Bos Mafia Playboy

Pengkhianatan



Pengkhianatan

0"Jangan macam-macam kamu, Vincent Mahendra! Jika kamu sampai melakukan hal itu, aku akan membatalkan pencarian atas kekasihmu." Eliza melontarkan ancaman balasan pada sosok pria yang tak begitu dikenalnya itu. Yang ia tahu, Vincent adalah sahabat dekat dari pria yang sedang dikejarnya.     

Pria itu tanpa sadar telah melebarkan mata dan juga telinganya. Ia tak yakin jika sesuatu yang baru saja didengarnya itu adalah nyata. Vincent merasa senang dan juga sedikit tenang, saat Eliza menyatakan ingin membantunya menemukan Laura.     

"Apa kamu serius, Eliza?" Vincent mencoba untuk menegaskan hal itu pada sosok wanita dari keluarga Hartanto. Ia ingin memastikan jika yang didengarnya tidak salah.     

"Sepertinya telingamu harus segera diperiksakan,"cibir Eliza dalam sebuah lirikan tajam sarat kekesalan. "Apakah aku harus mengantarmu untuk bertemu dokter THT?" Lagi-lagi Eliza tersenyum sinis sembari melemparkan sindiran menyakitkan pada pria di hadapannya itu.     

Vincent sama sekali tak peduli dengan perkataan wanita yang terlihat kesal itu. Meskipun beberapa kali Eliza melontarkan perkataan yang sedikit kasar, ia sama sekali tak memasukkannya ke dalam hati. Pria itu justru tersenyum setulus mungkin pada wanita itu. Membuat Eliza merasa sedikit ditertawakan oleh dirinya.     

"Jika kamu bukan sahabat dekat Martin, aku tak sudi membantumu. Apalagi harus berusaha langsung dengan kakak laki-laki dari Imelda Mahendra. Aku sedikit dendam pada adik kesayanganmu itu. Dia sudah merebut Brian dariku, untung saja aku berhasil menemukan pria baik seperti Martin," ungkap Eliza panjang lebar pada pria yang baru saja kehilangan kekasihnya.     

Tepat di saat Eliza menyelesaikan ucapannya, Adi Prayoga juga baru saja keluar dari ruang perawatan Martin. Pria tua itu memandang lekat ke arah Vincent. Ia bisa merasakan jika Vincent sedang menghadapi sesuatu yang cukup membebaninya.     

"Apa kamu sedang ada masalah, Vincent?" tanya Adi Prayoga karena mengkhawatirkan anak laki-laki dari sahabatnya itu.     

"Om tak perlu repot-repot memikirkan aku," sahut Vincent tanpa mempedulikan perasa dari seorang pria yang pernah berselingkuh dengan wanita yang sudah melahirkannya itu. Hal itu yang masih sangat membekas dan membuatnya sangat membenci Adi Prayoga. Meskipun berulang kali ia mencoba, Vincent tak pernah bisa menghapus kebencian dari dalam hatinya.     

Adi Prayoga masih saja bisa tersenyum hangat setelah mendengar perkataan kasar dari Vincent. Ia sangat memahami alasan kebencian dari anak sahabatnya itu.     

"Sepertinya suasana hatimu sedang kurang baik. Kalau begitu, Om pergi dulu ... sebelum ada yang tidak sabar dan justru menghancurkan rumah sakit ini." Adi Prayoga berjalan menjauhi tempat itu. Ia menuju ke sebuah ruangan yang di mana Adi Prayoga akan bertemu dengan seseorang.     

Entah mengapa, Adi Prayoga tak pernah bisa marah ataupun membenci Vincent. Meskipun kakak laki-laki dari Imelda itu sering mengucapkan perkataan yang terkadang sangat kasar dan terkesan tidak sopan terhadap dirinya. Mungkin karena Vincent adalah anak dari wanita yang sangat dicintainya, menjadikan Adi Prayoga menyayangi kedua anak dari Irene Mahendra.     

Adi Prayoga masuk ke dalam sebuah meeting room di mana seseorang sudah menunggu dirinya. Begitu masuk ke dalam, terlihat sebuah tatapan penuh arti.     

"Masuklah, Prayoga! Sebelum kita berbicara dengan dewan direksi, lebih baik kita berbicara dari hati ke hati terlebih dahulu," sapa Davin Mahendra pada seorang pria yang selama ini selalu berseteru dengannya. Meskipun seperti itu, ia sangat membutuhkan bantuannya untuk menangani kegilaan Natasya.     

