Bos Mafia Playboy

Siapa pria bejat itu, Vincent?



Siapa pria bejat itu, Vincent?

0Martin baru saja jalan-jalan bersama Eliza di taman rumah sakit. Beberapa hari terkurung di dalam ruangan, membuat pria itu sangat bosan. Untung saja ada seorang wanita cantik yang selalu berada di sisinya. Meskipun hubungan mereka masih belum jelas. Pria itu belum memberikan jawaban atau pun penolakan atas permintaan tulus dari Eliza.     

"Bukankah itu, Vincent?" lontar Martin sembari menunjuk ke arah pusat informasi. "Untuk apa dia berada di sana?" tanyanya lagi tanpa mendapatkan jawaban dari seorang wanita yang sedang mendorong kursi rodanya ke arah seorang pria yang terlihat cukup frustrasi.     

Tanpa memberikan jawaban apapun pada pria yang sejak tadi bersamanya, Eliza langsung mengarahkan kursi roda itu ke arah pusat informasi rumah sakit di mana seorang pria yang dicintainya itu sedang menjalani perawatan.     

"Apa yang kamu lakukan di sana, Vincent?" Pertanyaan Martin itu tentunya sangat mengejutkan seorang pria yang masih tak berdaya karena baru saja mengetahui jika kekasihnya sengaja ingin menghilang tanpa mengatakan apapun padanya.     

Begitu mendengar suara dari seseorang yang cukup familiar baginya, Vincent memalingkan wajahnya ke arah suara itu berasal. Ia melihat sosok pria yang tak lain adalah sahabatnya sendiri, yang datang bersama seorang wanita yang terlihat sangat mencintainya.     

"Martin!" Pria itu lalu bangkit dan berjalan ke arah sahabatnya. Vincent merasakan sedikit harapan yang tiba-tiba hadir saat bertemu dengan sahabatnya itu. Ia yakin jika Martin bisa melakukan banyak hal dan juga usaha untuk membantunya.     

"Ayo pergi ke kamarmu! Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu." Vincent mengambil alih kursi roda itu dari tangan Eliza lalu mendorongnya dengan sedikit buru-buru menuju ke kamar.     

Sedangkan Eliza hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya. Ia sama sekali tak marah ataupun kesal. Entah itu sengaja atau tidak, ia tahu jika pria yang dicintainya itu memiliki hubungan sangat dekat dengan Vincent Mahendra. Sosok pria yang cukup dekat dengan seorang wanita yang telah merebut seorang pria yang menjadi cinta pertamanya.     

Tak ingin ditinggalkan oleh kedua pria itu, Eliza mempercepat langkahnya untuk menyusul mereka berdua. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu berada di samping Martin. Tak peduli seberapa lelah ataupun sibuknya Eliza, ia selalu menemui seorang pria yang sudah dianggapnya sebagai seorang kekasih itu.     

Mereka telah masuk ke dalam sebuah ruang yang cukup luas dan juga tergolong mewah. Martin memilih duduk di samping jendela kaca besar dengan pemandangan pusat kota yang terlihat cukup indah dari atas sana. Dan Eliza ... ia duduk tepat di sebelah pria yang dicintainya. Wanita itu juga ingin mendengar hal penting yang akan dikatakan oleh sahabat dekat dari Martin.     

"Laura telah menghilang dan aku tak bisa menemukannya." Vincent terlihat sangat sedih mengatakan hal itu pada sahabat dekatnya. Sebuah tatapan penuh harap, terlukis dalam setiap sorot matanya. "Bantu aku menemukannya, Martin! Aku sudah kehilangan cara untuk mengetahui keberadaannya," lanjutnya dalam wajah sangat frustrasi.     

"Bagaimana aku bisa membantumu? Untuk berdiri dengan kakiku sendiri saja aku tak bisa, Vincent. Kalau aku sudah bisa berjalan, tanpa kamu meminta pun aku pasti akan membantumu," balas Martin dalam perasaan bersalah dan juga sangat kecewa terhadap dirinya sendiri. Ia sangat menyesal tak bisa membantu seorang pria yang menjadi sahabat dekatnya itu.     

