Bos Mafia Playboy

Pria Bodoh Dalam Video



Pria Bodoh Dalam Video

0Malam berlalu begitu cepat, kegelapan mulai menghilang. Setelah hampir semalaman mengobrol tanpa lelah, Eliza akhirnya tumbang juga. Wanita itu tak bisa menahan rasa kantuk di dalam dirinya.     

Saat menyadari hari mulai pagi, Imelda keluar dari kamar itu lalu keluar menuju ke kamarnya sendiri. Dengan langkah pelan dan juga sangat berhati-hati, ia masuk ke dalam sebuah kamar di mana Brian masih terbuai dalam mimpinya.     

Tiba-tiba saja, Imelda teringat dengan perkataan lirih yang diucapkan oleh suaminya itu. Ia pun memutuskan untuk naik ke atas ranjang lalu memeluk Brian yang masih tidur meringkuk sendirian. Ada rasa kasihan dan juga sedikit menyesal karena membiarkan Brian tidur sendirian di dalam kamarnya.     

Dengan sentuhan manja, Imelda mendekap lembut tubuh sang suami. Ia bisa menghirup aroma khas dari tubuh Brian. Begitu jelas terdengar suara degup jantung dari pria yang masih memejamkan mata.     

Saat wanita itu mulai meraba dada Brian, seolah jiwanya telah dipaksa bangun dan langsung membuka mata. Pria itu melihat seorang wanita yang sudah sangat dirindukannya sejak semalam.     

"Pagi, Sayang. Tumben pagi-pagi sudah bangun?" tanya Brian diiringi sebuah ciuman hangat di bibir istrinya.     

Imelda menajamkan tatapannya pada sang suami. Ia memandang sosok pria yang telah berhasil menaklukkan dirinya. Yang lebih hebat lagi, Brian mampu memberikan seorang bayi yang masih berada di dalam perutnya.     

"Aku hampir tak tidur semalaman, Brian. Setelah mengobrol cukup lama, Eliza langsung tertidur pulas. Sedangkan aku ... sama sekali tak mampu memejamkan mata. Rasanya sudah sangat terbiasa tidur bersamamu, tanpamu seperti sebuah siksaan bagiku," ungkap Imelda dalam wajah yang benar-benar serius. Itu bukanlah candaan atau permainannya saja.     

"Sekarang tidurlah, Sayang. Aku akan membelai kepalamu hingga tertidur," balas Brian Prayoga kepada seorang wanita yang menjadi cinta pertamanya.     

Wanita itu justru mengumbar senyuman di wajahnya. Ia tak menyangka jika Brian akan membiarkan dirinya tidur daripada meminta hak atas dirinya.     

"Bukankah kamu memintaku untuk membayarmu karena telah meninggalkan kamu sendirian?" tanya Imelda pada pria yang masih saja memandang hangat dirinya.     

"Kamu terlihat sangat kelelahan, Sayang. Istirahatlah dulu," bujuk pria itu dalam suaranya yang begitu lembut dan penuh cinta.     

Imelda justru bangun dan menyadarkan kepalanya di pundak sang suami yang sudah setengah duduk. Ia tak bisa tidur ketika mentari baru saja bersinar. Terlebih ada Martin dan juga Eliza yang tinggal di rumah itu.     

"Aku harus memeriksa keadaan Martin, sebelum Dokter Dennis datang ke sini." Imelda menjelaskan alasan dirinya tak bisa tidur di pagi itu. Meskipun ia sangat lelah, Imelda menyadari sebuah tanggung jawab yang sudah diambilnya.     

"Baiklah. Aku mengerti, Sayang. Sebaiknya aku meminta pelayan untuk menyiapkan sarapan untuk kita." Brian bangkit dari tempat tidur lalu berjalan keluar untuk menemui pelayan yang bekerja di rumahnya. Ia pun meminta mereka menyiapkan makan paginya di halaman belakang dari rumah itu.     

Setelah berbincang dengan beberapa pelayan, Brian memeriksa halaman depan rumah itu. Ia melihat seorang bodyguard yang berjalan ke arahnya. Dengan sengaja, Brian menunggu sosok pria tinggi besar yang bekerja untuk keluarga Prayoga itu.     

"Ada yang ingin saya sampaikan, Bos," ucap pria itu pada Brian yang masih terlihat berantakan karena baru saja bangun tidur.     

"Katakanlah!" sahut Brian tanpa basa-basi.     

