tentunya bisa merasakan kegelisahan Brian akan kedatangan rekan bisnisnya itu. Ia yakin jika Brian telah menyembunyikan hal penting saat kepergiannya menemui salah satu orang yang berbisnis dengannya itu.     

"Apa kamu menyembunyikan sesuatu dari Papa, Brian?" Sebuah pertanyaan langsung terlontar begitu saja. Adi Prayoga bisa melihat perubahan ekspresi yang terjadi pada mereka berdua.     

"Tidak ada, Pa. Aku hanya sedikit mengancam saja, tidak lebih." Brian berusaha menutupi sebuah kebenaran yang sedang ditutupinya. Ia tak ingin jika ayahnya marah bahkan murka atas semua yang terjadi selama berada di sebuah kota di mana Arya Gunadi tinggal.     

Merasa tak ada gunanya bertanya pada Brian, pria tua itu langsung meninggalkan anak dan juga menantunya itu. Adi Prayoga lalu berjalan ke arah di mana mobilnya telah terparkir.     

"Temani aku ke gudang penyimpanan. Barang pesanan kita yang sempat terlambat, akhirnya datang," ajak Adi pada seseorang yang bekerja untuk dirinya.     

"Baik, Bos." Pria itu langsung membukakan pintu untuk Adi Prayoga.     

Mereka langsung berangkat dengan menuju ke gudang penyimpanan di mana segala macam barang yang diperjualbelikan berada.     

"Bagaimana ini, Brian?" Imelda mulai mengkhawatirkan ayah mertuanya. Ia tak jika hal buruk sampai menimpa sosok pria yang sangat menyayanginya itu.     

Brian terlihat juga bingung, ia tak mungkin menyusul mereka semua. Ia sangat yakin jika dirinya pergi, Imelda pasti juga akan ikut bersamanya. Pria itu tak ingin membahayakan istrin dan juga anaknya. Bagaimana pun caranya, ia harus membuat istrinya itu tidak berada dalam bahaya.     

"Lebih baik kita tetap di sini, Sayang. Kita bisa menunggu hasil pertemuan Papa dan juga Arya Gunadi. Semoga semua baik-baik saja." Brian benar-benar tak tahu lagi harus berkata apalagi kepada istrinya.     

Pasangan itu akhirnya hanya bisa menunggu dalam sebuah harapan dan juga kecemasan yang mulai menguasai sudut hatinya yang sangat dalam.     

Di tempat lain yang berada di perbatasan kota, Adi Prayoga baru saja sampai di sebuah bangunan tua yang terlihat sedikit kurang terawat. Melihat sekeliling, tak ada yang aneh. Bahkan anak buah Arya Gunadi hanya segelintir orang saja yang terlihat berada di sana.     

Dalam langkah pasti, pria itu berjalan bersama dua orang bodyguard yang tadi menemaninya sepanjang perjalanan. Adi Prayoga mulai masuk di sebuah bangunan yang berada di belakang gedung yang tak terawat tadi.     

"Apa yang membuatmu datang menemuiku sendiri, Arya Gunadi?" Bukannya sebuah sapaan ramah antara dua rekan bisnis, Adi Prayoga justru melemparkan sebuah pertanyaan langsung kepada pria yang terlihat sedikit terkejut dengan kedatangannya.     

"Sepertinya aku sudah sangat merepotkan kamu, Adi Prayoga. Aku sengaja datang dan juga ingin menjelaskan keterlambatan pengiriman beberapa hari lalu." Arya Gunadi menyadari jika dirinya berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.     

Adi Prayoga duduk di sebuah kursi yang berada di ruangan itu. Ia masih bingung dengan tujuan Arya Gunadi ingin bertemu dengannya.     

"Bolehkah aku berbicara empat mata denganmu?" tanya seorang pria yang sudah cukup lama berbisnis dengan keluarga Prayoga.     

Sang bos mafia langsung memberikan sebuah isyarat agar semua orang meninggalkan ruangan itu. Ia sengaja memberikan kesempatan untuk Arya Gunadi berbicara berdua saja dengannya.     

