Bos Mafia Playboy

Mengulang Malam Itu



Mengulang Malam Itu

0Brian mengembangkan senyuman penuh arti pada istrinya. Dia bisa merasakan sekaligus melihat jika Imelda sangat cemburu pada pemilik underwear itu. Sambil senyum-senyum karena mendengar nada protes istrinya, Brian memasangkan kain berenda yang selama ini disimpannya bak berlian. Bahkan kotak warna emas itu harganya mencapai jutaan.     

"Bukankah ini sangat pas dengan dirimu, Sayang?" ucap Brian setelah berhasil memasangkan kain berenda itu di sudut tubuh sang istri.     

"Aku tak sudi memakai underwear bekas wanita yang sudah kamu tiduri, Brian." Dengan cukup kasar, Imelda melepaskannya sendiri lalu melemparkan ke samping ranjang. Ia merasa jijik pada selembar kain yang memang terlihat cantik jika dilihat sekilas.     

"Wanita itu memang pernah aku tiduri berulang kali .... Wanita itu adalah kamu, Sayang," sahut Brian pada seorang wanita yang sudah sangat kesal dan juga marah karena pria itu terus memaksanya.     

Imelda membulatkan matanya dalam wajah keterkejutan yang di luar dugaan. Ia tak menyangka apalagi mengingat selembar kain berenda itu adalah miliknya. Dengan wajah sangat malu, ia mengambil dan memperhatikan selembar kain yang dikatakan oleh Brian sebagai miliknya.     

"Bukankah ini yang dulu aku pakai saat malam itu .... " Tiba-tiba saja Imelda mengingat malam panjang di saat ia terlalu mabuk dan berakhir di ranjang yang sama dengan Brian. Bahkan ia meninggalkan rumah itu tanpa memakai underwear miliknya itu. Rasanya ia sangat malu mengetahui pria itu menyimpan barang pribadi miliknya.     

"Mengapa kamu menyimpannya, Brian? Bukankah itu sangat memalukan?" Ingin rasanya Imelda berlari keluar dari kamar itu, ia baru ingat jika dirinya hanya memakai kemeja panjang milik suaminya.     

Brian menarik Imelda ke dalam pelukannya, mendekap hangat wanita yang sangat dicintainya. Meskipun perbuatannya sangat memalukan, Brian sama sekali tak peduli dengan sikapnya.     

"Hari itu ... untuk pertama kalinya aku mencuci pakaian dalam selain milikku sendiri," ungkap Brian sembari mempererat dekapannya.     

"Kenapa tak kamu buang saja, Brian?" sahut Imelda sambil menengadahkan kepalanya memandang wajah sang suami.     

Tanpa langsung memberikan jawaban, pria itu justru terus menerus memberikan kecupan lembut di wajah Imelda. Ia terlalu gemas dengan wajah cantik wanita yang sedang berada di dalam pelukannya itu.     

"Bagiku itu sangat berharga, Sayang," sahut Brian dalam wajah yang terlihat sangat bahagia bisa berada di samping wanita yang menjadi cinta pertamanya sejak SMA itu. "Tidak inginkah kamu mengulang malam itu, Sayang?" Ia mencoba untuk membujuk Imelda agar kembali melalui malam panjang yang tak terlupakan itu.     

Seketika itu juga, wajah Imelda memerah seolah sedang kepanasan. Padahal suhu di dalam ruangan itu cukup dingin daripada suhu normal yang biasanya.     

Sebuah perasaan yang berdebar sekaligus menggetarkan hati dirasakan oleh Imelda saat Brian menyusupkan tangan di balik kemeja putih miliknya yang melekat di tubuh sang istri.     

"Hentikan, Brian! Pintunya masih terbuka," keluh Imelda saat menyadari pintu di kamarnya masih belum tertutup.     

"Tak masalah, Sayang. Pelayan hanya akan datang saat sore saja. Apalagi setelah kita tak tinggal di sini, mereka akan datang setelah aku memanggilnya," balas Brian tanpa menghentikan gerakan lembut tangannya yang masih bermain-main di seluruh tubuh wanita yang terlihat juga menikmati sentuhannya.     

Setelah mendapatkan jawaban dari suaminya, Imelda hanya bisa pasrah pada seorang pria yang terus memainkan tangannya dengan sangat lihai dan cukup menaikan gairah. Wanita itu mulai memejamkan matanya saat kedua tangannya menyentuh lalu meremas kedua bulatan di dadanya.     