Vincent sengaja menunjukkan wajah memelas dan juga memohon pada sahabatnya itu. Ia sudah tak bisa berpikir lagi untuk mencari bantuan dari siapapun. Seolah hanya Martin harapan terakhir baginya.     

"Setidaknya kamu bisa membantuku untuk menemui titik lokasi keberadaan Laura. Kumohon bantu aku, Martin!" Vincent benar-benar memohon kepada sahabatnya itu. Bahkan ia tak peduli ada Eliza yang juga berada di sana. Tak peduli lagi dengan harga diri ataupun ego di dalam dirinya. Ia hanya ingin menemukan wanita yang dicintainya itu.     

"Tunggu, Vincent! Apa kalian berdua sedang bertengkar ataupun berselisih paham?" tanya Martin tanpa memikirkan hal yang lebih buruk dari itu.     

Tak langsung menjawab pertanyaan itu, Vincent justru terbayang bagaimana seorang pria yang sama sekali tak dikenal oleh Laura hampir menghancurkan kehormatannya. Ia merasa ngeri sekaligus tak berdaya karena beberapa pria mencoba menghentikannya. Setengah mati ia mencoba melawan, seolah tak berguna sama sekali. Vincent menyaksikan pria itu memperlakukan Laura dengan sangat kasar.     

"Kami sama sekali tak bertengkar." Vincent merasa sangat berat untuk mengatakan hal itu kepada sahabatnya itu. Apalagi ada Eliza yang sejak tadi juga memperhatikannya. Namun, ia merasa jika menceritakan kejadian itu mungkin saja bisa membantu untuk menemukan keberadaan kekasihnya.     

"Semalaman, ada seorang pria yang melecehkan Laura. Meskipun pria itu belum melakukan hal terburuk padanya, ia sudah sangat terpukul dengan kejadian itu. Saat aku mencoba untuk melawan mereka, orang-orang bayaran pria itu justru menghajarku habis-habisan. Untung saja, Brian dan Imelda datang tepat waktu," ungkap Vincent dalam kesedihan yang menghancurkan hatinya.     

Eliza langsung bisa menyimpulkan alasan kepergian Laura begitu saja. Ia juga seorang wanita, setidaknya ia mengetahui sedikit banyak tentang wanita lain.     

"Bisa saja, Laura merasa tak pantas untukmu," ujar Eliza dalam sedikit keraguan dan juga rasa penasaran pada hubungan mereka berdua.     

"Tak pantas? Pria itu belum sampai menodai kehormatannya, mengapa Laura bisa merasa tak pantas?" Vincent semakin tak paham dengan pemikiran wanita yang duduk di sebelah sahabatnya itu.     

Akhirnya titik terang mulai terlihat. Eliza bisa memahami kepergian Laura dari pria yang menjadi kekasihnya itu. Bagaimana tidak, seorang wanita hampir dinodai oleh pria lain di hadapan kekasihnya sendiri. Tentu saja, wanita itu merasa terhina pada dirinya sendiri. Merasa tak pantas bersanding dengan kekasihnya sendiri.     

"Aku yakin jika Laura sangat frustrasi saat ini. Dia butuh seseorang untuk mendukungnya. Meskipun belum ternoda oleh pria itu, aku yakin jika pria itu pasti sudah menyentuhnya," sahut Eliza dalam kepercayaan diri yang terlalu tinggi. Ia yakin jika analisanya pasti benar.     

Vincent tak menyangka jika Eliza bisa menebak dengan sangat benar. "Mungkin saja instingnya sebagai seorang jaksa sedang bekerja," pikirnya terhadap wanita yang hampir menghancurkan hubungan antara Brian dan juga Imelda.     

"Pria itu mencium paksa Laura di hadapanku. Bahkan ia juga menarik bajunya hingga robek. Pada saat itu, aku menjadi kekasih yang paling bodoh dan juga tak berguna karena tak bisa melakukan apapun," sesal Vincent di hadapan Eliza dan juga Martin yang saling memandang satu sama lain.     

Martin merasa sangat kasihan kepada sahabatnya itu. Ia juga sangat muak dengan sosok pria yang hampir menghancurkan Laura itu.     

"Siapa pria bejat itu, Vincent?" Akhirnya, Martin tak tahan untuk mengetahui sosok pria yang membuat sahabatnya babak belur.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.