Bos Mafia Playboy

Pelajaran Kilat Untuk Martin



Pelajaran Kilat Untuk Martin

0Begitu Martin dan Eliza kembali masuk ke dalam rumah, Brian menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Imelda. Pria itu menyentuh jemari tangan istrinya lalu menciuminya berulang kali. Brian hanya ingin melihat Imelda tak kesal terhadap dirinya.     

"Bagaimana aku bisa berpaling darimu, Sayang? Hanya dirimu yang selalu berhasil menggetarkan hatiku," rayu Brian Prayoga pada seorang wanita yang sedang mengandung anaknya.     

"Jangan merayuku, Brian!" peringat Imelda pada suaminya. Dengan sengaja, ia membuang muka agar tak memandang pria yang berstatus sebagai suaminya itu.     

Brian tersenyum tipis mendengar nada protes istrinya. Ia tak ingin membuang waktu hingga membuat Imelda semakin kesal terhadapnya. Pria itu mulai mendekatkan wajahnya lalu mengecupi telinga, turun dan beralih ke leher.     

"Hentikan, Brian! Kita sedang di luar ruangan," protes wanita yang mulai memejamkan matanya saat Brian mulai menghujaninya dengan banyak ciuman lembut dan penuh perasaan.     

Dengan sangat pelan dan juga penuh kepastian, Brian mulai membuka beberapa kancing yang berada paling atas. Sebuah pemandangan menggoda dan tentunya sangat meningkatkan gairah di dalam dirinya.     

Pria itu mulai menyentuh dada Imelda dan memberikan sebuah pijatan lembut yang mampu melayangkan Imelda. Terdengar suara desahan disertai erangan manja, saat Brian mulai membenamkan wajahnya di antara dua bulatan yang semakin kencang setelah kehamilan Imelda.     

"Berhenti, Brian!" Lagi-lagi Imelda mengucapkan nada protes atas perlakuan Brian yang begitu vulgar di luar ruangan.     

"Tidak ada yang berani mengganggu kita, Sayang." Brian mencoba untuk menyakinkan istrinya agar tak cemas jika seseorang memergoki dirinya.     

Entah mengapa, Imelda merasa begitu tak nyaman dengan posisi itu. Ia pun membuka matanya untuk mengubah posisi duduknya. Namun ia justru mendapatkan sebuah kejutan yang tak terduga.     

Sekuat tenaga ia menjauhkan Brian dari dirinya dan langsung menutup bagian tubuhnya yang telah terbuka.     

"Sejak kapan kalian di sana?" panik Imelda saat mendapati Martin dan juga Eliza berada tak jauh darinya. Sesungguhnya ia sangat malu atas kegilaannya dan Brian, namun semua telah tertangkap basah. Ia tak bisa menyangkal ataupun berkilah pada pasangan kekasih itu.     

"Sejak kalian tenggelam dalam desahan dan juga erangan yang cukup menggugah jiwaku," sahut Martin dalam senyuman penuh kemenangan karena berhasil membalas sikap menyebalkan Imelda terhadap dirinya.     

Brian langsung bangkit dan bergerak ke arah Martin. Darahnya seolah langsung mendidih begitu mendengar sindiran Martin terhadapnya. Pria itu menarik baju Martin dan bersiap untuk melemparkan pukulan.     

"Jika kamu tidak duduk di kursi bodoh ini, aku pasti akan menghabisimu," ancam Brian pada orang kepercayaan dari ayahnya. Ia merasa jika Martin telah melukai harga diri dari istrinya. Oleh sebab itu, ia begitu murka pada Martin.     

"Apa-apaan kamu, Brian! Aku hanya akan berpamitan pada Imelda saja. Jangan berlebihan pada kekasihku." Eliza tak ingin jika suami dari Imelda itu melukai kekasih. Apalagi, mereka berdua sama sekali tak bermaksud untuk menggangu keromantisan pasangan suami istri itu.     

Di sisi lain, Martin hanya menjadi seorang penonton dari keributan yang terjadi antara pria dan juga Eliza. Ia tak ikut campur untuk menyelesaikan segalanya. Hanya satu orang yang bisa meredakan kekesalan dan juga emosi berlebihan seorang Brian Prayoga, dia adalah Imelda Mahendra.     

Setelah kembali merapikan pakaiannya, Imelda pun mendekati mereka bertiga. Ia bergerak pelan hingga berada di samping suaminya.     

