Bos Mafia Playboy

Tawaran Eliza



Tawaran Eliza

0"Siapa pria bejat itu, Vincent?" Sebuah pertanyaan dari Martin membuat Vincent harus berpikir keras untuk mengingat sebuah nama yang disebutkan oleh Brian saat berada di tempat kejadian itu.     

"Andra Gunadi, sepertinya nama itu yang diserukan oleh Brian saat melihat pria itu," terang Vincent dalam keraguan yang terlukis jelas.     

Tanpa menanggapi jawaban dari sahabatnya, Martin langsung mengambil laptop baru miliknya yang dibeli oleh Marco beberapa hari lalu. Ia mulai menatap serius ke layar monitor sembari menyibukkan jari jemarinya dalam papan keyboard di hadapannya.     

Begitu mendapatkan apa yang sedang dicarinya, Martin pun menunjukkan sebuah gambar pria dalam layar monitor itu.     

"Apakah pria ini yang kamu maksudkan?" Martin tentunya sangat mengenal sosok pria yang selama ini seiring berhubungan langsung dengannya.     

"Dia pria yang sudah melecehkan Laura, Martin," sahut seorang pria yang seolah baru saja menemukan sedikit harapan pada sahabatnya sendiri.     

Meskipun tak mengatakan apapun, Eliza cukup memperhatikan pembicaraan di antara dua pria itu. Ingin rasanya ia membantu mereka. Namun ia ragu jika dua pria itu mau menerima bantuannya.     

"Apa kalian membutuhkan bantuanku?" tawar Eliza dalam sebuah tatapan tulus dan cukup serius.     

Tak ada yang menjawab penawaran khusus dari wanita yang sedang duduk di sebelah Martin itu. Mereka merasa jika dunia yang dijalani oleh Eliza sangat berbeda dengannya. Meskipun Martin juga bekerja sebagai agen intelijen. Namun segalanya tak semudah yang terbayangkan sebelumnya.     

"Ada satu hal lagi yang ingin kukatakan pada kalian. Pria itu telah bersekongkol dengan Tante Natasya untuk menjebak Brian dengan obat perangsang yang melibatkan seorang wanita yang memiliki nama yang sama dengan kekasihku, Laura. Untung saja Brian bisa menyelamatkan dirinya." Vincent sengaja mengatakan semuanya. Dia sangat tahu jika Martin adalah orang kepercayaan dari Adi Prayoga. Sahabatnya itu juga harus tahu dengan yang sudah terjadi pada anak dari bos-nya.     

Mendadak wajah Martin sangat geram, ia tak dapat membayangkan jika hal buruk benar-benar terjadi pada Brian. Ia merasa tak berguna di saat Brian membutuhkan dirinya.     

"Ingin rasanya aku menghabisi Andra Gunadi saat ini juga. Namun keterlibatan Natasya akan menambah rumit semuanya ini. Menerima bantuan dari Eliza juga akan menyeret banyak orang di antara kita," ucap Martin pada mereka berdua. Rasanya tak berdaya saat tak mampu melakukan apapun di situasi genting.     

"Aku bisa membantu untuk menjerat Andra Gunadi dalam jerat hukum." Eliza cukup menyakinkan mengatakan hal itu. Tentu saja ia bisa melakukan apapun yang sejalan dengan profesinya.     

Martin sangat mengerti dengan kebaikan dari sosok wanita di sebelahnya itu. Namun ia tak ingin melibatkan Eliza dalam bisnis kotor yang sedang dijalaninya.     

"Tak semudah itu, Eliza. Kamu tak perlu melibatkan dirimu dalam bisnis yang terlalu kejam dan juga sangat berbahaya untukmu." Martin mencoba untuk memberikan pengertian pada Eliza. Ia sedikit takut jika nyawa Eliza terancam karena terlibat dengan mereka.     

Martin kembali menatap layar monitornya dan meminta nomor ponsel milik Laura. Ia ingin mengetahui posisi terakhir sebelum ponsel itu mati dan tidak aktif.     

"Sepertinya, kekasihmu itu masih berada dalam kota ini. Bahkan beberapa menit yang lalu ponselnya kembali menyala dengan posisi di sebuah minimarket di pusat kota," jelas Martin pada sahabatnya itu. Ia hanya bisa memberitahukan hal itu pada Vincent. Dalam beberapa menit kemudian ponsel milik Laura sudah kembali tidak aktif. Wanita itu sangat tahu jika seseorang bisa saja melacak keberadaannya.     

