Bos Mafia Playboy

Persekongkolan



Persekongkolan

0Vincent dapat melihat dengan jelas, saat ayahnya keluar dari lift lalu berjalan ke arahnya. Ia bisa menebak, apa yang akan dilakukan oleh pria tua itu. Dalam hati yang masih sangat kesal, ayahnya itu justru duduk tepat di sebelahnya.     

"Untuk apa Papa mengejar ku ke sini? Aku tak akan bisa menghilangkan kebencian di dalam hatiku." Sebelum sang ayah mengatakan apapun kepadanya, Vincent sengaja melontarkan apa yang ada di kepalanya. Ia meyakini jika kedatangan Davin Mahendra hanya untuk membujuknya ataupun memberikan beberapa nasehat yang mungkin tidak ingin didengarnya.     

Merasa ucapan ayahnya semakin mengesalkan dan juga membuatnya tak nyaman, Vincent pun langsung bangkit dari tempat duduknya. Ia berdiri tak jauh dari Davin benar. Menatap kesal seorang pria yang menjadi ayahnya itu.     

"Papa sangat mengerti perasaanmu, Vincent. Namun setidaknya, ingatlah kedekatan Adi Prayoga denganmu dahulu saat mamamu masih ada," bujuk Davin bisa pada anaknya. Ia mencoba untuk menyakinkan dan juga mengingatkan Vincent dengan hubungan dengan keluarga Prayoga.     

"Lebih baik aku pergi, daripada harus mendengarkan ceramah Papa." Tanpa mengatakan apapun lagi, Vincent meninggalkan ayahnya begitu saja. Seakan ia benar-benar tak ingin mendengarkan nasehat ataupun bujukan Davin Mahendra kepadanya. Ia pergi jika meninggalkan tempat itu adalah sebuah pilihan terbaik untuknya.     

Pria tua itu sama sekali tak menghentikan langkah anaknya. Davin Mahendra sangat yakin, sebuah panggilan atau seruan tak akan menghentikan Vincent dari niatnya untuk meninggalkan tempat itu. Dengan sangat terpaksa, ia harus merelakan anaknya itu untuk meninggalkan dirinya sendiri.     

Begitu Vincent sudah menghilang dari pandangannya, ia pun ikut meninggalkan atap rumah sakit itu. Davin Mahendra sama sekali tak memiliki cara lain untuk menghentikan langkah anaknya tadi.     

Begitu sampai di lantai dasar rumah sakit itu, Davin Mahendra berjalan menuju ke lobby utama rumah sakit yang telah dibangun oleh wanita yang dicintainya dan juga sahabatnya itu. Baru saja melangkah keluar, tanpa sengaja ia melihat Imelda dan juga Brian yang sedang duduk di sebuah kursi taman. Ia sangat yakin jika pasangan itu sedang tidak baik-baik saja. Hal itu terlihat dari wajah anak perempuannya yang sama sekali tak memperlihatkan senyuman sedikit pun.     

Dalam langkah pelan namun penuh keyakinan, Davin Mahendra menghampiri anak dan juga menantunya. Ia hanya ingin memastikan jika pasangan itu baik-baik saja. Sebagai seorang ayah, ia ingin melihat anaknya bahagia dan juga nyaman dengan kehidupan yang sedang dijalaninya.     

"Mengapa kalian duduk di sini?" Sebuah pertanyaan dari Davin Mahendra cukup mengejutkan pasangan itu. Bukan ingin ikut campur dalam hubungan anaknya, pria tua itu hanya ingin memastikan jika hubungan Imelda dan juga Brian tak ada masalah apapun.     

"Papa!" sapa Imelda dalam wajah sangat terkejut. Ia tak menyangka jika ayahnya berada di rumah sakit itu. Yang cukup mengejutkan lagi, tiba-tiba ayahnya sudah berada di hadapannya.     

Davin Mahendra mencoba untuk menatap tajam pada mereka berdua. Sekedar untuk memastikan keadaan pasangan suami istri itu.     

"Apa kalian berdua sedang bertengkar?" tanya ayah dari Imelda Mahendra pada anak perempuannya.     

Imelda tersenyum tipis mendengar pertanyaan ayahnya. Tentunya hal itu cukup mengejutkan baginya. Ia tak menyangka jika sang ayah begitu sangat memperhatikan mereka berdua. Wanita itu bangkit dari kursi dan berhadapan langsung dengan Davin Mahendra.     

