Bos Mafia Playboy

Sentuhan Yang Menjinakkan Wanita



Sentuhan Yang Menjinakkan Wanita

0Martin memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Eliza kepadanya. Ia tentunya tidak terlalu yakin dengan keterlibatan Rizal Hartanto dengan insiden beberapa tahun silam.     

"Yang aku ingat, Nyonya Natasya sudah tidak di rumah ini saat aku mengikuti Bos Adi Prayoga. Dari yang aku dengar, ia pergi dari rumah ini setelah upacara kematian Irene Mahendra." Martin mencoba mengatakan sesuatu yang masih diingat dan juga diketahuinya. Bahkan sebelumnya, ia benar-benar tak pernah bertemu dengan mantan istri dari Adi Prayoga itu.     

"Bukankah itu sedikit aneh? Bagaimana ia langsung menghilang begitu saja setelah kematian sahabatnya sendiri?" Eliza merasa ada keanehan dengan menghilangnya Natasya saat itu. Ia pun berusaha untuk mengingat kembali kejadian belasan tahun silam.     

Setelah dipikir-pikir, Martin juga merasa ada yang aneh dengan kejadian itu. Banyak kejanggalan yang tak menemukan titik terang mengenai hal itu. Apalagi, Adi Prayoga tidak terlalu terbuka jika menyangkut kematian wanita yang dicintainya itu.     

Adi Prayoga merasa jika dirinya adalah sosok yang paling menderita setelah kematian Irene. Pria itu merasa jika separuh dirinya telah menghilang.     

"Haruskah kita mulai menggali dari sana?" Entah itu sebuah ajakan atau pertanyaan, hal itu terdengar sama saja bagi Eliza. Martin sendiri juga cukup bingung untuk memulai segalanya.     

"Kita harus memikirkan segalanya dengan sebaik mungkin. Jangan sampai langkah kita menjadi bumerang yang justru membuat bendera kemenangan Tante Natasya semakin berkibar," sahut Eliza dengan segala keyakinan di dalam hatinya. Ia akan berusaha untuk melakukan yang terbaik agar bisa mengungkapkan sebuah kebenaran yang selama ini terpendam.     

Setelah beberapa lama mereka berbincang serius, Martin pun bangkit dari tempat duduknya lalu memandang kekasihnya penuh arti.     

"Apakah kamu tidak bekerja? Bukankah akhir-akhir ini kamu terlalu sibuk untuk mengurus aku?" tanya Martin pada wanita yang selama ini selalu berada di sisinya.     

"Kamu sedang mengusir aku, Martin?" Eliza terlihat sangat tidak senang dengan pertanyaan itu. Ia merasa jika kekasihnya itu seolah tak ingin dirinya ada di sana.     

Martin baru saja menyadari jika ucapannya itu telah menyinggung kekasihnya. Dari wajah Eliza saja, sudah sangat jelas jika wanita itu sedang sangat kesal.     

Apalagi, Eliza terlihat tak acuh dan membuang muka saat Martin berusaha untuk memandangnya. Wanita itu sama sekali tak ingin melihat wajah kekasihnya.     

"Apa kamu marah, Eliza?" Martin tentunya merasa sangat bersalah atas kecerobohannya. Tak seharusnya ia melontarkan sebuah pertanyaan bodoh itu pada kekasihnya.     

"Tidak!" jawab Eliza. "Sepertinya aku harus pergi dari sini." Wanita itu bangkit dari tempat duduknya lalu bersiap untuk meninggalkan rumah itu. Ia merasa sudah tak diinginkan lagi di sisi seorang pria yang sangat dicintainya itu.     

Dengan wajah penuh kekecewaan, Eliza melangkah pergi meninggalkan Martin yang masih duduk di bawah pohon. Ia merasa sedih dan juga kecewa dengan kekasihnya. Meskipun ia tahu jika yang dikatakan pria itu memang tidak salah. Namun tetap saja, hatinya merasa sedikit terluka karena hal itu dikatakan oleh orang yang dicintainya.     

Menyadari kekecewaan kekasihnya, Martin pun berinisiatif untuk mengejar Eliza yang sudah bergerak ke arah luar pagar. Ia langsung menarik tangan wanita itu dan mengajaknya kembali masuk ke dalam.     