"Apa yang membuatmu untuk mengundang aku ke sini, Mahendra?" tanya Adi Prayoga pada seorang pria yang sedang berdiri tak jauh darinya.     

Kedua pria itu lalu duduk saling berhadapan satu sama lain. Davin Mahendra menunjukkan sebuah surat kuasa untuk mengalihkan kepemilikan rumah sakit atas nama Natasya.     

Setelah menerima beberapa berkas yang diberikan oleh Davin Mahendra, barulah Adi Prayoga mengetahui alasan dirinya sampai diundang ke sana. Ia pun tersenyum tipis memandang sahabat lamanya itu.     

"Apa gara-gara kertas ini kamu sampai menurunkan harga dirimu dan menemuiku secara pribadi, Mahendra?" sindir Adi Prayoga pada pria yang terlihat tenang meskipun sedikit cemas.     

"Hanya kamu sosok pria yang sangat memahami Irene dan juga Natasya. Kamu pastinya sangat mengerti kedua wanita yang sama-sama jatuh cinta kepadamu. Bahkan Irene mencintaimu hingga akhir hayatnya." Davin Mahendra akhirnya mampu mengungkapkan sesuatu yang selama ini disimpannya sangat rapat.     

Adi Prayoga mencoba untuk tidak terprovokasi oleh perkataan dari Davin Mahendra. Ia menekan perasaannya dan menunjukan wajah sangat tenang.     

"Aku akan membantumu untuk mengurus kepemilikan rumah sakit ini. Tentunya karena aku sangat tahu jika Natasya tak pantas mendapatkan semua ini," sahut Adi Prayoga pada sahabat lamanya itu.     

"Di matamu, hanya Irene yang pantas mendapatkan apapun di dalam hidupmu. Bukankah begitu, Prayoga?" Davin Mahendra mengatakan hal itu dalam senyuman sinis yang penuh arti. Ia masih menyimpan dendam yang masih membara di dasar hatinya. Sayangnya masalah kepemilikan rumah sakit, hanya Adi Prayoga yang cukup memahami sosok Natasya.     

"Sampai kamu tega merebut Irene agar dia bisa mendapatkan seluruh cintamu," lanjut Davin Mahendra dalam perasaan getir yang selama ini tersimpan.     

Mendengar ucapan terakhir dari Davin Mahendra, pria itu langsung meletakkan beberapa berkas di tangannya. Adi Prayoga menatap sosok pria yang masih saja memandang rendah dirinya. Padahal segalanya terjadi juga karena kebodohannya sendiri. Di saat ia sudah merelakan Irene, Davin Mahendra justru melakukan sebuah kesalahan fatal yang membuat Irene kehilangan akal sehatnya.     

"Asal kamu tahu saja, Irene kembali ke dalam pelukanku ... karena kebodohanmu sendiri. Jika kamu tak melakukan perbuatan hina itu, tak mungkin Irene mendatangiku di tengah malam saat hujan sangat deras," ungkap Adi Prayoga dalam kekecewaan yang begitu besar pada sahabatnya itu. Ia sangat menyesal telah merelakan Irene untuk menikah dengan Davin Mahendra.     

"Apa maksudmu, Prayoga? Jangan pernah menuduhku yang tidak-tidak!" tegas Davin Mahendra pada seorang pria yang sengaja diundang untuk menemui dirinya. Namun, ia justru mendapatkan sebuah tuduhan yang ia sendiri merasa tak pernah melakukannya.     

Davin Mahendra selalu menjadi suami yang baik saat menikahi Irene. Tak pernah sekalipun ia mengkhianati istrinya itu. Namun yang didapatkannya justru sebaliknya, Irene justru berselingkuh dengan sahabatnya sendiri yang tak lain adalah mantan kekasihnya.     

"Pengkhianatan yang sudah kamu lakukan telah membuat Irene kembali ke dalam pelukanku. Padahal setengah mati ia berusaha untuk mencintaimu. Lalu ... apa yang didapatkannya saat itu?" Adi Prayoga tak mampu melanjutkan ucapannya. Ia tak mampu membayangkan berapa hancur dan memilukan keadaan istri sahabatnya yang sangat dicintainya itu.     

Davin Mahendra langsung bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah pria itu. Ia menarik baju Adi Prayoga dalam wajah geram.     

"Aku tak pernah melakukan pengkhianatan apapun pada Irene! Justru kamu yang mengkhianati persahabatan kita!" Sebuah pukulan keras mendarat di wajah Adi Prayoga. Sepertinya Davin Mahendra sudah tak mampu mengendalikan dirinya sendiri.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.