"Aku dan Brian baik-baik saja, Pa. Aku hanya kesal dengan Kak Vincent," kesal Imelda dalam wajahnya yang cemberut. Ia semakin kesal saat mengingat perkataan kakak laki-laki kesayangannya itu.     

"Kenapa dengan kakakmu itu?" tanya Davin Mahendra dalam sebuah senyuman hangat yang penuh arti. Sebenarnya ia hanya penasaran dengan keberadaan dari anak laki-lakinya itu.     

Brian yang sejak tadi hanya menjadi seorang pendengar saja, akhirnya memutuskan untuk ikut terlibat dalam pembicaraan di antara mereka. Ia tak mungkin berpura-pura tak mendengar dan menyibukkan dirinya dalam dunianya sendiri.     

"Ada sedikit kesalahpahaman antara Kak Vincent dan juga istriku, Pa. Sejak tadi aku berusaha untuk membujuknya, Imelda tetap saja keras kepala dan tak mau menemui Kak Vincent. Padahal semua hanya kesalahpahaman semata." Brian Prayoga mencoba untuk menjelaskan panjang lebar kepada ayah mertuanya. Sejak tadi ia sudah berusaha untuk membujuk istrinya itu. Sayangnya, Imelda masih saja kesal dan tak ingin bertemu dengan kakaknya.     

Davin Mahendra tersenyum tipis pada menantunya lalu menganggukkan kepala. Seolah ia sedang mengirimkan sebuah isyarat kepada suami dari anak perempuannya itu. Sebagai seorang ayah, tentunya pria itu cukup mengenal Imelda. Sosok keras kepala yang terlalu sulit untuk ditaklukkan.     

Dalam gerakan pelan dan penuh kasih sayang, Davin Mahendra membelai kepala anak perempuannya. Ia mencoba untuk meluluhkan hati seorang wanita yang menjadi sekeras batu karena banyak hal yang terjadi di masa lalunya. Pria itu merasa harus bertanggung jawab dengan terbentuknya watak anak perempuannya itu.     

"Jangan sampai kamu menyimpan kekesalan terlalu lama, Imelda. Kami tahu sendiri jika hanya kamu yang dimiliki oleh Vincent. Kamu bisa mengingat sangat jelas, bagaimana kakakmu itu sangat menyayangimu. Sedikit kesalahpahaman saja, tak seharusnya membuat jarak di antara kalian." Davin Mahendra mencoba mengerahkan segala kemampuan di dalam dirinya untuk meluluhkan hati anaknya sendiri. Baginya, menghadapi Imelda jauh lebih sulit daripada menghadapi ratusan musuh yang paling berbahaya sekali pun.     

"Coba kamu hubungi kakakmu itu," bujuk Davin Mahendra. Dengan sengaja ia meminta hal itu kepada anaknya. Pria itu berpikir sekali mendayung dua pulau bisa terlampaui sekaligus.     

Imelda sedikit ragu untuk melakukan permintaan ayahnya itu. Namun ia merasa jika yang dikatakan oleh ayahnya memang sangat benar. Selama ini, Vincent benar-benar sudah sangat menyayanginya.     

Dalam gerakan pelan dan tak bersemangat, Imelda mengambil ponsel dari dalam tasnya. Ia pun langsung melakukan panggilan telepon pada kakak laki-lakinya itu.     

Awalnya, Vincent tak menerima panggilan itu. Namun setelah Imelda menghubunginya beberapa kali, panggilan itu pun akhirnya diterima juga.     

"Aku ingin bertemu denganmu, Kak," ucap Imelda dengan nada memohon yang terdengar sedikit manja pada seseorang di dalam ponselnya.     

"Temui aku di taman depan rumah sakit, Kak. Aku menunggumu di sana." Imelda kembali berbincang dengan ponsel yang menempel di telinganya.     

Wanita itu terlihat tersenyum mendengar jawaban dari seseorang yang sedang berbincang dengannya. "Buruan ke sini," seru Imelda sebelum mengakhiri panggilannya.     

Dan benar saja, baru beberapa menit panggilan itu berakhir .... Vincent sudah terlihat berjalan ke arah mereka. Awalnya pria itu mengumbar senyuman hangat. Namun berubah seketika saat menyadari kehadiran Davin Mahendra di sana.     

"Apa kamu bersekongkol dengan Papa, Imelda?" lontar Vincent dalam wajah geram karena merasa dipermainkan oleh adiknya sendiri. Ia tak menyangka jika adik kesayangannya bekerja sama dengan ayahnya sendiri.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.