Pria itu menunjukkan sebuah rekaman video kamera pengawas di jalanan sekitar rumah itu. Terlihat sebuah mobil yang berlalu lalang berkali-kali.     

"Mobil ini terlihat sangat mencurigakan, Bos. Kami menambahkan tim keamanan di lokasi ini. Mobil itu sudah melewati jalanan depan sudah lebih dari tujuh kali. Bukankah itu sangat mencurigakan?" jelas pria itu penuh kewaspadaan.     

Brian masih saja memperhatikan video dalam ponsel sang bodyguard. Ia mencoba mengenali sebuah mobil yang begitu mencurigakan baginya.     

"Kirimkan video itu ke dalam ponselku!"     

Dalam beberapa detik saja, video itu sudah berhasil dikirim ke dalam ponsel milik Brian Prayoga. Sang bos mafia lalu kembali masuk ke dalam untuk menemani istrinya.     

Begitu pintu terbuka, terlihat Imelda sedang menatap layar monitor di hadapannya. Ia terlihat cukup serius memeriksa sebuah dokumen yang baru saja dikirimkan melalui email. Bahkan wanita itu tak menyadari saat Brian masuk ke dalam kamar.     

"Ada apa, Sayang? Apakah ada yang serius?" Brian bisa melihat kecemasan dalam wajah sang istri. Semua terlalu jelas hingga dalam sekilas saja, pria itu dapat melihat kegelisahan Imelda.     

"Mama Natasya mulai mengibarkan bendera perang atas rumah sakit peninggalan Mama Irene. Jelas-jelas saham terbesar adalah milik Mama Irene. Bagaimana Mama Natasya tiba-tiba bisa memiliki jumlah saham yang lebih besar?" Imelda menjelaskan hal itu tanpa memandang seorang pria yang sejak tadi terus menatapnya     

Brian ikut memperhatikan sebuah dokumen yang baru saja dikirimkan oleh seseorang itu. Ia merasa sangat malu pada segala kegilaan yang terus saja dilakukan oleh ibunya sendiri. Seolah, ia telah kehilangan muka atas dirinya.     

"Maaf, Sayang. Aku tak tahu caranya harus meminta maaf padamu. Tak seharusnya Mama melakukan hal itu pada keluargamu," sesal Brian pada wanita di sebelahnya.     

"Kamu sama sekali tak salah, Brian. Papa juga sudah mengurus semuanya, kita hanya perlu menambahkan bukti-bukti kejahatan Mama Natasya. Para pemilik saham yang lain pasti tidak akan mempercayainya jika kita bisa membuktikan semua kejahatan Mama Natasya." Sebenarnya Imelda sedikit ragu untuk mengatakan hal itu pada suaminya. Walau bagaimanapun juga, Natasya adalah wanita yang sudah melahirkan Brian. Hal itu tak bisa lagi dihindari atau dipungkiri.     

Tanpa dijelaskan pun, Brian sangat tahu kondisi keluarganya. Ia sadar jika keserakahan dari ibunya telah menghancurkan segalanya. Walaupun semua berawal dari sebuah kesalahan masa lalu, tak seharusnya wanita yang telah melahirkannya itu mengambil sesuatu yang bukan haknya.     

"Aku mengerti, Sayang. Sebaiknya kamu mandi dulu lalu kita bisa sarapan bersama-sama. Biar lebih cepat, aku akan mandi di kamar mandi sebelah." Begitu keluar dari kamarnya, diam-diam Brian menemui Martin di kamar tamu. Ia tak ingin menimbulkan kecurigaan pada istrinya.     

Kebetulan sekali, Martin sudah bangun dan duduk di ranjangnya. Brian langsung menghampiri pria itu dengan wajah sangat cemas. Tentunya ia juga sangat gelisah, saat mendengar ada sebuah mobil yang terlihat mencurigakan berada di sekitar rumahnya.     

"Apa ada masalah, Brian?" tanya Martin yang cukup terkejut melihat kedatangan dari anak bosnya itu. Apalagi Brian terlihat mengendap-ngendap seperti seorang pencuri.     

"Sejak semalam, ada sebuah mobil yang begitu mencurigakan berada di sekitar rumah ini. Aku akan mengirimkan videonya via email." Dalam suasana yang cukup menegangkan, Brian mengirimkan sebuah video yang telah dikirimkan oleh sang bodyguard.     

Martin langsung mengambil laptop untuk memeriksa video itu. Ia langsung menatap heran video dalam layar monitor di depannya.     

"Apa yang dilakukan pria bodoh itu?" gumam Martin.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.