"Apa yang ingin kamu katakan?" Tanpa basa basi, Adi Prayoga kembali melemparkan sebuah pertanyaan kepada pria di hadapannya. "Duduklah dulu sebelum berbicara denganku," lanjut seorang pria dalam tatapan dingin yang cukup mengintimidasi dirinya.     

Arya Gunadi sengaja menarik nafasnya cukup dalam sebelum mengutarakan isi hatinya. Ia tak ingin hubungan mereka hancur gara-gara kebodohan yang dilakukan oleh anaknya sendiri.     

"Keterlambatan pengiriman yang sebelumnya terjadi ... itu semua adalah kesalahan dan juga kebodohan anakku, semoga Anda bisa memakluminya," terang seorang pria yang mulai memperlihatkan keraguan yang cukup.     

"Katakan saja kebodohan apa yang telah dilakukan oleh anakmu itu," sahut Adi Prayoga tanpa ekspresi apapun. Pria itu bahkan mengatakannya tanpa senyuman ataupun tatapan hangat sedikit pun.     

Seperti memperjuangkan hidup dan matinya, Arya Gunadi harus mengatakan kebenarannya itu sebelum Adi Prayoga mendengar dari orang lain.     

"Entah dari mana datangnya, Andra Gunadi mendapatkan sebuah hasutan dari seorang wanita yang cukup menggiurkan baginya. Wanita itu membayar mahal barang yang seharusnya dikirimkan ke gudang ini," jelas Arya Gunadi dengan nafas tertahan. Ia harus memaksakan diri untuk tetap tenang sebelum mengatakan kebenaran yang paling penting.     

"Aku sudah memastikannya sendiri jika wanita itu adalah istri Anda, Natasya Prayoga." Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Arya Gunadi berhasil membuat Adi Prayoga memucat seketika. Bahkan pria itu langsung bangkit dari duduknya.     

Adi Prayoga memperlihatkan wajah geram dalam amarah yang siap meledak dan juga membakar dirinya. Ia masih tak percaya dengan hal yang diucapkan oleh pria yang berbisnis dengannya itu.     

"Apa! Natasya? Bagaimana wanita itu bisa mengetahui transaksi di antara kita?" Adi Prayoga justru mencurigai rekan bisnisnya itu. Selama ini mereka berdua melakukan bisnis tersembunyi dan juga sangat bersih. Hampir tak ada kegagalan sebelumnya. Namun wanita masih saja berusaha untuk merusak bisnisnya.     

"Lagi-lagi itu karena kebodohan anakku sendiri. Bahkan ia terhasut untuk menjebak putra Anda, Brian Prayoga. Untung saja, menantu Anda yang sangat cantik itu berhasil membuat Brian Prayoga bertahan dalam situasi sangat sulit," jelas Arya Gunadi dalam wajah ketakutan. Ia berharap jika Adi Prayoga bisa mengampuninya setelah menceritakan segalanya.     

Sontak saja, Adi Prayoga membulatkan matanya mendengar Imelda juga berada dalam situasi yang sangat berbahaya bersama Brian. Ia tak tahu jika menantunya itu juga ikut pergi.     

"Jebakan apa maksudmu, Arya Gunadi?" Dengan tidak sabar, Adi Prayoga menaikkan nada suaranya. Ia tak bisa berpikir lagi setelah mendengar Imelda berada di tempat yang sangat berbahaya.     

"Natasya memberikan sebuah perintah agar Andra menjebak Brian Prayoga dengan obat perangsang. Ia bahkan sudah menyiapkan seorang wanita bayaran untuk anak Anda. Untung saja, Brian Prayoga berhasil menyelamatkan diri dari jebakan itu." Arya Gunadi semakin ketakutan melihat aura membunuh yang terlukis di wajah pria di depannya. Sangat jelas sekali jika Adi Prayoga sangat murka dengan hal itu.     

Dalam kondisi yang tidak stabil, Adi Prayoga menembakkan senjata senjata ke sembarang arah. "Brengsek! Bagaimana Natasya bisa melakukan hal itu? Wanita itu tak pantas untuk hidup!" teriaknya dalam situasi tak terkendali.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.