Wanita itu terlihat begitu menikmati semua yang dilakukan suaminya akan dirinya. Memejamkan matanya dalam hati berdebar dan seolah melayang ke awang-awang.     

Brian menanggalkan pakaiannya sendiri di hadapan sang istri lalu kembali naik ke atas ranjang. Ia bisa melihat jika Imelda sudah tak mampu menahan gairah di dalam dirinya. Hingga sebuah erangan lembut keluar dari mulutnya.     

"Aku mencintaimu, Sayang. Aku sudah tak sabar untuk memilikimu sekarang," bisik Brian sembari menciumi telinga dan leher sang istri. Pria itu semakin kalap dengan debaran hebat di dalam dadanya. Tanpa peduli pintu kamar yang masih terbuka cukup lebar.     

Saat Brian sedang mengarahkan dirinya pada sang istri, tiba-tiba saja ....     

"Bos! Bos besar datang!" teriak seorang bodyguard yang berada tak jauh dari pintu. Pria bertubuh besar itu menyadari permainan penuh gairah yang sedang dilakukannya oleh bos-nya. Meskipun ia sempat terkejut saat mendengar desahan yang bercampur erangan kenikmatan itu dalam pintu kamar terbuka ... sang bodyguard sama sekali tak ingin menyaksikan pertempuran mereka. Dia takut jika pasangan itu murka dan menghabisi dirinya.     

Wajah Brian mendadak sangat gelap dan penuh kekecewaan. Ia merasa selalu gagal setiap akan melakukan hubungan suami istri dengan Imelda.     

"Sial! Kenapa harus sekarang?" kesal Brian dalam wajah yang sangat frustrasi. Ia menarik rambutnya sendiri sebelum kembali memakai pakaian yang sudah dilepaskan tadi.     

"Kita bisa melanjutkannya nanti malam, Brian," hibur Imelda pada sang suami. Padahal ia sendiri juga sangat kecewa karena harus kembali menundanya lagi. Sama saat berada di hotel, di rumah sendiri pun mereka tak leluasa melakukannya.     

Brian sudah berpakaian rapi dan bersiap untuk menemui ayahnya. Ia pun mengecup bibir Imelda dan menutupi tubuh istrinya itu dengan selimut yang begitu lembut.     

"Aku akan menyuruh seseorang untuk mengambil pakaianmu, Sayang. Atau lebih baik kita beli yang baru saja," tawar Brian pada wanita yang masih memandangnya dengan wajah yang seolah tak rela.     

"Terserah kamu saja, Brian. Temui saja papa terlebih dahulu. Aku akan mencari pakaian yang mungkin masih bisa kupakai untuk bertemu dengan papa." Imelda bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke sebuah lemari di mana beberapa pakaiannya ada di sana.     

Setelah mendaratkan sebuah kecupan di kening Imelda, pria itu langsung keluar dari kamar. Tak lupa ia menutup rapat pintu kamarnya. Brian pun berjalan ke ruang tamu untuk mencari ayahnya. Namun sosok Adi Prayoga tak berada di manapun.     

"Di mana Papa?" tanya Brian yang kebetulan melihat seorang pria tinggi besar yang bekerja pada keluarga Prayoga.     

"Bos sedang berbicara dengan anak buahnya yang berada di sini. Mereka berada di halaman samping," jelas sang bodyguard pada Brian.     

Tanpa membuang waktu, Brian mencari keberadaan ayahnya. Terlihat dari kejauhan, Adi Prayoga sedang berbincang serius dengan orang-orang yang bekerja padanya. Ia pun memutuskan untuk menghampiri pria tua penguasa bisnis keluarga Prayoga.     

"Apa Papa sedang mencariku?" sapa Brian pada ayahnya yang masih mengobrol sangat serius. Ia tak ingin menunggu lebih lama sampai pembicaraan mereka selesai.     

"Silahkan lanjutkan pekerjaan kalian! Tunggu saja perintah dariku!" seru Adi Prayoga pada beberapa anak buahnya. Pria tua itu lalu menatap tajam ke wajah anaknya, ada perasaan tidak suka yang tersirat dalam sorot wajah sang bos mafia. "Apa yang baru saja kamu lakukan?" tanyanya dingin.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.