"Haruskah aku menyusul ke sana?" Vincent terlihat sangat bersemangat untuk segera menemui kekasihnya itu     

Martin memperlihatkan titik lokasi yang telah hilang dari layar monitor di hadapannya. Ia tak ingin memberikan harapan palsu pada sahabatnya itu.     

"Titik lokasi sudah tak terdeteksi. Mungkin saja Laura hanya butuh sedikit waktu untuk menata hatinya kembali. Biarlah kekasihmu menikmati kesendiriannya. Aku yakin, Laura pasti akan kembali." Martin mencoba untuk menghibur sahabatnya itu. Tentunya ia tak ingin membuat sahabatnya itu semakin terpuruk karena kehilangan kekasihnya.     

"Martin! Tolong kirimkan gambar wajah dari kekasih Vincent Mahendra. Aku akan membantu untuk mencari keberadaan wanita itu. Semoga saja aku bisa menemukannya secepat mungkin." Eliza bermaksud untuk membantu mereka berdua menemukan sosok wanita yang berprofesi sebagai dokter anestesi itu.     

Dengan secepat kilat, Martin sudah mengirimkan gambar Laura ke ponsel milik pria di sebelahnya. Sejujurnya, ia tak tega melihat sahabat dari seorang pria yang dicintainya itu terlihat sangat menderita karena telah kehilangan kekasihnya.     

"Kalau begitu aku harus kembali ke kantor. Nanti malam aku akan kembali ke sini dan menemanimu, Martin." Entah mendapatkan keberanian dan juga rasa percaya diri dari mana, Eliza memberikan sebuah kecupan singkat pada Martin. Wanita itu langsung menghilang dengan senyuman dari wajahnya di balik pintu ruang perawatan Martin.     

Vincent yang tadinya terlihat sangat sedih tiba-tiba tersenyum geli melihat tingkah konyol Elisa terhadap sahabatnya itu. Ia tak pernah membayangkan jika wanita itu bisa melakukankan sebuah kecupan mesra di hadapannya tentang rasa malu sedikit pun. Bahkan wanita itu terlihat tersenyum penuh kemenangan setelah mengecup pipi Martin.     

"Apa kalian berdua adalah pasangan kekasih?" Pertanyaan itu langsung terlontar dari mulut Vincent karena menyaksikan pemandangan mesra di antara Martin dan juga Eliza. Tak pernah terbayangkan di benaknya, jika sahabatnya itu bisa jatuh cinta pada sosok wanita yang berprofesi sebagai jaksa.     

"Sok tahu kamu, Vincent! Jangan berpikir yang tidak-tidak tentang hubunganku dan juga Eliza," protes Martin pada sahabatnya.     

Vincent kembali terkekeh mendengar jawaban dari sahabatnya itu. Ia bisa melihat jika Martin memiliki perasaan yang sama terhadap Eliza. Apalagi tak ada penolakan saat wanita itu mengecup pipinya. Bahkan Martin seolah telah kehilangan kata-katanya, dan menerima kecupan mesra itu itu dengan hati yang terbuka.     

"Aku sangat senang jika kamu bisa membuka hati untuk wanita lain selain Imelda. Kamu juga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan dan juga seorang wanita yang mencintaimu. Aku melihat jika Eliza sangat mencintaimu. Ia akan melakukan apapun untukmu, Martin." Vincentbmencoba untuk meyakinkan sahabatnya itu jika Eliza adalah wanita terbaik untuknya. Ia tak perlu menunggu lagi, wanita-wanita lain yang mungkin mampu membuka hatinya.     

Senyuman sinis sengaja diulas oleh Martin pada sahabatnya itu. Ia ingin sekali menertawakan Vincent yang seolah sedang menasehatinya. Padahal kehidupan cintanya sama sekali tak jauh lebih baik dari dirinya.     

"Bisa-bisanya kamu menggurui aku! Lihat saja sendiri! Hubunganmu yang sudah cukup hancur saat ini," cibir seorang pria yang masih belum bisa berdiri dengan kakinya sendiri.     

"Sialan! Kamu sedang menghinaku!" Tanpa diduga, Vincent justru menarik kerah kemeja milik sahabat dekatnya itu. Dia merasa sangat kesal dengan cibiran Martin terhadapnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.