"Jangan membuat keributan, Brian! Kita juga yang bersalah karena melakukan hal gila itu di tempat terbuka." Imelda mencoba untuk meredakan kesalahpahaman di antara mereka. Ia tak ingin jika suaminya itu menjadi benar-benar kalap dan hilang kendali atas dirinya.     

"Maaf atas kelancangan kami, Imelda." Eliza menunjukkan rasa penyesalan di dalam dirinya. Dengan sedikit menurunkan ego di dalam dirinya, semua bisa jadi lebih baik.     

Bukannya marah ataupun tersinggung, Imelda justru mengulum senyuman hangat yang penuh arti pada kekasih dari Martin itu. Tentunya ia tahu jika mereka tanpa sengaja telah melihat pemandangan yang tak seharusnya dipertontonkan.     

"Tak perlu sungkan, Eliza. Anggap saja itu pelajaran kilat buat Martin." Imelda kembali tersenyum sembari melirik pria yang duduk di atas kursi roda itu. Ia pun memandang Martin penuh arti dalam sorot mata penuh celaan.     

"Sepertinya ... Martin tak berpengalaman dalam melakukan hal itu dengan seorang wanita manapun," tambah Imelda tanpa mengalihkan pandangan dari kekasih Eliza.     

"Akhir-akhir ini, sepertinya kamu sering meledek aku, Imelda." Martin merasa jika adik dari sahabatnya itu menjadi lebih sering meledek dan juga menyindirnya. Apalagi setelah ia berikrar untuk menjalin hubungan dengan Eliza.     

Tak ada jawaban apapun dari Imelda, wanita itu justru terkekeh tanpa alasan. Ia pun menarik Brian untuk masuk ke dalam kamarnya dan meninggalkan pasangan kekasih itu. Entah apa yang mereka lakukan di dalam kamar, bisa saja Imelda dan Brian kembali melanjutkan momen romantis penuh gairah yang sempat terjeda oleh kedatangan mereka.     

"Kamu lihat sendiri .... Imelda dan juga Brian tak mungkin bisa berlama-lama saling benci. Bahkan saat ia mengetahui hubunganmu dan Brian dari masa lalu, Imelda masih saja sangat mencintai pria bodoh itu." Martin terlihat cukup kesal mengatakan hal itu pada kekasihnya. Ia juga tak ingin membebani Eliza dengan sesuatu yang sama sekali tak penting.     

Wanita itu kembali mendorong kursi roda menuju ke dalam rumah. Belum juga masuk ke dalam, seorang bodyguard mendatangi mereka berdua.     

"Bos Adi Prayoga sudah mencoba menghubungimu beberapa kali. Sepertinya ada sesuatu yang sangat penting dan juga darurat yang harus kamu lakukan sekarang, Martin. Lebih baik kamu menghubungi Bos secepatnya," jelas seorang bodyguard yang bekerja untuk Adi Prayoga.     

Martin langsung mengerti dengan penjelasan pria itu, ia pun meminta tolong pada Eliza untuk mengambilkan ponsel miliknya yang tertinggal di dalam kamar.     

Dengan wajah yang ikut panik, Eliza langsung berlari menuju ke kamar di mana semalam Martin tidur. Ia mengambil ponsel itu dan kembali secepat mungkin untuk menemui kekasihnya.     

"Ini ponselnya." Eliza memberikannya pada sang kekasih dalam wajah yang ikut cemas.     

Tanpa membuang waktu, Martin langsung menghubungi Adi Prayoga saat itu juga. Ia bahkan begitu fokus dan juga terlalu panik hingga melupakan wanita di sebelahnya. Dalam beberapa kali panggilan, Martin tak kunjung mendapatkan jawaban. Ia pun terus berusaha untuk menghubungi sang bos mafia tanpa henti.     

Setelah cukup lama, Adi Prayoga akhirnya menjawab panggilan telepon itu.     

"Ada perlu apa Bos menghubungi aku hingga beberapa kali?" tanya Martin pada sang bos mafia via ponselnya.     

"Brian baru saja masuk ke dalam kamarnya, aku tak mungkin mengganggu mereka," jawab Martin atas perintah dari sosok pria dalam ponselnya.     

"Apa! Bagaimana Natasya memiliki surat kuasa itu?" Martin tampak sangat terkejut dengan ucapan Adi Prayoga dalam panggilan telepon.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.