"Kamu selalu saja salah paham padaku, Eliza. Tak ada sedikit pun niatku untuk mengusirmu." Sebisa mungkin, Martin ingin bisa menghentikan kepergian Eliza dari rumah itu. Ia berpikir jika kekasihnya itu pergi dengan tiba-tiba, pasti akan mengundang banyak pertanyaan untuk mereka.     

"Tak perlu berpura-pura padaku, Martin. Bisa saja kamu mulai bosan karena aku terlalu sering bersamamu," balas Eliza dalam kekesalan di dalam hatinya. Ia tak mungkin bisa menutupi kekesalan di dalam dirinya.     

Beberapa saat pasangan itu saling melemparkan argumen untuk pembenaran dirinya, dua pria yang masih setengah sadar itu mendengar percakapan mereka.     

Davin Mahendra langsung saja melemparkan tatapan tajam yang penuh arti pada Adi Prayoga. Seakan mereka bisa mengerti pembicaraan di antara pasangan kekasih itu.     

"Sepertinya mereka baru saja bertengkar," ucap Davin Mahendra yang masih cukup sadar untuk mendengarkan pembicaraan mereka berdua.     

"Apa yang mereka ributkan?" Adi Prayoga cukup penasaran dengan pertengkaran antara Martin dan juga Eliza. Ia tak ingin pasangan kontroversial itu harus meributkan sesuatu yang sebenarnya tidak penting.     

Dengan langkah yang tidak terlalu cepat, dua pria itu bergerak ke arah suara keributan antara Martin dan Eliza. Mereka ingin memastikan kondisi pasangan yang tadinya sempat memamerkan kemesraan mereka.     

"Apa yang kalian ributkan?" tanya Adi Prayoga dalam kondisi kesadaran yang cukup bisa untuk mengenali mereka berdua.     

"Jagalah hubungan kalian berdua. Jangan sampai kalian menyesali semuanya seperti yang sudah kami rasakan," timpal Davin Mahendra atas ucapan sahabatnya yang lebih dulu.     

Mereka tak ingin melihat pertengkaran di antara dua orang kekasih. Apalagi, mereka berdua sama-sama orang yang memiliki peranan penting dalam kehidupan dua keluarga itu.     

"Ini hanya kesalahpahaman saja, Bos," jelas Martin pada dua pria di depannya.     

"Tak ada kesalahpahaman di sini, Martin!" tegas Eliza pada kekasihnya itu. Ia pun berjalan ke arah mini bar di mana dua pria tadi menikmati sebotol minuman yang cukup mahal itu. "Aku minta sedikit, Om." Bukannya sedikit, Eliza justru meneguk minuman itu hingga hampir habis.     

Untung saja, Martin langsung menghentikan Eliza untuk menghabiskan minuman dalam botol itu. Ia pun langsung memeluk yang langsung terlihat sedikit mabuk dalam dekapan kekasihnya.     

"Lepaskan aku, Martin! Aku sangat membencimu! Jauhi aku, Martin!" Dalam kondisinya yang sudah tidak t     

sepenuhnya sadar, Eliza justru sengaja memukul dada Martin. Ia sengaja melampiaskan kekesalannya pada pria yang mencoba memeluknya itu.     

Martin terlihat sedikit bingung untuk menenangkan kekasihnya itu. Dia tak menyangka jika Eliza akan melakukan hal nekat seperti itu. Ia pun mencoba berpikir sejenak untuk memikirkan cara untuk membawa Eliza pergi.     

"Bos ... aku dan Eliza pamit kembali duluan. Aku tak ingin dia membuat kekacauan di sini," pamit Martin pada Adi Prayoga. Ia merasa harus mengatakan hal itu pada seseorang yang selama ini telah mempekerjakannya.     

"Bawalah mobil dan dua bodyguard itu. Bersenang-senanglah agar kekasihmu tak marah lagi," sahut Adi Prayoga sembari mengulum senyuman hangat pada orang kepercayaannya itu. Ia merasa jika Eliza hanya membutuhkan sedikit perhatian saja dari kekasihnya.     

Martin hanya tersenyum tipis tanpa memberikan balasan atas perkataan bos-nya. Ia pun bergegas pergi sebelum Eliza semakin tak terkendali di depan dua pria itu.     

"Seorang wanita akan jinak jika kamu lihai dalam memberikan sentuhan, Martin!" Dengan bahasa yang cukup vulgar, Davin Mahendra sengaja meneriakkan sebuah perkataan yang cukup menggelikan pada pasangan yang terlihat sangat menggemaskan itu. Ia merasa jika Eliza hanya kurang belaian saja.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.